A. Latar Belakang
Industri kayu olahan untuk pasar ekspor mulai dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia pada tahun 1986. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang melarang ekspor kayu bulat dan hanya mengizinkan ekspor kayu gergaji maupun kayu olahan lainnya, seperti "furniture, laminating board, wood panel" dan lain sebagainya. Pengembangan industri mebel dapat dilihat dari nilai ekspor barang jadi kayu yang pada tahun 1986 berjumlah US $ 99 juta dan pada setiap tahun berikut baik menjadi US $ 527 juta pada tahun 1997.
Permintaan di luar negeri atas perabot rumah tangga maupun barang komponen dari kayu, cukup mantap dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada periode krisis ekonomi yang melanda Indonesia masa kini, peningkatan ekspor barang-barang dengan nilai tambah tinggi adalah salah satu langkah untuk mengatasi krisis. Industri kayu olahan yang padat tenaga kerja dapat menciptakan peluang kerja dan dapat pula menahan daya beli (konsumsi) di daerah di mana perusahaan ekspor tersebut berada. Subsektor industri kayu olahan yang memproduksi perabot maupun komponen kayu untuk pasar ekspor mempunyai prospek bisnis yang sangat baik, karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor produksi lain berasal dari dalam negeri. Hampir seluruh hasil produksi barang ekspor dari industri kayu tersebut dikirim ke para pembeli di luar negeri dari pelabuan-pelabuhan di kota besar pulau Jawa, yaitu dari Jakarta, Cirebon, Semarang dan Surabaya. Sasaran utama pasar domestik produk kayu olahan tersebut adalah rumah tangga serta perusahaan dan lembaga di pulau Jawa.
Sebagian besar dari perusahaan yang bergerak di subsektor kayu olahan adalah perusahaan skala kecil dan menengah. Sekitar 80 % dari perusahaan tersebut berada di pulau Jawa bagian utara, karena tenaga kerja tersedia dengan jumlah besar dan biaya upah memadai. Oleh karena kapasitas produksi terbatas dan peluang pasar lebih besar dari kapasitas produksinya, produsen barang jadi kayu olahan skala UM/UB yang mengekspor produksinya, sudah lama bekerjasama dengan kelompok-kelompok pengarajin kayu.
Sejak pemerintah meluncurkan Program Kemitraan antara usaha menengah atau besar dengan usaha kecil, peluang untuk menciptakan proyek kemitraan terpadu antara kedua pihak menjadi fokus instansi pemerintah maupun dunia usaha industri kayu olahan.. Menjadi kendala, industri kayu di Indonesia masih mengandalkan mesin impor dari berbagai negara, terutama Jepang, Taiwan, China, Malaysia, Jerman, dan Italia, karena industri mesin pengolahan kayu di Indonesia masih lemah. Dengan demikian, Indonesia harus mengelola hutannya dengan baik dengan prinsip kelestarian lingkungan dan kesinambungan, mengingat negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat, konsumennya sangat memperhatikan pengelolaan hutan lestari.
B. Usaha Kerajinan Kayu
Usaha kerajinan kayu bagi masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pariwisata, umumnya merupakan usaha yang telah lama di tekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Daerah kunjungan wisata yang menonjol untuk usaha ini antara lain adalah Bali, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya dan Nusa Tenggara.
Barang-barang kerajinan kayu tersebut banyak diminati oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Bahkan, ada beberapa produk mainan yang sudah diekspor ke manca negara, meskipun secara volume dan nilai ekspor belum dapat bersaing dengan komoditi andalan yang lainnya, baik di sektor migas maupun non migas. Khususnya barang-barang ekspor Indonesia di luar non migas yang berbahan kayu lebih di dominasi oleh ekspor kayu lapis dan kayu olahan lainnya. Oleh karena itu, data ekspor yang khusus kerajinan kayu dari BPS belum dapat di observasi secara langsung, masih dikaitkan dengan ekspor barang-barang dari kayu laiinya. Bahan baku kayu bagi industri kerajinan bisa dikatakan hampir tidak mempunyai batasan jenis dan ukuran. Bahkan, limbah kayu pun dapat dimanfaatkan. Secara nasional, pengembangan usaha ini akan memberikan dampak positif terhadap kenaikan efisiensi sumber daya alam Indonesia.
Secara umum jenis produk kerajinan kayu terdiri dari "art product" (Sebagian besar pengerjaan tangan/seni), dan "mass product" (sebagian besar pengerjaan mesin dan seni). Ketiga jenis pokok produk tersebut bentuk dan jenisnya sangat variatif dengan jumlah yang relatif banyak. Ada yang berbentuk binatang, bunga-bungaan, buah-buahan, ikan-ikanan, perabot rumah tangga, aksesoris, mainan anak dan jenis lainnya. Dari sisi fungsinya, dibedakan menjadi barang seni (pajangan) dan barang seni sekaligus fungsional seperti untuk perabotan rumah tangga.
Desain produk kerajinan kayu memerlukan inovasi dan kreativitas yang dinamis, karena dari waktu ke waktu desain produk sangat cepat berubah sesuai dengan selera pasar, khususnya dengan pasar orientasi ekspor. Desain dengan tujuan ekspor bisa berasal dari order importir atau atas kreatifitas seniman/pengrajin kayu lokal. Bahan baku yang di gunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis produk kerajinan kayu diantaranya adalah kayu sengon, jabon dan kayu jati. Sumber bahan baku tersebut didapatkan secara lokal atau didatangkan dari luar daerah. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan biasanya terdiri dari berbagai jenis cat tembok, pewarna, semir.
