Thursday, July 11, 2013

Hukum Perikanan Indonesia

A. Hukum Perikanan Indonesia
1. Usaha perikanan sifatnya kompleks, pengaturan secara keseluruhan akan memberikan dampak positip terhadap perkembangan usaha perikanan itu sendiri. Pendapat Beverton dalam Firial M dan Ian R.Smith (1987); bahwa mortalitas pada perikanan tangkap misalnya; secara fungsional berhubungan dengan jumlah satuan penangkapan,kemampuan menangkap, jumlah waktu penangkapan dan tersebarnya aktivitas penangkapan didaerah perikanan (fishing ground) pada musim tertentu. 

2. Menurut Anthony Scott maksud, tujuan dan manfaat pengaturan perikanan adalah untuk : (1) memberi dorongan usaha berhubungan dengan pelestarian sumber daya ikan. (2) peningkatan kualitas atau kuantitas hasil produksi ikan, (3) pemerataan usaha, melindungi yang lemah atau kelompok tertentu.(4) mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal serta meningkatkan alokasi sumber daya supaya menjadi lebih berdaya guna

3. Zaman Hindia Belanda Perkembangan hukum perikanan Indonesia diawali sejak yang diatur dengan Ordonansi Belanda tetapi dalam bentuk hukum perikanan yang tidak menyatu; misal ada (1) Algemeene regelen voor het visschen naar Parelschelpen, Parelmoerschelpen, Teripang en Sponsen binnen de afstand van niet meer dan dire Engelsche zeemijien van de kusten van Nederlandsch Indie (Staatsblad Tahun 1816 Nomor 157) - Undang-Undang tentang Perikanan Mutiara dan Bunga Karang; (2) Visscherij Bepalingen ter Bescherming van den Vischsstand (Staatsblad Tahun 1920 Nomor 396) - Undang Undang Perikanan Untuk Melindungi Ikan; (3) Algemeene Begeling voor de Visscherij binnen het zeegebied van Nederlandsch Indie (Staasblad Tahun 1927 Nomor 144) - Undang Undang Perikanan Pantai;

4. Dalam era kemerdekaan ordonansi Belanda masih diberlakukan karena belum ada undang-undang yang mengatur perikanan; sehingga landasan hukumnya digunakan Pemerintah Indonesia Undang Undang Perikanan Tahun 1985 dibuat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan (1) bahwa perairan yang merupakan bagian terbesar wilayah negara Republik Indonesia dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia mengandung sumber daya ikan yang sangat potensial dan penting arti,peranan,dan manfaatnya sebagai modal dasar pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan Wawasan Nusantara,pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan petani ikan kecil serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya yang pada gilirannya akan meningkatkan ketahanan nasional; (3) bahwa peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang berlaku sampai sekarang kurang luas jangkauannya dan kurang mampu menampung perkembangan keadaan serta kebutuhan pembangunan pada umumnya dan pembangunan hukum nasional pada khususnya, sehingga dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan-ketentuan baru dalam bentuk Undang-Undang.

5. UU Perikanan Tahun 1985 diubah menjadi Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; dengan dasar pertimbangansebagai berikut :
(a) Perairan dibawah yurisdiksi dan kedaulatan Indonesia, ZEEI serta laut lepas yang berdasarkan ketentuan Internasional mengandung sumberdaya ikan dan lahan pembudidayaan; danini harus dimanfaatkan;

(b) Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional berwawasan Nusantara sumberdaya ikan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat; dan tetap berpegang pada azas kelestarian sumber;

(c) UU No. 9 Tahun 1985 yang berlaku belum menampung aspek pengelolaan sumberdaya ikan, kurang mampu mengantisipasii perkembangan kebutuhan hukum, iperkembangan teknologi pengelolaan sumberdaya ikan.

6. Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004 jauh lebih lengkap karena memiliki tiga dasar pemikiran yang lebih baik
a. adanya peningkatan kapasitas kelembagaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang kini tak hanya mengelola pada aspek perikananan saja. Rupanya ditemukan pengaturan yang selama ini menjadi domain perikanan tapi bemasarkan ketentuan UU lama justru dikelola oleh departemen lain. Sekarang menjadi urusan DKP misal penentuan satwa yang dilindungi, pengelolaan taman laut, dan peran dalam penegakan peraturan perikanan. UU Perikanan akan menjadi dasar bagi penetapan Peraturan Pemerintah dan Keppres yang merinci aturan mainnya. Kedua hal ini merupakan instrumen yang mutlak dimillki agar DKP dapat menjalankan fungsinya dengan benar.. 

b. upaya pengaturan agar pengelolaan perikanan di Indonesia dapat benar-benar mengacu pada Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCFRF) yang ditentukan oleh Badan Pangan Dunia (FAO). Hal ini tentu berimbas pada opini internasional bahwa seluruh produk kelautan dan perikanan aman dikonsumsi dan mementingkan aspek kelestarian.

c. sistem penegakan hukum yang mapan:ini tidak berarti pelaksanaan pengawasan akan makin mempersulit para pelaku perikanan. tetapi akan semakin mendapatkan kemudahan dalam berusaha.

7. Hal yang menarik pada UU Perikanan No. 31 Tahun 2004 terletak pada proses penyidikan. Saat ini jumlah penyidik terdiri atas tiga instansi yaitu TNI AL, PPNS, dan Polri. Dalam UU Perikanan Menteri Kelautan dan Perikanan memiliki kewenangan untuk mengatur koordinasi penyidikan pelanggaran. Jadi, ketiga instilusi penyidikan tersebut akan dipayungi peraturan menteri terkait dengan mekanisme koordlnasi penyidikan di lapangan.


8. Undang-Undang Perikanan yang baru juga merancang sistem peradilan perikanan. Dalam salah satu pasal menyebutkan peradilan perikanan itu harus terbentuk paling lama dua tahun sejak UU tersebut ditetapkan. Saat ini dengan UU Perkanan No. 31 Tahun 2004 peraturan mengenai pemanfaatan kelautan dan perikanan menjadi lebih jelas. 


9. Dengan perkembangan perikanan saat ini dan masa yang akan datang, maka dalam undang-undang ini diterangkan adanya beberapa pertimbangan sebagai dasar penyempurnaan undang undang sebelumnya (UU No. 9 Tahun 1985) yang meliputi 

a. pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

b. pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan keterpaduan pengendaliannya.

c. pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

d. pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang berkesinambungan, yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan serta pengendalian yang terpadu.

e. pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan di bidang perikanan.

f. pengelolaan perikanan yang didukung dengan sarana dan prasarana perikanan serta sistem informasi dan data statistik perikanan.

g. penguatan kelembagaan di bidang pelabuhan perikanan, kesyahbandaran perikanan, dan kapal perikanan.

h. pengelolaan perikanan yang didorong untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan kelautan dan perikanan.

i. pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan nelayan kecil atau pembudidaya-ikan kecil.

j. pengelolaan perikanan yang dilakukan di perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, dan laut lepas yang ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan persyaratan atau standar internasional yang berlaku.
k. pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, baik yang berada di perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, maupun laut lepas dilakukan pengendalian melalui pembinaan perizinan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan internasional dengan kemampuan sumberdaya ikan yang tersedia.
l. pengawasan perikanan,
m. pemberian kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada penyidik pegawai negeri sipil perikanan, perwira TNI-AL dan pejabat polisi negara Republik Indonesia,
n. pembentukan pengadilan perikanan; dan
o. pembentukan dewan pertimbangan pembangunan perikanan nasional.


10. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disahkan tanggal 6 Oktober 2004 masuk dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 118; terdiri dari 17 (tujuh belas) Bab dan 111 (seratus sebelas) Pasal; yaitu :
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 – Pasal 3
Bagian Kesatu ; Pengertian 
Bagian Kedua ; Azas dan Tujuan 
Bab II Ruang Lingkup Pasal 4
Bab III Wilayah Pengelolaan Perikanan Pasal 5 
Bab IV Pengelolaan Perikanan Pasal 6 – Pasal 24
Bab V Usaha Perikanan Pasal 25 - Pasal 45
Bab VI Sistem Informasi dan Data Statistik Perikanan Pasal 46 - Pasal 47
Bab VII Pungutan Perikanan Pasal 48 – Pasal
Bab VIII Penelitian dan Pengembangan Perikanan Pasal 52 - Pasal 56
Bab IX Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan 
Perikanan Pasal 57–Pasal 59 
Bab X Pemberdayaan Nelayan Kecil dan 
Pembudidaya Ikan Kecil Pasal 60 – Pasal 64
Bab XI Penyerahan Urusan dan Tugas Pembantuan Pasal 65 
Bab XII Pengawasan Perikanan Pasal 66 – Pasal 70 
Bab XIII Pengadilan Perikanan Pasal 71
Bab XIV Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan 
di Sidang Pengadilan Perikanan Pasal 72 – Pasal 83
Bagian Kesatu - Penyidikan
Bagian Kedua - Penuntutan 
Bagian Ketiga - Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 84–Pasal 105
Bab XVI Ketentuan Peralihan Pasal 106–Pasal 109
Bab XVII Ketentuan Penutup. Pasal 110-Pasal 111 

