Sunday, October 25, 2009

Tugas Hukum Persaingan Usaha


Tugas Hukum Persaingan Usaha Penyalahgunaan Posisi Dominan (abuse of dominant position)
Pengertian : Posisi Dominan adalah suatu keadaan dimana pelaku usaha dalam memasarkan produknya tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan dan penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang dan jasa tertentu.

Bentuk Bentuk Posisi Dominan dan Penyalahgunaannya
Berdasar Undang – Undang No.5 Tahun 1999, Bentuk – Bentuk Posisi Dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4 bentuk.

Ke 4 bentuk Posisi Dominan tersebut adalah :
1. Posisi Dominan yang bersifat umum / Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2)
a. Pasal 25 ayat (1) : “pelaku usaha dilarang menggunakan Posisi Dominan baik secara langsung maupun 
    tidak langsung untuk :
  • Menetapkan syarat – syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan /atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan /atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas
  • Membatasi pasar dan pengembangan teknologi
  • Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
b. Pasal 25 ayat (2) : “pelaku usaha yang memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
  • Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar 1 jenis barang atau jasa tertentu.
  • Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Posisi Dominan karena jabatan rangkap
Praktik Monopoli dan/ atau Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat terjadi disebabkan oleh adanya Posisi Dominan.

Dalam Undang – Undang Antimonopoli, dilarang adanya jabatan rangkap dari seorang direksi atau komisaris suatu perusahaan. Larangan mengenai jabatan rangkap ini diatur dalam Pasal 26 Undang – Undang Antimonopoli yang berisi : 

“Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan – perusahaan tersebut :
  • berada dalam pasar bersangkutan yang sama,
  • memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan/ atau jenis usaha, atau perusahaan – perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran.
  • secara bersama dapat , menguasai pangsa pasar barang dan/ atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi Dominan karena pemilikan saham mayoritas
Kepemilikan saham seseorang di suatu perusahaan juga membuka peluang terjadinya Posisi Dominan yang dapat menimbulkan praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

Larangan posisi dominan karena pemilikan saham diatur dalam Pasal 27 Undang – Undang No.5 Tahun 1999 yang menyatakan :

“Pelaku Usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :
  • Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
  • Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
4. Posisi Dominan karena pengambilalihan
Penggabungan atau peleburan suatu badan usaha itu dilarang dalam Undang – Undang Antimonopoli apabila dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

Ketentuan dalam Undang – Undang Antimonopoli yang melarang perbuatan tersebut adalah Pasal 28 dan Pasal 29 Undang – Undang No.5 Tahun 1999.

Pasal 28 ayat (1) :
“pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat”

Pasal 28 ayat (2) :
“pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat”

Pasal 28 ayat (3) :
“ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Yang dimaksud dengan badan usaha dalam ketentuan pasal 28 ayat (1) di atas adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum (mis perseroan terbatas) maupun bukan badan hukum, yang menjalankan satu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus – menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.

Selain Pasal 28, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan ini juga diatur dalam Pasal 29 Undang – Undang Antimonopoli.

Ketentuan Pasal 29 itu menyatakan :
Pasal 29 ayat (1) :
“panggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai asset dan/ atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada komisi, selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan dan oengambilalihan tersebut”.

Pasal 29 ayat (2) :
“ketentuan tentang penetapan nilai asset dan/ atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah”

Ketentuan tentang posisi dominan terutama yang berkaitan dengan penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilalihan (akuisisi) dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1), (2), dan (3) Undang – Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau Undang – Undang Antimonopoli sebagaimana diuraikan di atas adalah berkaitan dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1) Undang – Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Ketentuan Pasal 126 ayat (1) Undang – Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi :
“perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib memerhatikan kepentingan :
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan
b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Contoh Penyalahgunaan Posisi Dominan (abuse of dominant position)
Seorang pelaku usaha “x” adalah seorang pengusaha, si “x” memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit. Agar dapat menguasai pasar kelapa sawit, si “x” membeli semua pabrik pengolahan kelapa sawit di daerahnnya sehingga menyebabkan pengolahan minyak kelapa sawit menjadi produk hilir (siap pakai) dikuasai oleh pelaku usaha “x”. setelah pelaku usaha “x” menguasai semua pabrik pengolahan kelapa sawit, si “x” bisa melakukan penetapan dan diskriminasi harga pembelian TBS (tandan buah segar). Dalam hal ini, petani ataupun pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di daerahnya terpaksa harus menjual TBS dengan harga yang telah ditetapkan oleh si “x”, hal ini dikarenakan semua pabrik pengolahan kelapa sawit di daerahnya telah menjadi milik pelaku usaha “x”, begitu juga dengan produk hilir (barang siap pakai) di daerahnya yang dibuat dari minyak kelapa sawit. Penetapan harga, diskriminasi harga, kualitas produk dsb dikuasai oleh pelaku usaha “x” yang memiliki posisi dominan dalam pasar pengolahan kelapa sawit di daerahnya.

No comments:

Post a Comment