Wednesday, June 12, 2013

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENDALIAN FREKUENSI TURBIN UAP

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENDALIAN 
FREKUENSI TURBIN UAP 

Pembahasan
Kehidupan modern menuntut segala lapisan baik individu maupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan energi. Salah satu sumber energi yang yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan seharihari adalah listrik. Pada sistem tenaga listrik permintaan beban sering berubah-ubah besarnya. Hal ini menimbulkan perubahan parameter dari sistem. Salah satu parameter yang terpengaruh dengan adanya perubahan beban adalah parameter frekuensi. 

Perubahan frekuensi ini jika tidak segera ditanggulangi dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan-peralatan listrik yang peka terhadap perubahan frekuensi. Untuk mempertahankan frekuensi tetap konstan (50 Hz) diperlukan suatu sistem pengendalian yang mengatur putaran turbin agar tetap steady dengan jalan memperbesar atau memperkecil aliran steam yang masuk ke turbin sehingga diperoleh putaran kecepatan turbin yang konstan. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas, maka perlu dirumuskan bagaimana mengendalikan perubahan frekuensi yang ditimbulkan oleh naik turunnya beban yang mengakibatkan menurunnya kualitas tenaga listrik dan kerusakan pada peralatanperalatan pembangkit listrik. Dalam penelitian ini akan dilakukan perancangan system pengendalian turbin uap, di mana perancangan akan dilakukan pada Condensing Turbine, atau Turbin Kondensasi dengan satu siklus, di mana uap jenuh yang keluar dari turbin dikondensasikan dalam kondensor untuk selanjutnya akan dilakukan proses boiling di dalam boiler. 

Dalam melakukan perancangan sistem pengendalian, adanya vibrasi yang terjadi pada turbin diabaikan, sedangkan untuk pendekatan pada sistem, plant yang dimodelkan diasumsikan dalam kondisi ideal. 
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang sistem pengendalian frekuensi pada turbin uap dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan masukan pada industri yang menggunakan turbin uap dalam proses pembangkit listrik untuk keperluan proses maupun industri pembangkit listrik atau power plant, sehingga daya listrik yang dikeluarkan akan stabil. 

Karayaka, et. al, (2001) telah melakukan penelitian yang menghasilkan sebuah metode baru untuk mengestimasi dan memodelkan parameter rotorbody suatu turbin generator besar dari data gangguan online. Untuk setiap set data gangguan diperoleh dari kondisi operasi yang berbeda, dan parameter rotor body dari generator diestimasi menggunakan Output Error Method (OEM). Estimator berbasis Artificial Neural Network (JST) kemudian digunakan untuk memodelkan ke-nonlinier-an dalam mengestimasi parameter berdasar pada kondisi operasi generator. 

Turbin adalah mesin penggerak, di mana energy fluida kerja dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin. Bagian turbin yang berputar dinamai rotor atau roda turbin, sedangkan bagian yang tidak berputar dinamai stator atau rumah turbin. Roda turbin terletak di dalam rumah turbin dan memutar poros daya yang menggerakkan atau memutar bebannya (generator listrik). Di dalam turbin fluida kerja mengalami proses ekspansi yaitu proses penurunan tekanan, dan mengalir secara kontinu. 

Proses tenaga uap (Gambar 1) 
dimulai dari pompa pengisi ketel, (1) di sini air pengisi ketel yang kebanyakan dari air kondensat yang hangat dipompa masuk ke dalam ketel (2) dengan adanya pembakaran di dalam ketel, maka air akan mendidih. Kondisi uap yang dihasilkan pada umumnya berkisar antara 15 kg/cm2 dan 125o C untuk unit daya rendah, sampai 325 kg/cm2 dan 650o C untuk unit daya tinggi. Di dalam pemanas lanjut (3), suatu sistem pipa yang tersendiri terpisah dari ruang air yang terdapat di dalam ketel, uap kering dengan kondisi x=1 terus dipanaskan. Dengan demikian, temperatur uap naik melebihi temperatur didihnya. Uap panas lanjut ini dimasukkan ke turbin uap (4) sebagai uap baru (uap masuk). Dan uap ini mempunyai entalpi h1 (dapat dilihat pada diagram h-s). Di dalam turbin, uap tersebut akan berekspansi sesuai dengan perencanaan kondisi uap keluarnya (uap bekas). Dengan demikian akan terdapat suatu panas jatuh, selisih entalpi adalah h1-h2 

