AGROWISATA SEBAGAI PARIWISATA ALTERNATIF I GUSTI BAGUS RAI UTAMA
I. Pendahuluan
“In simple terms, agritourism is the crossroads of tourism and agriculture: when the public visits farms, ranches or wineries to buy products, enjoy entertainment, participate in activities, eat a meal or spend the night”.
Dalam istilah sederhana, agritourism didefinisakan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman (www.farmstop.com)
“Agricultural tourism, or agri-tourism, is one alternative for improving the incomes and potential economic viability of small farms and rural communities”.
Sementara definisi lain mengatakan, agritourism adalah sebuah alternatif untuk meningkatkan pendapatan dan kelangsungan hidup, menggali potensi ekonomi petani kecil dan masyarakat pedesaan.
Di Indonesia, Agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya
Sutjipta (2001) mendefinisikan, agrowisata adalah sebuah sistem kegiatan yang terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata sekaligus pertanian, dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan, peningkatan kesajahteraan masyarakat petani.
Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005)
Antara ecotourism dan agritourism berpegang pada prinsif yang sama. Prinsif-prinsif tersebut, menurut Wood, 2000 (dalam Pitana, 2002) adalah sebagai berikut:
- Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.
- Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian.
- Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.
- Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, menejemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.
- Memberi penekanan pada kebutuhan zone pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.
- Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.
- Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi.
- Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.
- Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.
“People want an experience that's completely different from their daily lives. They want an escape from the stress of traffic jams, cell phones, office cubicles and carpooling! Parents want their children to know how food is grown or that milk actually comes from a cow (not the supermarket shelf!)”.
Di beberapa negara, agritourism bertumbuh sangat pesat dan menjadi alternatif terbaik bagi wisatawan, hal ini disebabkan, agritourism akan membawa seseorang mendapatkan pengalaman yang benar-benar berbeda dari rutinitas kesehariannya. Mereka ingin keluar dari kejenuhan, tekanan kemacetan lalulintas, telepon selular, suasana kantor dan hiruk pikuk keramaian. Orang tua ingin anak-anak mereka dapat mengetahui dari mana sebenarnya makanan itu berasal atau mengenalkan bahwa susu itu dari seekor sapi bukan rak supermarket.
Pada era ini, manusia di bumi hidupnya dipenuhi dengan kejenuhan, rutinitas dan segudang kesibukan. Untuk kedepan, prospek pengembangan agrowisata diperkirakan sangat cerah. Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.
Selanjutnya agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a) Agrowisata Ruang Terbuka Alami
Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.
b) Agrowisata Ruang Terbuka Buatan
Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
Agricultural Tourism Small Farm Center and Partners Launch Agricultural Tourism Project at http://www.sfc.ucdavis.edu/agritourism/agritour.html
Baldwin P. and Brodess D. 1993. Asia ’s New Age Travelers. Asia Travel Trade.
DAFTAR PUSTAKA
About Agritourism at http://www.farmstop.com/aboutagritourism.asp
Agenda 21, 1992, The Travel Tourism Industry; towards Environmentaly Sustainable Development, WTTC, WTO, The Earth Council.
Anonim. 2004. ”Potensi Agrowisata”. Pada http://lampungpost.com/berita.php?id=2004091006350721
Ariyanto. 2003. Ekonomi Pariwisata Jakarta: Pada http://www.geocities.com/ariyanto eks79/home.htm
Aryanto, Rudy. 2003. Environmental Marketing Pada Ekowisata Pesisir: Menggerakan Ekonomi Rakyat Daerah Otonom. P062024264 / S3 / PSL / IPB
Bapeda Bali. 1995. pada http://www.bapeda-bali.go.id
Bisnis Bali Online. 2003. pada http://balipost.com
Brahmantyo, dkk . 2001. “Potensi dan Peluang Usaha dalam Pengembangan Pariwisata Gunung Salak Endah”. Jakarta : LP3M STP Tri Sakti, Jurnal Ilmiah, Vol 5. No. 3 Maret 2001.
Deptan, 2005. “Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani” pada http://database.deptan.go.id
Erari, K.Ph, 1999. Tanah Kita Hidup Kita. Hubungan Manusia dan Tanah di Irian Jaya Sebagai Persoalan Teologis (Ekotologis Dalam Perspektif Malenesia).
Fandeli, Chafid. 2001. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. (Editorial) Yogyakarta : Liberty
Faulkner B. 1997. Tourism development in Indonesia : The “Big Picture” Perspective. Planning Sustainable Tourism. ITB. Bandung
Gunawan M.P. 1997. Tourism in Indonesia : Past, Present and Future. Planning Sustainable Tourism. ITB. Bandung
Jamieson, W. and Noble, A. 2000. A Manual for Community Tourism Destination Management. Canadian Universities Consortium Urban Environmental Management Project Training and Technology Transfer Program, Ca Lindberg, K. 1996. The Economic Impacts of Ecotourism. http://ecotour.csu.edu.au/ecotour/mar1.htm
Lindberg. K. 1991. Policies for Maximizing Nature Tourism Ecological and Economic Benefit. World Resources Institute
Lindberg K. dan Hawkins E.D, 1995. Ekoturisme : Petunjuk Untuk Perencanaan dan Pengelolaan. The Ecotourism Society. North Benington , Vermont .
LIPI. 2005. “Kebun Raya Bogor : Cikal Bakal Perpustakaan Indonesia ” pada http://www.lipi.go.id/www/www.cgi?cetak&1111211845
Lobo, R.E., Goldman G.E. and others. 1999. Agricultural Tourism: Agritourism Benefits Agriculture in San Diego County , California Agriculture, University of California .
Nugroho, K., dkk. 1993. Peta areal potensial untuk pengembangan pertanian lahan rawa lebak, rawa pasang surut, dan pantai. Proyek penelitian sumber daya lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
Pitana, I Gde. 2002. “Pengembangan Ekowisata di Bali”. Makalah Disampaikan pada Seminar Ekowisata di Auditorium Universitas Udayana pada tanggal 29 Juni 2002.
Rilla, E. 1999. Bring the City & County Together. California Coast and Ocean. Vol. 15, No. 2. 10p.
Rudy Aryanto. 2003. “Environmental Marketing Pada Ekowisata Pesisir: Menggerakan Ekonomi Rakyat Daerah Otonom”. Institut Pertanian Bogor : Program Pasca Sarjana / S3, Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Spillane, James.1994. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.
Sudibya, Bagus. 2002. “Pengembangan Ecotourism di Bali: Kasus Bagus Discovery Group”. Makalah disampaikan pada Ceramah Ecotourism di Kampus STIM-PPLP Dhyana Pura, Dalung, Kuta pada tanggal 14 Agustus 2002.
Sutjipta, I Nyoman. 2001. Agrowisata.Magister Manajemn Agribisnis:Universitas Udayana.(Diktat)
Syamsu dkk. 2001. “Penerapan Etika Perencanaan pada kawasan wisata, studi kasus di kawasan Agrowisata Salak Pondoh, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jakarta : LP3M STP Tri Sakti, Jurnal Ilmiah, Vol 5. No. 3 Maret 2001.
The International Ecotourism Society at http://www.ecotourism.org
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.24 No.1,2002 pada http://www.pustaka-deptan.go.id/publ/warta/w2419.htm
World Tourism Organization. 2000.Tourism Trends. Madrid
Promoting responsible travel. Missouri Department of Agriculture: Ag Business Development Division 1616 Missouri Boulevard . At www.sustainabletravelinternational.org
No comments:
Post a Comment