11 Pada saat Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mulai berlaku sejak diundangkan yaitu tanggal 6 Oktober 2004, semua peraturan pelaksanaan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004.

12 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen.KP) Nomor:PER.17/MEN/ 2006 tanggal 27 April 2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap terdiri atas 20 Bab terdiri 83 Pasal; adapun yang menjadi dasar pertimbangan utama keluarnya Kepmen tersebut :

a) Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan diarahkan bagi kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; sesuai persyaratan internasional.

b) Sebagai tindak lanjut Pasal 32 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai usaha perikanan tangkap. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan secara terarah dan rasional.

13 Permen. KP Nomor : PER.17/MEN/2006 dibuat dengan memperhatikan kesepakatan internasional; yang harus ditaati oleh negara di dunia supaya tidak terisolir dari percaturan internasional; yaitu :
a) Agreement for the Inplementation of the Provisions of the UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling and Highly Migratory Fish Stock (United Nations Implementing Agreement/UNIA) 1995.


b) Code of Conduct for Responsible Fisheries, Food and Agriculture Organization of United Nations, 1995)

14 Materi Kepmen KP tersebut antara lain : kegiatan usaha penangkapan ikan, penangkapan ikan dan pengangkutan ikan termasuk permasalahan perizinan; seperti SIUP, SIPI, SIKPI. Kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan di dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yaitu perairan Indonesia, ZEEI maupun perairan umum seperti waduk, rawa, danau sungai dll. Dalam pada itu alokasi jumlah kapal yang diizinkan beroperasi di wilayah perairan, pelabuhan pangkalan /pelabuhan muat/pelabuhan singgah diatur berdasarkan ketersediaan dan dan kelestarian sumber daya ikan. Demi kepentingan kelestarian sumber daya ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground) atau WPP-RI tertentu dapat dinyatakan tertutup untuk kegiatan penangkapan (misal closed seson jenis ikan di perairan tertentu). Sednagkan kuwajiban memiliki SIUP dikecualikanpada nelayan yang menggunakan sebuah kapal perikanan tidak bermotor atau bermotor luar, atau bermotor dalam tidak lebih dari 5 GT. Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang penangkapan ikan dan/atau usaha di bidang pengangkutan ikan di laut lepas wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Alokasi penangkapan ikan penanaman modal (APIPM).

15 Penerbitan Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM) didasarkan pada pertimbangan ketersediaan sumber daya ikan, kepastian unit pengolahan yang dimiliki atau kapasitas produksi unit pengolahan ikan yang akan dibangun dan fasilitas pendukung yang dibangun di darat. Alokasi dalam APIPM dijadikan dasar bagi instansi yang mempunyai kewenangan di bidang penanaman modal untuk mengeluarkan persetujuan penanaman modal. Apabila dalam waktu 2 (dua) tahun tidak ada realisasi rencana pembangunan unit pengolahan maka APIPM dicabut. APIPM ini dievaluasi setiap 5 (lima) tahun. 

16 Kewenangan penerbitan izin diberikan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal untuk menerbitkan SIUP.SIPI,dan/atau SIKPI kepada orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan kapal dengan ukuran diatas 30 GT. SIUP, SIPI, dan atau SIKPI kepada orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan tenaga kerja asing; APIPM, SIPI,dan/atau SIKPI kepada badan hukum yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan fasilitas penanaman modal. 

