Monday, June 17, 2013

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KRISIS PERUSAHAAN NISSAN

CONTOH KASUS 
PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KRISIS PERUSAHAAN NISSAN 

Persaingan selalu menghasilkan pihak yang menang dengan pihak yang kalah. Perusahaan yang mampu meraih keunggulan kompetitif, maka perusahaan itulah yang keluar sebagai pemenang. Bagaimana dengan perusahaan yang kalah bersaing? Hanya ada dua pilihan, yaitu gugur dalam persaingan bisnis atau berubah, seperti ungkapan yang terkenal “Dead or Change!” Di sinilah letak peran penting seorang pemimpin. Mau dibawa berlabuh ke manakah perusahaan itu? Arah tujuan kapal tergantung oleh kapten kapal, begitu pula arah dan strategi perusahaan yang sangat tergantung peran kepemimpinan untuk mencapai tujuannya. 

Peran kepemimpinan dalam kondisi krisis perusahaan dapat dilihat dari kegigihan Nissan keluar dari jurang kegagalan. Pada tahun 1998, tanda-tanda jatuhnya perusahaan otomotif raksasa Jepang itu semakin Nampak jelas. Para petinggi Nissan sudah tidak berdaya menghadapi persaingan bisnis saat itu, ditambah lagi timbunan hutang yang menggunung sekitar puluhan miliar US Dollar. Ketika kondisi darurat seperti itu, dewi fortuna masih berpihak pada Nissan. Perusahaan otomotif dari Perancis, Renault sepakat membeli 37 persen saham Nissan dengan satu syarat yaitu menempatkan salah satu utusannya sebagai CEO di Nissan. Dialah Carlos Ghosn, tokoh dibalik revolusi Nissan menggebrak kembali pasar global. 

Setibanya di Jepang, Ghosn segera menentukan langkah kunci yang terdiri dari tiga langkah. Langkah awal Ghosn ialah membangun kepercayaan bangkit untuk berubah pada setiap pekerja di saat darurat itu. Laporan-laporan menunjukkan fakta bahwa Nissan telah benar-benar berada di puncak kegagalan. Tidak ada jalan lain lagi bagi Nissan selain bangkit untuk berubah. Perubahan yang dilakukan harus berdasarkan visi ke depan untuk menembus pasar global masa depan, serta penerapan yang tegas atas strategi-strategi perusahaan yang telah disusun. 

Langkah kedua, Ghosn menyusun dua strategi dalam suatu rencana yang dia sebut Nissan Recovery Plan. Strategi pertama yaitu segera melakukan revitalisasi produk-produk baru Nissan. Proses pengembangan produk-produk baru harus dipercepat. Untuk menjalankan strategi itu, Nissan merekrut Shiro Nakamura, desainer mobil ternama di Jepang. Di sisi lain, strategi kedua yaitu melakukan efisiensi biaya sebesar-besarnya. Menutup pabrik-pabrik operasional yang dianggap kurang begitu mendesak, dan pengalihan operasional untuk lebih terfokus pada operasional sentral. 

Langkah ketiga Ghosn untuk menyempurnakan tahapan strateginya ialah membentuk tim inti yang langsung dipimpin olehnya. Tugas tim inti sangan jelas dan tegas, yaitu memastikan bahwa Recovery Plan dapat diimplementasikan secara optimal. Bagaimana pun sempurnanya rencana yang disusun harus disertai implementasi yang tegas. Di sini letak vital peran Ghosn untuk kembali mengangkat kebesaran Nissan di pasar otomotif global. 

Kerja keras dalam misi yang hampir mustahil itu berbuah manis pada tahun 2001 dan tahun-tahun berikutnya. Sang raksasa telah bangkit dengan menunjukkan prestasi demi prestasi. Tahun 2005 produk andalannya Nissan X-Trail melenggang menjadi primadona di pasar otomotif global. Diikuti Nissan Grand Livina yang juga booming pada tahun 2007. Dibalik kesuksesan demi kesuksesan Nissan, ialah peran Charles Ghosn yang membawa Nissan keluar dari jurang kebangkrutan. Kepemimpinan yang dimiliki dengan keyakinan penuh menghadapi situasi krisis mampu mendorong kinerja optimal setiap pekerjanya untuk mencapai visi Nissan yang besar dengan implementasi yang tegas. Itulah peran kepemimpinan Carlos Ghosn dalam drama heroik untuk kembali mengibarkan kejayaan Nissan di pentas global. 

Jadi Peran kepemimpinan sangat vital dalam strategi perusahaan menghadapi masa krisis, dengan visi ke depan sebagai arah perusahaan disertai penerapan yang tegas untuk kembali meraih keunggulan bisnis.

No comments:

Post a Comment