Proses pembuatan kerajinan kayu merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pemolaan kayu) dan pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Ini merupakan hasil kerajinan yang mempunyai kandungan seni (art) dan fungsional. Dalam proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : pemotongan kayu gelondongan, pemotongan kayu sesuai dengan ukuran model produk, pembentukan model-model produk dengan mesin bubut, pengukiran (pembentukan produk jadi), pengamplasan, pewarnaan dan finishing.
Mesin dan peralatan yang digunakan untuk dalam pembuatan kerajinan kayu dalam setiap tahapan sebagai berikut :
1. Tahap penyiapan bahan baku kayu umumnya menggunakan mesin potong kayu dan alat pengering.
2. Tahap pembentukan di bantu oleh band saw kecil dan mesin potong handy seperti gergaji dan pahat.
3. Tahap pembentukan halus atau pengukiran dengan menggunakan pahat.
4. Tahap penghalusan biasanya menggunakan amplas dan banyak menggunakan tenaga manusia.
5. Tahap finishing biasanya di bantu dengan mesin semprot cat dan kuas untuk mewarnai.
6. Tahap pengepakan untuk keperluan pengiriman.
C. Penentuan Jenis Jenis Kayu
Identifikasi jenis-jenis kayu merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pengujian dalam arti luas yaitu menentukan jenis kayu, mengukur dimensi kayu untuk mendapatkan volume serta menetapkan mutu. Dari sisi produsen, kepastian suatu jenis-jenis kayu penting artinya dalam proses produksi dan pemasaran. Masing-masing jenis kayu mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga dalam pengolahannya pun memerlukan penanganan yang berbeda pula. Sedangkan bagi konsumen, ini akan lebih memudahkan untuk memilih kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya. Untuk menentukan jenis-jenis kayu, tidak selalu dilakukan dengan cara memeriksa kayu dalam bentuk log (kayu bundar), tetapi dapat dilakukan dengan memeriksa sepotong kecil kayu. Pada umumnya dengan memerhatikan sifat kayu yang mudah dilihat seperti penampakan kulit, warna kayu teras, arah serat, ada tidaknya getah, dsb.
C. Penentuan Jenis Jenis Kayu
Identifikasi jenis-jenis kayu merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pengujian dalam arti luas yaitu menentukan jenis kayu, mengukur dimensi kayu untuk mendapatkan volume serta menetapkan mutu. Dari sisi produsen, kepastian suatu jenis-jenis kayu penting artinya dalam proses produksi dan pemasaran. Masing-masing jenis kayu mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga dalam pengolahannya pun memerlukan penanganan yang berbeda pula. Sedangkan bagi konsumen, ini akan lebih memudahkan untuk memilih kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya. Untuk menentukan jenis-jenis kayu, tidak selalu dilakukan dengan cara memeriksa kayu dalam bentuk log (kayu bundar), tetapi dapat dilakukan dengan memeriksa sepotong kecil kayu. Pada umumnya dengan memerhatikan sifat kayu yang mudah dilihat seperti penampakan kulit, warna kayu teras, arah serat, ada tidaknya getah, dsb.
Penentuan jenis-jenis kayu dalam bentuk olahan
mudah dilakukan dengan memerhatikan sifat kasar yang mudah dilihat.
Misalnya, kayu jati memiliki gambar lingkaran tumbuh yang jelas. Namun, apabila
kayu tersebut diamati dalam bentuk barang jadi, dimana sifat fisik asli
tidak dapat dikenali lagi karena sudah dilapisi dengan cat, maka cara yang
dapat dipergunakan untuk menentukan jenisnya adalah dengan memeriksa sifat
anatomi atau strukturnya.
Pada dasarnya terdapat 2 sifat utama kayu
yang dapat dipergunakan untuk mengenal kayu, yaitu sifat fisik (sifat kasar
atau makroskopis) dan sifat struktur (sifat mikroskopis). Secara
obyektif, sifat struktur lebih dapat diandalkan daripada sifat fisik dalam
mengenal atau menentukan jenis-jenis kayu. Namun untuk
mendapatkan hasil yang lebih dapat dipercaya, lebih baik kedua sifat
dipergunakan secara bersama-sama, karena sifat fisik akan mendukung sifat struktur
dalam menentukan jenis.Menurut Sunaryo (1997: 93) sifat fisik jenis-jenis kayu
dapat diketahui secara jelas melalui panca indera, baik dengan penglihatan, penciuman, perabaan, dsb tanpa
menggunakan alat bantu Diantaranya :
1. Warna, umumnya yang digunakan adalah warna kayu teras,
2. Tekstur, penampilan sifat struktur pada bidang lintang,
3. Arah serat, arah umum dari sel-sel pembentuk kayu,
4. Gambar, baik yang terlihat pada bidang radial maupun
tangensial
5. Berat, umumnya dengan menggunakan berat jenis
6. Kesan raba, yaitu kesan yang diperoleh saat meraba kayu,
7. Lingkaran tumbuh,
8. Bau,
No comments:
Post a Comment