17 Gubernur diberikan kewenangan menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI dan atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran diatas 10 GT sampai 30 GT kepada orang atau badan hkum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing. Adapun penerbitan SIUP oleh Gubernur wajib mempertimbangkan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.

18 Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI dan atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran diatas 5 GT sampai 10 GT kepada orang atau badan hkum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing. Disamping itu kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk wajib melakukan pendaftaran kapal perikanan dibawah 5 GT yang berdomisili diwilayah administrasinya. Adapun dalam penerbitan SIUP oleh Bupati/Walikota wajib mempertimbangkan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.

19 Dalam pelaksanaannya ternyata Permen.KP Nomor : PER.17/MEN/2006 perlu disempurnakan sesuai perkambangan dan kebutuhan di bidang usaha perikanan tangkap; oleh karenanya perlu mengatur kembali usaha perikanan tangkap dengan peraturan menteri yang baru yaitu PermenKP Nomor PER.05/MEN/2008 tertanggal 31 Januari 2008 terdiri 20 Bab dengan 99 Pasal. Materi dalam Permen KP tidak jauh berbeda dengan Permen sebelumnya; dilakukan penyempurnaan sesuai perkembangan usaha perikanan tangkap; seperti penggunaan tenaga asing, usaha perikanan tangkap terpadu, usaha perikanan tangkap berbasis klaster.

20 Dalam kaitan dengan usaha perikanan tangkap terpadu, maka setiap orang dan/atau badan hukum asing yang akan melakukan usaha penangkapan ikan harus melakukan investasi usaha pengolahan dengan pola usaha perikanan tangkap terpadu; yaitu dengan membangun dan/atau memiliki sekurang-kurangnya berupa unis pengolahan ikan (UPI) di dalam negeri. Mereka (asing) yang akan melakukan usaha perikanan tangkap terpadu wajib menggunakan fasiltas penanaman modal dengan mendirikan usaha perikanan tangkap terpadu berbadan hukum Indonesia dan berlokasi di Indonesia. Perbandingan antara modal asing dengan modal dalam negeri untuk usaha perikanan tangkap terpadu dengan fasilitas penanaman modal asing (PMA) sekurang-kurangnya 20% berasal dari modal dalam negeri sejak tahun pertama perusahaan didirikan.

21 Usaha perikanan tangkap terpadu dapat dilaksanakan melalui pola usaha perikanan tangkap berbasis klaster; yang meliputi keterpaduan kegiatan usaha penangkapan ikan dan unit pengolahan ikan (UPI) di wilayah tertentu di dalam negeri. Kawasan klaster ditetapkan berdasarkan batasan koordinat daerah penangkapan (fishing ground); dalam kaitan ini harus tetap memperhatikan kepentingan nelayan setempat/lokal yang telah memiliki SIPI 

22 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan adalah penjabaran lanjut dari Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; antara lain mengatur tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi benetik. Upaya konservasi sumber daya ikan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan.

23 Karakteristik sumber daya ikan dan lingkungannya mempunyai sensitivitas tinggi terhadap pengaruh iklim global maupun iklim musiman serta aspek-aspek keterkaitan (connectivity) ekosistem antar wilayah perairan biak lokal, regional, maupun global, yang kemungkinan melewati batas-batas kedaulatan suatu negara, maka dalam upaya pengembangan dan pengelolaan konservasi sumber daya ikan harus berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan dukungan bukti-bukti ilmiah.

24 Pada dasarnya PP tentang Konservasi Sumber Daya Ikan mengatur secara lebih rinci tentang upaya pengelolaan konservasi ekosistem atau habitat ikan termasuk di dalamnya pengembangan Kawasan Konservasi Perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem. Selain itu juga memuat aturan-atran untuk menjamin pemanfaatan berkelanjutan dari jenis-jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.

25 Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. Dalam kaitan ini konservasi sumber daya ikan dilakukan berdasarkan azas-azas : manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, effisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. Khususnya “kelestarian yang berkelanjutan” dimaksudkan agar pelaksanaan konservasi sumber daya ikan memperhatikan daya dukung dan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.

