2.1 Asuransi
2.1.1 Pengertian Asuransi
1. Definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang perasuransian bab 1, pasal 1:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberika penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya hidup seseorang yang dipertanggungkan"
2. Definisi asuransi menurut kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal
246 merumuskan bahwa:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan suatu pergantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu peristiwa tak menentu”
Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur yaitu:
- Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur.
- Pihak penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur k menetu
- Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tak diketahui sebelumnya)
- Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu
2.1.2 Bidang Usaha Perasuransian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 bab 2 pasal 2, usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang:
- Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi dengan memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
- Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelanggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.
2.1.3 Jenis Usaha Perasuransian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 bab 3 pasal 3, jenis usaha perasuransian meliputi :
- Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti
- Usaha asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
- Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa.
2.1.4 Ruang Lingkup Usaha Perasuransian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 bab 4 pasal 4, ruang lingkup usaha perasuransian adalah :
- Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelanggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termaksud reasuransi.
- Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha annuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku
- Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang
2.1.5 Asuransi Jiwa
Pada hakekatnya asuransi jiwa merupakan bentuk kerja sama antara orang- orang yang menghindar atau minimal menghindari resiko yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi namun tidak mustahil untuk terjadi). Kerja sama mana yang dikoordinasi oleh perusahaan asuransi, yang bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large number), yang menyebarkan resiko pada orang-orang yang mau bekerja sama. Yang termaksud dalam program asuransi jiwa seperti asuransi pendidikan pensiun, investasi plus asuransi, tahapan dan kesehatan.
2.2 Brand
The American Marketing Association(AMA) mendefinisikan brand sebagai nama, ekspresi, tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari semuanya, yang digunakan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaingnya.
Proses pemberian / menambahkan suatu produk barang atau jasa dengan kekuatan dari suatu brand dikenal dengan istilah branding.
Brand adalah sebuah simbol yang kompleks yang mengandung enam arti, yaitu:
1. Atribut (Attributes)
Sebuah merek dapat memberikan gambaran kepada konsumen mengenai atribut yang terdapat di dalam merek itu sendiri. Contoh: berkualitas, elegan, tahan lama.
2. Manfaat (Benefit)
Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berkualitas dapat diasumsikan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan-bahan yang bermutu tinggi dibandingkan dengan produk pesaingnya.
3. Nilai (Value)
Sebuah merek dapat turut serta memberikan nilai lebih bagi produsennya. Contoh: mobil bermerek Mercedes selalu identik dengan mobil yang berperforma tinggi, aman, dan prestisius.
4. Budaya (Culture)
Sebuah merek dapat turut mencerminkan budaya tertentu. Contoh: mobil Mercedes mewakili kebudayaan negara Jerman, seperti terorganisir, efisien, dan berkualitas tinggi.
5. Personal (Personality)
Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya. Contoh: mobil Mercedes dapat menggambarkan pemiliknya sebagai “no- nonsense boss”.
6. Pemakai (User)
Sebuah merek dapat memberikan sekilas gambaran tentang jenis konsumen yang membeli ataupun menggunakan produk tersebut. Contoh: mobil Mercedes sesuai untuk jenis konsumen yang sudah matang/mapan, baik dari segi usia maupun pekerjaan, misalnya top eksekutif yang berusia 55 tahun bukan sekretaris yang berusia 20 tahun.
Terdapat tiga pendekatan riset yang sering digunakan untuk mendapatkan pengertian merek, yaitu:
1. Asosiasi kata (Word Associations)
Dapat ditanyakan kepada konsumen, apa yang terlintas dalam benaknya pertama kali mendengar sebuah nama / merek.
2. Perlambangan dari sebuah merek (Personifying the Brand)
Dapat ditanyakan kepada konsumen untuk menjelaskan manusia, hewan atau benda seperti apa yang terlintas ketika sebuah merek disebutkan.
3. Melangkah lebih tinggi untuk mencari intisari dari merek tersebut
(Laddering up to find the brand essence) Intisari dari sebuah merek berhubungan dengan kedalaman, tujuan yang lebih abstrak dari konsumen yang mengharapkan kepuasan dari merek tersebut. Mereka akan membantu para pemasar untuk mengetahui motivasi dari konsumen ketika memilih merek tersebut.