Uap bekas meninggalkan turbin, setelah sebagian tenaganya digunakan untuk bekerja di dalam saluran sudu-sudu, dan daya usaha uap itu oleh turbin diteruskan ke generator. Uap bekas turbin uap dengan entalpi h2 kebanyakan sudah tidak bisa dimanfaatkan 

lagi, uap bekas ini dimasukkan ke kondensator (5) dan di dalam kondensator uap mengalami pendinginan dan tekanan kerendahan (kurang dari 1 atm) sehingga uap mengembun menjadi air. Air kondensat yang keluar dari kondensator bisa dipakai untuk berproses lagi dengan dijadikan air pengisi ketel. Air kondensat yang keluar dari kondensor (5) dipompa memakai pompa kondensat (6) dimasukkan ke dalam reservoar air pengisi ketel dan dari sini dipompa memakai pompa air pengisi ketel (1) dimasukkan ke dalam ketel lagi, dengan demikian proses siklus (Clausius-Rankine-Proses) kembali diulang lagi. 

- Siklus Rankine 
Siklus ideal dari suatu sistem turbin uap sederhana adalah siklus Rankine. Siklus Rankine dapat digambarkan pada diagram T vs S seperti terlihat pada Gambar 2. 

S (entropi) 
Daerah di bawah garis lengkung k-K-k’ pada diagram T – S merupakan daerah campuran fasa cair dan uap. Uap di dalam daerah tersebut biasanya juga dinamakan basah. Garis k – K dinamai garis cair (jenuh), di mana pada dan sebelah garis kiri tersebut air ada dalam fasa cair. Sedangkan garis k – K’ dinamai garis uap jenuh, di mana pada dan sebelah kanan garis tersebut air ada dalam fasa uap (gas). 

Uap di dalam daerah tersebut terakhir biasanya dinamai uap kering. Titik K dinamai titik kritis, di mana temperatur dan tekanan pada titik tersebut berturut-turut dinamai temperatur kritis dan tekanan kritis. Pada titik kritis keadaan cair jenuh dan uap jenuh adalah identik. Untuk air tekanan kritisnya Pc= 218, 3 atm (= 3206,2 psia) dan temperature kritisnya Tc = 374,2 o C ( = 705,4 o F). Pada tekanan lebih tinggi dari Pc tidak dapat diketahui dengan pasti bilamana dan di mana terjadi perubahan dari fasa cair ke fasa uap. Tetapi dalam hal tersebut biasanya dikatakan bahwa air ada dalam fasa cair apabila temperaturnya di bawah Tc dan ada dalam fasa uap apabila temperaturnya lebih tinggi daripada Tc . 

Siklus Rankine terdiri dari beberapa proses sebagai berikut: 
1 ke 2 Proses pemompaan isentropis, di dalam pompa. 
2 ke 2’ ke 3 Proses pemasukan kalor atau pemanasan pada tekanan konstan di dalam ketel. 
3 ke 4 Proses ekspansi isentropik di dalam turbin atau mesin uap lainnya. 
4 ke 1 Proses pengeluaran kalor atau pengembunan pada tekanan konstan, di dalam kondensator. 

Kondisi uap yang keluar dari turbin (titik 4’) ada di dalam daerah campuran cair-uap (uap basah). Namun demikian hendaknya diusahakan agar kadar airnya tidak terlampau tinggi. 

Hal ini perlu diperhatikan karena apabila kadar air dari uap di dalam tingkat tekanan rendah dari turbin melampaui ± 12 persen, maka selain efisiensi turbin berkurang juga 

menyebabkan erosi pada sudu. Salah satu usaha untuk menaikkan efisiensi turbin adalah dengan jalan menaikkan tekanan uap dan pemanasan ulang. Dengan pemanasan ulang bukan saja dapat diperoleh efisiensi yang lebih baik, tetapi juga merupakan usaha untuk menghindari terjadinya uap keluar turbin dengan kadar air yang terlampau tinggi. 

Jaringan Syaraf Tiruan (Fausett dan Laurent, 1994) 
Arificial Neural Network (ANN) atau jaringan syaraf tiruan merupakan sebuah bentuk system pengolahan informasi yang diinspirasikan dari jaringan syaraf biologis, sehingga dalam membuat konfigurasi dan algoritma jaringan syaraf tiruan, para peneliti biasanya berpikir tentang organisasi otak manusia. 

Para perancang algoritma harus mempelajari dulu bagaimana sel syaraf manusia bekerja atau bagaimana struktur otak menghasilkan fungsi-fungsi yang berguna antara lain tentang fungsi belajar, kemampuan pengorganisasian diri, memori asosiatif dan sebagainya. 

Antara tujuh hingga ratusan kelas Neuron yang berbeda telah ditemukan pada manusia. Jaringan itu ada yang berukuran sangat kecil (microscopic) tetapi ada yang sepanjang 3 meter seperti yang ada di lengan manusia. Setiap neuron tersusun atas 4 bagian 

penting dalam melakukan fungsinya yaitu: Denrit merupakan bagian paling ujung yang berfungsi sebagai penerima masukan sinyal, soma bagian setelah Denrit ber-fungsi sebagai pengumpul sinyal masukan untuk dilakukan pemilihan proses aktif, akson untuk merubah dari hasil soma menjadi sebuah sinyal keluaran dan sinapsis adalah bagian yang mentransmisikan sinyal keluaran tersebut ke sel syaraf lainnya. Hubungan dari 4 komponen di atas digambarkan pada Gambar 3. 
Gambar 3 Sebuah Sel Syaraf Dengan Komponen Penyusunnya (Fausett, 1994) 

Proses yang dilakukan oleh setiap neuron adalah akibat adanya perubahan keadaan hubungan antar neuron yang tersusun dari interkoneksi secara ekstrim dengan jumlah yang sangat besar dari setiap proses sederhana. Interaksi dengan neuron lainnya adalah dengan pertukaran sinyal. Transmisi sinyal listrik dari suatu neuron ke neuron lain dipengaruhi oleh neurotransmitter, suatu senyawa kimiawi yang dilepaskan dari neuron pertama dan diterima oleh neuron berikutnya. Hubungan ini dikenal dengan sinapsis. 

Suatu sistem syaraf tiruan atau jaringan syaraf tiruan adalah suatu struktur pemrosesan informasi yang pararel yang terdistribusi dalam bentuk graph terarah dengan definisi dan aturan sebagai berikut: 
Simpul dari graph disebut sebagai elemen pemroses (processing element) atau satuan pemroses (processing unit) atau satuan (unit) saja. 
Sambungan pada graph disebut hubungan (connection). Setiap hubungan berfungsi sebagai sebuah jalur konduksi satu arah yang melewatkan sinyal tanpa penundaan. 
Setiap elemen pemroses dapat menerima banyak hubungan ke dalam yang disebut hubungan masukan 
Setiap elemen pemroses dapat mempunyai banyak hubungan keluar, tetapi sinyal-sinyal dalam hubungan tersebut harus sama. Sebagai akibatnya, setiap elemen pemroses mempunyai sebuah hubungan keluar tunggal yang bercabang menjadi banyak hubungan keluar yang masingmasing membawa salinan (copy) dari sinyal yang dibawa oleh hubungan keluar tunggal tadi. 
Satuan pemroses dapat mempunyai memori local (lokal memory). 
Setiap satuan pemroses mempunyai sebuah fungsi transfer yang dapat menggunakan dan mengubah isi memori lokal, memakai sinyal masukan dan memproduksi sinyal keluaran dari elemen pemroses tersebut. Dengan kata lain, masukan dari fungsi transfer yang diperbolehkan adalah nilai yang tersimpan pada memori local dan sinyal masukan elemen pemroses pada waktu perhitungan fungsi transfer dilakukan. Keluaran fungsi tranfer yang diperbolehkan adalah nilai yang akan disimpan dalam memori setempat dan sinyal keluaran dari satuan pemroses. 
Sinyal masukan dari luar sistem saraf tiruan yang menuju sistem tersebut datang dari hubunganhubungan yang berasal dari dunia luar sistem. Sinyal keluaran dari sistem ke dunia luar system merupakan hubungan-hubungan yang meninggalkan sistem. Penjelasan diatas dapat digambarkan padaGambar 4. 
Gambar 4 Diagram Blok Fungsional Sel Syaraf (Fausett, 1994) 

Struktur JST dibagi menjadi 2 fase yaitu: 
Fase Maju (feedforward) yaitu jika arus informasi menjalar maju dan tidak member umpan balik keluaran JST ke input Jaringan. 
Fase mundur (backforward) yaitu jika melibatkan umpan balik keluaran Jaringan ke input jaringan serta tidak hanya merespon input tetapi juga merespon keluaran jaringan yang diumpankan ke input jaringan 
Ciri utama dari JST adalah kemampuannya dalam belajar. Belajar pada JST dapat diartikan sebagai sebagai proses penyesuaian parameter yang dimilikinya (bobot-bobot interkoneksi). Suatu keluaran yang diinginkan tergantung pada harga bobot-bobot interkoneksi yang dimiliki tiap-tiap sel. 

Proses belajar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu belajar dengan pengawasan (Supervised Learning) dan belajar tanpa pengawasan (Unsupervised Learning). Proses belajar dengan pengawasan memerlukan keluaran yang diinginkan sebagai dasar pengubahan bobot. Sedangkan proses belajar tanpa pengawasan, JST akan mengubah bobot-bobot dengan sendirinya, sebagai tanggapan atas masukan anpa keluaran acuan. 

Pada dasarnya back propagation terdiri tiga atau lebih lapisan (multilayer). Arsitektur multilayer untuk jaringan back propagation ditunjukkan dalam Gambar 5. Pada gambar tersebut jaringan memiliki satu hidden layer (unit z). Unit lapisan bawah adalah 

lapisan input (input layer) yang merupakan satusatunya unit dalam jaringan yang menerima input dari luar. Lapisan tengah adalah hiden layer yang menghubungkan input dengan output layer. Hidden layer ini dapat berjumlah satu atau lebih lapisan. 

Sedangkan lapisan atas adalah output layer. Unit output (unit y) dan unit hidden memiliki bias. Bias pada unit output yk dinotasikan dengan wok dan bias pada unit hidden zj dinotasikan sebagai voj. Biasbias ini berperilaku sama seperti bobot-bobot pada koneksi dengan output selalu 1. Lapisan paling atas adalah lapisan output (output layer). Pada Gambar 5 hanya digambarkan arah fase feedforward. Arah fase belajar pada back propagation adalah sinyal yang dikirim dengan arah kebalikannya. 
Gambar 5 Arsitektur Multilayer Jaringan Back Propagation (Fausett, 1994) 

Dalam back propagation, fungsi aktivasi yang paling sering digunakan adalah fungsi binary sigmoid dan fungsi bipolar sigmoid. Fungsi binary sigmoid memiliki range (0,1) dan didefinisikan sebagai 
f x = + f x − f x 

Fungsi aktifasi lain yang sering digunakan adalah fungsi bipolar sigmoid yang memiliki range (-1, 1) 
Algoritma Belajar Jaringan Back Propagation 
Jaringan Back Propagation menggunakan kaidah belajar supervised learning karena dalam berlangsungnya proses belajar digunakan output acuan. Jaringan yang dilatih berisi pola xi dan pola keluaran yk. Hasil pada output layer merupakan tanggapan jaringan terhadap informasi yang masuk. 

Jika antara output jaringan dengan output yang diinginkan masih terdapat perbedaan, maka bobot koneksi akan dipropagasi balik hingga perbedaan output jaringan dengan output acuan menjadi seminimal mungkin. 

Pada Gambar 5, input vektor x = (x1……xi……xn) dimasukkan dalam input layer jaringan. Unit input mendistribusikan nilainya pada unit-unit hidden layer, sehingga masukan pada hidden layer yang ke-j adalah: inj oj i ij z = v + Σ x v − (5) 

Keterangan: 
vij   = bobot antara unit input ke-I dengan unit hidden ke-j 
voj  = bobot awal bias net masukan pada hidden layer ini (z_in j) dikalikan dengan fungsi aktifasi f untuk 
         mendapatkan output 

METODE 
Deskripsi Proses 
Secara umum proses produksi listrik di PLTU digambarkan pada Gambar 6. Uap air yang berasal dari boiler akan akan melewati control valve. Control valve membuka dan menutup sesuai dengan beban pada generator. Steam melewati Control valve selanjutnya digunakan untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator. Setelah melewati turbin, uap, air akan dikondensasikan di kondenser dan air hasil kondensasi akan dipompakan ke dalam boiler dan dipanaskan kembali. Hal ini berlangsung secara terus menerus. 
Gambar 6 Proses Produksi Listrik di PLTU (Nagrath, 1989) 

Perancangan Pengendali JST Perancangan JST plant 
Perancangan JST plant dilakukan dengan urutan sebagai berikut: 
Mengumpulkan data-data input dan output dari plant Dari data tersebut kita lakukan perancangan JST plant dengan melakukan pelatihan untuk mendapatkan nilai bobot dan bias tertentu 
Pemilihan ukuran JST plant dengan menentukan jumlah layer, jumlah node tiap layer dan fungsi aktivasi tiap node. 