26 Konservasi sumber daya ikan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip :
1) pendekatan kehati-hatian
2) pertimbangan bukti ilmiah
3) pertimbangan kearifan lokal
4) pengelolaan berbasis masyarakat
5) keterpaduan pengembangan wilayah pesisir
6) pencegahan tangkap lebih
7) pengembangan alat penangkapan ikan, cara penangkapan ikan, danpembudidayaan ikan yang ramah lingkungan
8) pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat
9) pemanfaatan keanekaragaman hayati berkelanjutan
10) perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan yang dinamis
11) perlindungan jenis ikan dan kualitas genetik ikan
12) pengelolaan adaptif

17 Kawasan konservasi perairan terdiri atas : taman nasional perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan. Adapun penetapan kawasan konservasi perairan dilakukan berdasarkan kriteria : (a) ekologi, (b) sosial budaya, meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat, dan (c) ekonomi, meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan. Selanjutnya ditempuh tahapan-tahapan penetapannya melalui : (a) usulan inisiatif, (b) identifikasi dan inventarisasi, (c) pencadangan kawasan konservasi perairan; dan (d) penetapan.

18 Pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan oleh Pemerintah adalah : (a) perairan laut di luar 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan, (b) perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas provinsi, (c) perairan yang memiliki karakteristik tertentu ( memiliki nilai dan kepentingan konservasi nasional dan/atau internasional, secara ekologi bersifat lintas negara, mencakup habitat dan daerah ruaya ikan, dan memiliki potensi sebagai warisan alam dunia)

19 Zonasi kawasan konservasi perairan merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem. Adapun zonasi kawasan konservasi perairan terdiri atas :

a. Zona Inti : diperuntukkan bagi : (1) perlindungan mutlak habitat dan populasi, (2) penelitian, dan (3) pendidikan,

b. Zona Perikanan Berkelanjutan : diperuntukkan bagi : (1) perlindungan habitat dan populasi ikan, (2) penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, (3) budidaya ramah lingkungan, (4) pariwisata dan rekreasi, (5) penelitian dan pengembangan, dan (6) pendidikan.

c. Zona Pemanfaatan : diperuntukkan bagi : (1) perlindungan habitat dan populasi ikan, (2) pariwisata dan rekreasi, (3) penelitian dan pengembangan, dan (4) pendidikan.

d. Zona lainnya : merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain : zona perlindungan, zona rehabilitasi dan sebagainya.

20 Dalam rangka tercapainya pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya perlu ada kajian potensi, pemanfaatan, konservasi, penelitian dan pengembangan, serta pengawasan terhadap sumber daya ikan dan lingkungan yang dikelola dengan sistem yang terukur; serta mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; maka perlu ditetapkan wilayah pengelolaan perikanan RI.

21. Dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan di wilayah perairan RI; dikeluarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 996/Kpts/IK.210/9/1999 Tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan dibagi ke dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yaitu WPP I – IX . Kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.01/MEN/ 2009 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ( WPP-RI 1-11) 

22. Dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER/01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia; adalah:

· dalam rangka pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, perlu kajian potensi, pemanfaatan, konservasi, penelitian dan pengembangan;

· pengawasan terhadap sumber daya ikan dan lingkungan yang dikelola dengan sistem terukur;

· mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, perlu menetapkan wilayah pengelolaan perikanan RI.

23. Adapun Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-RI) dibagi menjadi 11 wilayah perairan yaitu :
· WPP-RI 571 : Selat Malaka dan Laut Andaman
· WPP-RI 572 : Samudera Hindia Barat Sumatera
· WPP-RI 573 : Samudera Hindia Selatan Jawa - Nusa Tenggara - Laut Sawu – 
· Laut Timor bagian Barat
· WPP-RI 711 : Selat Karimata-Laut Natuna-Laut China Selatan
· WPP-RI 712 : Laut Jawa
· WPP-RI 713 : Selat Makassar-Teluk Bone-Laut Flores-Laut Bali
· WPP-RI 714 : Teluk Tolo dan Laut Banda 
· WPP-RI 715 : Teluk Tomini-Laut Maluku-Laut Halmahera –Teluk Berau
· WPP-RI 716 : Laut Sulawesi – Sebelah Utara Pulau Halmahera
· WPP-RI 717 : Teluk Cendrawasih-Samudera Pasifik
· WPP-RI 718 : Laut Aru-Laut Arafuru-Laut Timor bagian Timur

No comments:

Post a Comment