Monday, August 5, 2013

Makalah Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan Terhadap Perempuan 
Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat. 

Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 

Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat. 

Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi. Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi jender yang tersosialisasi amat lama dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997; Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap perempuan. 

Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur.

Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami istri tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga.


DAFTAR PUSTAKA

Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed) (2001).  Konstruksi Seksualitas Antara Hak
dan Kekuasaan. Yogyakarta: UGM.

Dep. Kes. RI. (2003).  Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003.  Jakarta: Dep.
Kes. RI

__________.  (2006).  Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.  Diambil pada tanggal 26 Oktober 2006 dari

Hasbianto, Elli N.  (1996).  Kekerasan Dalam Rumah Tangga.  Potret Muram Kehidupan

Perempuan Dalam Perkawinan, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional
Perlindungan Perempuan dari pelecehan dan Kekerasan seksual.  UGM
Yogyakarta, 6 November.

Komnas Perempuan (2002).  Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia.  
Jakarta: Ameepro.

Kompas.  (2006).  Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dipengaruhi Faktor Idiologi. 
Diambil pada tanggal 26 oktober 2006

Kompas. (2007). Kekerasan Rumah Tangga Bukan Lagi Urusan Suami Istri. Diambil
pada tanggal 25 Maret 2007

No comments:

Post a Comment