David Aaker membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap sebuah merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain:
1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena alasan harga. Tidak ada
kesetiaan terhadap merek tersebut.
2. Konsumen puas dan tidak mempunyai alasan untuk mengganti merek lain.
3. Konsumen puas dan akan mengeluarkan biaya dengan mengganti merek lain.
4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman.
5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa konsumen memilih dan menggunakan sebuah produk atau jasa dari merek tertentu, yaitu :
1. Benefits and Promises (keuntungan dan janji)
Konsumen memilih atau menggunakan merek karena merek tersebut menawarkan beberapa keuntungan dan menjanjikan.
2. Norms and values (norma dan nilai)
Norma dan nilai akan mempengaruhi konsumen dalam menggunakan suatu produk. Suatu nilai juga akan mempengaruhi kesetiaan konsumen dalam menggunakan sebuah merek. Konsumen memilih atau menggunakan merek, karena sesuai dengan norma dan nilai yang mereka anut serta dapat menimbulkan kepuasan serta kebanggaan tersendiri apabila mereka menggunakan suatu produk atau jasa tertentu.
3. Perception and Programs
Sebuah persepsi akan sangat berpengaruh terhadap apa yang ada di pikiran konsumen. Apabila suatu produk terlalu rumit dan abstrak, maka akan sulit sekali bagi konsumen untuk memilih dan menggunakan produk atau jasa tertentu.
4. Identify and Self-expression
Konsumen memilih dan menggunakan sebuah merek karena dapat mengekspresikan karakter, kepribadian, dan identitas mereka.
5. Emotion and Love
Konsumen memilih dan menggunakan sebuah merek karena mereka suka (cinta) akan produk dan jasa yang ditawarkan.
2.3 Brand equity
Menurut David Aaker, brand equity adalah kombinasi aset yang dapat dilihat baik dari sisi perusahaan maupun sisi customer, dengan kata lain brand equity adalah kombinasi dari respon customer dan keuntungan (benefit).
Menurut Keller, K. L., customer-based brand equity terjadi ketika konsumen memiliki tingkat awareness dan familiarity yang tinggi pada suatu brand dan memiliki brand associations yang kuat, disukai, dan unik di ingatan mereka. Ada dua elemen yang terkandung dalam brand equity, yakni brand awareness dan brand image / brand associations. Terdapat beberapa tools dalam mengukur brand equity diantaranya ialah : CBBE, Brand Asset valuator, AAKER, Model dan Branz. Untuk penelitian thesis ini kami menggunakan tools CBBE.
2.3.1 Brand awareness
Brand awareness terdiri dari brand recognition dan brand recall performance. Brand recognition terkait pada kemampuan konsumen dalam menanggapi suatu brand ketika diberikan petunjuk. Sedangkan brand recall berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengingat kembali suatu brand ketika diberikan petunjuk berupa kategori produk, kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh suatu kategori produk, atau situasi pembelian atau pemakaian.
Informasi mengenai tingkatan brand awareness dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Tingkatan dari piramida kesadaran merek dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
1. Puncak pikiran (Top of mind)
Top of mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh konsumen atau pertama kali disebut ketika konsumen ditanya tentang suatu produk tertentu. Top of mind menggunakan single respond questions yang artinya konsumen hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini.
2. Pengingatan kembali terhadap merek (Brand recall)
Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingatan kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh konsumen setelah konsumen menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya konsumen memberikan jawaban tanpa dibantu.
3. Pengenalan merek (Brand recognition)
Yang dimaksud dengan brand recognition adalah pengenalan merek dimana tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek diukur dengan diberikan bantuan dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk tersebut. Pertanyaan diajukan untuk mengetahui berapa banyak konsumen yang perlu diingatkan tentang keberadaan merek tersebut.
4. Tidak menyadari merek (Unaware of brand)
Yang dimaksud dengan unaware of brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
Karena konsumen setiap harinya terus-menerus dihadapkan pada pesan pemasaran (marketing messages) dari berbagai macam produk dan jasa, maka tantangan agar suatu brand terus dikenal harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Dua faktor yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam menghadapi tantangan ini adalah dengan cara:
1. Mengeluarkan dan memberikan semua sumber daya yang dimiliki suatu perusahaan agar dapat menciptakan suatu tingkat kesadaran, misalnya basis penjualan secara luas. Ini adalah sesuatu hal yang mahal dan jarang terjadi apabila mendukung suatu merek dengan unit penjualan yang sangat kecil.
2. Untuk beberapa waktu yang akan datang, suatu perusahaan akan lebih berpengalaman dan menggunakan beberapa media channel seperti event promotion, sponsorship, publisitas, sampling, serta beberapa pendekatan lainnya, yang merupakan cara yang paling sukses dilakukan untuk membangun sebuah kesadaran merek.
2.3.2 Brand Image
Menurut Keller, sebuah brand image yang positif dibuat oleh program pemasaran yang menghubungkan suatu asosiasi brand yang kuat, disukai dan unik di dalam benak konsumen. Definisi dari customer-based brand equity tidak membedakan antara sumber dari brand associaton dan cara / pola mereka terbentuk; semuanya penting dalam menciptakan kekuatan, kebaikan dan keunikan dari brand association tersebut. Aktivis pemasaran harus mengenali pengaruh dari sumber- sumber informasi lain dengan mengatur sebaik mungkin dan mempertimbangkannya dalam merancang strategi komunikasi mereka.
Program komunikasi pemasaran mencoba untuk menciptakan brand associations yang kuat dan mengawasi efek komunikasi melalui beberapa alat yang digunakan, seperti menggunakan komunikasi-komunikasi kreatif yang menyebabkan konsumen memperoleh informasi tentang brand yang terperinci dan mengkaitkannya secara benar pada pengetahuan yang ada, mengkomunikasikan konsumen secara berulang-ulang, dan meyakinkan bahwa banyak petunjuk sebagai pengingat.
Faktor kebaikan / favorability konsumen terhadap suatu brand association juga perlu dikelola. Tingkat keinginan dari konsumen tergantung pada:
1. Seberapa relevan brand association bagi konsumen
2. Seberapa bedanya brand association tersebut dari pesaingnya.
3. Seberapa dapat dipercaya brand association tersebut.
Inti dari brand positioning adalah bahwa suatu brand memiliki keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan atau “unique selling proposition” yang memberikan konsumen sebuah alasan yang menarik untuk membelinya.
Brand loyalty (kesetiaan terhadap sebuah merek) adalah termasuk dalam konseptualisasi dari brand equity (kewajaran merek). Ada dua alasan mengapa brand loyalty termasuk dalam konsep brand equity yaitu: pertama, nilai merek (brand value)
Sebuah perusahaan dibentuk dari kesetiaan para konsumennya. Kedua, kesetiaan (loyalty) merupakan aset yang mendorong sebuah loyalty-building programs (program pembangun kesetiaan) yang membantu menciptakan serta memperkuat brand equity.
Pada kenyataannya, sebuah brand / merek tanpa adanya kesetiaan dari para konsumennya adalah sangat mudah dihancurkan dan akhirnya merek tersebut hilang dengan sendirinya. Fokus pada segmentasi kesetiaan (loyalty segmentation) akan menciptakan suatu strategi dan taktik tersendiri untuk membangun sebuah merek yang kuat. Suatu pasar biasanya dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu : non customer, price switchers (sensitif terhadap harga), passively loyal ( seseorang yang membeli karena sebuah kebiasaan dan bukan karena suatu alasan), fence sitters ( seseorang yang biasa menggunakan dua merek atau lebih) serta the commited ( seseorang yang terikat pada sebuah merek saja).
Tantangan dengan adanya beberapa kelompok konsumen tersebut adalah untuk meningkatkan jumlah konsumen yang tidak sensitif terhadap harga dan konsumen yang terikat pada satu merek saja, serta konsumen yang bersedia membayar lebih untuk menggunakan sebuah merek atau service.
No comments:
Post a Comment