Ukuran JST yang mendekati plant adalah: 
1 input layer yang terdiri dari 2 node. 
1 hidden layer yang terdiri dari 66 node dengan fungsi aktivasi sigmoid. 
1 output layer yang terdiri dari 1 node dengan fungsi fungsi sigmoid 

Berikut ini adalah skema dari struktur JST plant. 
Gambar 7 Skema Struktur JST Plant 

Pelatihan JST plant 
Setelah struktur JST plant didapat, maka dilakukan proses pendidentifikasian plant atau lebih dikenal dengan pelatihan plant JST yang bertujuan mencari nilai bobot dan bias yang sesuai dengan plant sesungguhnya. Nilai bobot dan bias ini dipengaruhi oleh nilai momentum dan learning rate yang diubah-ubah sampai mendapat nilai bobot dan bias yang paling sesuai dengan plant. 

Perancangan JST kontroller 
Setelah mendapatkan model JST plant dilakukan perancangan JST kontroller dengan direct adaptive control. Pada JST kontroller terdapat error yang merupakan selisih antara output JST plant dan real plant. Error inilah yang akan dikurangi dengan mengubah nilai bobot dan biasnya. Mengubah nilai bobot dan bias dilakukan dengan pelatihan baik secara offline maupun secara online. 

Perancangan JST kontroller terdiri dari: 
Penentuan ukuran JST kontroller dengan menentukan input layer, hidden layer dan output layer. 

Ukuran JST kontroller yang paling sesuai adalah: 
1 input layer yang terdiri dari 1 node. 
1 hidden layer yang terdiri dari 45 node dengan fungsi aktivasi sigmoid. 
1 output layer yang terdiri dari 2 node dengan fungsi aktivasi sigmoid. 
Gambar 8 menunjukkan skema JST controller input-output. 

Jika pada pelatihan JST plant input-nya adalah laju aliran steam dan temperature dan targetnya adalah frekuensi. Sedangkan pada pelatihan offline adalah kebalikannya. 

Pelatihan online JST kontroller 
Tahap terakhir dari perancangan ini adalah pelatihan online JST kontroller dengan menggunakan nilai bobot dan bias awal yang berasal dari pelatihan offline. Struktur JST pada pelatihan online ini adalah gabungan struktur JST plant dan JST kontroller. 

Pada saat pelatihan online, dimulai tahap pemakaian kontroller JST pada plant, yang sebelumnya masih tahap pembelajaran. Dalam tahap ini, hanya me-load bobot dan bias hasil dari tahap pembelajaran Identifikasi JST Plant dan pembelajaran Offline. Hasil dari pelatihan online ini adalah nilai bobot dan bias akhir yang digunakan pada tracking setpoint atau perubahan setpoint. Dari sinilah kita akan mengetahui performansi system pengendalian frekuensi berbasis JST yang telah dirancang. 

KESIMPULAN 
Telah dilakukan perancangan sistem pengendalian frekuensi pada turbin uap dengan menggunakan aplikasi jaringan syaraf tiruan, dengan spesifikasi: 
Konfigurasi atau struktur plant yang optimum adalah 2 node lapisan input, 66 node hidden layer dan 1 node lapisan output. Error yang didapatkan adalah 4,9992 x 10-7 selama 829 epoch/ iterasi untuk parameter pelatihan learning rate 0,1 dan momentum 0,9. 
Konfigurasi kontroller offline JST yang optimum adalah 1 node lapisan input, 45 hidden layer dan 2 node output layer. Error yang didapatkan adalah 0,000899759 selama 463 epoch/iterasi untuk parameter pelatihan learning rate 0,5 dan momentum 0,9. 
Pelatihan online dengan menggunakan data JST dengan parameter learning rate 0,9 dan momentum 0,9. Error yang didapat adalah 0,000899902

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. kita juga punya nih artikel mengenai 'Jaringan Syaraf Tiruan', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2963/1/Artikel_50403683.pdf
    trimakasih
    semoga bermanfaat

    ReplyDelete