Tuesday, July 9, 2013

Keuntungan dan Kerugian berwirausaha

Keuntungan dan Kerugian berwirausaha 
Keuntungan dan kerugian kewirausahaan identik dengan keuntungan dan kerugian pada usaha kecil milik sendiri. Peggy Lambing dan Charles L. Kuehl mengemukakan keuntungan dan kerugian kewirausahaan sebagai berikut: 

Keuntungan kewirausahaan: 
1. Otonomi. 
Pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat wirausaha menjadi seorang "boss" yang penuh kepuasan. 

2. Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi 
Tantangan awal atau perasaan bermotivasi yang tinggi merupakan hal menggembirakan. Peluang untuk mengembangkan konsep usaha yang dapat menghasilkan keuntungan sangat memotivasi wirausaha. 

3. Kontrol finansial. 
Bebas dalam mengelola keuangan, dan merasa sebagai kekayaan milik sendiri. 

Kerugian kewirausahaan: 
Di samping beberapa keuntungan seperti di atas, dengan berwirausaha juga memiliki beberapa kerugian, yaitu: 
  1. Pengorbanan Personal. Pada awalnya wirausaha harus bekerja dengan memerlukan waktu yang lama dan sibuk. Sedikit sekali waktu untuk kepentingan keluarga, rekreasi. Hampir semua waktu dihabiskan untuk kegiatan bisnis. 
  2. Beban tanggung jawab. Wirausaha harus mengelola semua fungsi bisnis, baik pemasaran, keuangan, personil maupun pengadaan dan pelatihan. 
  3. Kecilnya Margin keuntungan dan kemungkinan gagal 
Karena wirausaha menggunakan keuangan yang kecil dan keuangan milik sendiri, maka profit margin yang diperoleh akan relatif kecil dan kemungkinan gagal juga ada. 

2. Beberapa kelemahan Wirausaha Indonesia 
Heidjrachman Ranu Pandojo menulis bahwa sifat-sifat kelemahan orang Kita bersumber pada kehidupan penuh raga, dan kehidupan tanpa pedoman, tan tanpa orientasi yang tegas. 

Lebih rinci kelemahan tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Sifat mentalitet yang meremehkan mutu 
2. Sifat mentalitet yang suka menerabas 
3. Sifat tak percaya kepada diri sendiri 
4. Sifat tak berdisiplin murni 
5. Sifat mentalitet yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh. 

Sifat mentalitet seperti yang diungkapkan di atas sudah banyak kita saksikan dalam praktik pembangunan di negara ini. SD Inpres yang roboh sebelum waktunya, jalan dan jembatan yang kembali rusak hanya dalam beberapa waktu sesudah diperbaiki, barang-barang yang kurang berfungsi dan sebagainya adalah cermin sifat meremehkan mutu. Sikap ikut-ikutan dalam berinvestasi sehingga dalam waktu yang relatif singkat suatu obyek akan sudah jenuh sehingga semuanya akan menderita rugi, hal ini merupakan petunjuk betapa para kaum usahawan kurang mampu menemukan dirinya sendiri dan lebih suka mengekor pendapat orang lain. 

Disiplin yang murni juga sukar ditegakkan, kita ambil saja contoh pada waktu ada kontrol semuanya berusaha baik, berusaha disiplin, tetapi sesudah tidak dikontrol semuanya berjalan berantakan lagi, tidak ada disiplin lagi, tidak ada ketertiban lagi. Akhirnya, banyak hal-hal yang berjalan secara tersendat-sendat hanya karena tidak ada kesinambungan dalam penggarapannya yang disebabkan para pelaksana memiliki pekerjaan yang berangkap-rangkap, ini adalah cermin sikap tidak bertanggung jawab yang masih banyak menghinggapi bangsa kita. 

Kelemahan bangsa kita banyak dibicarakan oleh para pakar, yang terletak pada super strukturnya. Di dalam ekonomi pembangunan, ada 3 elemen penting yang menunjang pembangunan yaitu infra struktur, struktur ekonomi, superstructure. 

Infra struktur adalah prasarana yang tersedia, jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, alat transportasi, telepon dan sebagainya. 

Struktur ekonomi adalah tersedianya faktor produksi dalam masyarakat, serta tenaga manajemen yang berpandangan luas. Kemampuan mengadaptasi teknologi dan juga tersedia pasar produksi. 

Superstruktur atau struktur atas adalah faktor mental masyarakat. Semangat kerja ulet, tak kenal putus asa, tekun, jujur, bertanggung jawab, dapat dipercaya. 

Bangsa Jepang dan Jerman berhasil dalam membangun negaranya setelah Perang Dunia II, adalah karena merek unggul dalam superstructure ini. Bandingkan dengan negara kita dengan segala kelemahannya, kurang bertanggung jawab, ingin cepat kaya, mencuri, memalsukan dokumen-dokumen, cuci tangan, cepat puas, ingin santai. Demikian pula bangsa kita apabila sudah memperoleh uang/gaji lumayan, mereka cenderung memperbanyak waktu santai. 

Soetrisno Prawirohardjono menggambarkan dalam sebuah kurva, bagaimana perubahan upah berpengaruh pada waktu santai. 

Sumbu vertikal menggambarkan pendapatan atau roti ekonomi (economic pie) dan asis menggambarkan penggunaan tenaga kerja dalam waktu sehari (24 jam). Pada waktu pendapatan rendah jumlah jam kerja yang digunakan hanya sebesar 0W1 jam kerja dengan mendapatkan roti ekonomi 0R1. Dengan meningkatnya pembangunan jumlah jam kerja yang digunakan menjadi 0W2 dengan mendapatkan pendapatan 0R2, dimana leisure time (waktu terluang) hanya tinggal W2W (katakan 7 jam). Dengan meningkatnya pendapatan (upah makin tinggi) maka orang cenderung mengurangi jam kerjanya yaitu dimana pendapatan setinggi 0R3 maka jam kerja yang digunakan hanya 0W3 dan waktu istirahat yang dinikmati sekarang menjadi W3W yang berarti ada pertambahan sebesar W3W2. Kecenderungan demikian adalah bersifat universal atau bersifat 'human'. Perbedaan bagi setiap bangsa terletak pada penawaran yang berbelok ke kiri tersebut (antara BL dalam kurva 0L). Bagi bangsa Indonesia (khususnya Jawa) yang dikatakan 'mudah puas' lamban dan lain-lain misalnya dapat ditunjukkan dengan kurva penawaran tenaga kerja 0L1. Dengan hanya mendapatkan upah 0R4, kurva sudah berbelok ke kiri yaitu dimulai dari titik B1. 

Masyarakat kita begitu cepat ingin menikmati waktu santai, walaupun penghasilannya belum begitu tinggi. Lihatlah pada hari mulai libur Jumat sore, Sabtu, minggu jalan-jalan ke daerah tujuan wisata macet total. Kebiasaan lain yang kurang baik yaitu, memanfaatkan hari-hari 'terjepit' untuk bolos, minta ijin tidak masuk kantor. Perilaku ini semua akan menurunkan prestasi kerja. Sebaiknya waktu istirahat atau leisure dapat dimanfaatkan untuk pendidikan mental dan keterampilan peningkatan kebudayaan bangsa, meningkatkan kesejahteraan, dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment