Saturday, October 5, 2013

Makalah Kebijakan dan Program Pemerintah

1.  Kebijakan dan Program Pemerintah dalam Pengembangan, Pengentasan Kemiskinan dan 
     Transportasi di Perdesaan
Salah satu misi pemerintah adalah membangun daerah perdesaan yang dapat dicapai melalui pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan keanekaragaman usaha perdesaan, ketersediaan sarana dan fasilitas utnuk mendukung ekonomi perdesaan, membangun dan memperkuat institusi yang mendukung rantai produksi dan pemasaran, serta mengoptimalkan sumber daya alam sebagai dasar pertumbuhan ekonomi perdesaan. Transportasi merupakan elemen penting dan strategi untuk mendukung misi ini, khususnya dalam menjamin aliran orang dan barang dari suatu tempat ke dimana bahan mentah terdapat ke pusat produksi dan ke pusat distribusi daerah, regional, nasional dan internasional. Sebagai akibat dari misi diatas, pemerintah juga merubah fungsinya dari penyedia menjadi fasilitator, regulator dan koordinator untuk pemberdayaan masyarakat, emindahkan atau menginternalisasikan ekseternalitas, dan memfasilitasi integrasi horizontal dan diagonal. Ini akan menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang baik untuk diterapkan disemua tingkat pembangunan dan keputusan dibuat berdasarkan kebutuhan nyata dari masyarakat. 

Pembangunan perdesaan juga sudah merupakan kebijakan dan strategi untuk mengentaskan kemiskinan. Sejak 1993 pemerintah telah membuat program IDT utnuk mengentaskan kemiskinan pada desa tertinggal dan diikuti program P3DT di tahun 1995 untuk mendukung dan meningkatkan implementasi IDT. Program P3DT mempunayi tujuan utama untuk membangun sarana di desa tertinggal. Dimulai pada tahun 1998 pemerintah melalui BAPPENAS meluncurkan program PPK yang pada dasranya merubah tingkat pembangunan dari tingkat desa ke tingkat kecamatan. Program ini memfokuskan pada penyediaan dana berputar (revolving block grants) dengan menggunakan lembaga keuangan yang dimiliki masyarakat. Pararel dengan konsep pembangunan perdesaan dan program pengentasan kemiskinan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Bangda), Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah telah membuat reformasi organisasi untuk menitikberatkan ketersediaan panduan pembangunan, supervisi dan pelatihan. Tugas tersebut merupakan implementasi empat fungsi birokrasi yaitu pelayanan, pemberdayaan, pemabngunan dan jaringan usaha.

Bagaimana transportasi berperan dalam konteks pembangunan di atas? Transportasi diharapkan merespons masalah pembangunan perdesaan dan pengentasan kemiskinan melalui program tarnsportasi berikut ini: (a) mempertahankan dan meningkatkan pelayanan fasilitas dan infrastruktur transportasi (b) melanjutkan peningkatan sistem transportasi lokal, dan (c) peningkatan aksesibilitas ke fasilitas dan sarana transportasi. 

Transportasi tidak mempunyai batas administrative. Dengan demikian, harus dilihat sebagai bagian dari sarana distribusi daerah dan nasional. Transportasi perdesaan telah menjadi bagian dari sistem tarnsportasi nasional. 

2.Isu Transportasi Perdesaan 
Transportasi perdesaan dan aksesibilitas perdesaan mempunyai arti konseptual yang sederhana namun terdapat isu kompleks di sekitarnya. Secara definisi “akses” adalah (a) means of approaching something or somebody or entering a place, (b) opportunity or right to use something or approach somebody. Definisi lain dari akses termasuk “means or right of using, reaching or obtaining”. International Labour Organization (ILO) mendefinisikan transport sebagai “pergerakan orang dan barang dengan sarana apapun yang mungkin, untuk tujuan apapun yang mungkin”. World Bank mendefinisikan transporta sebagai “kegiatan menghubungkan orang ke temapt-tempat dan sumber daya”. Dengan definisi demikian jelas bahwa transport dan akses adalah kegiatan antara. Transport adalah sarana untuk meningkatkan kemampuan (atau mobilitas) bagi orang untuk mencapai akses pelayanan dan fasilitas yang dibutuhkan. 

Isu tentang transportasi perdesaan yang ditunjukkan dalam makalah ini dihimpun dari beberapa elemen organisasi (dan kepemilikan) pelayanan transportasi perdesaan yang ditunjukkan pada studi kasus Sampang, Madura, keuangan, partisipasi masyarakat dan metode konstruksi jalan perdesaan (Manggarai, Flores), juga kasus di Nepal pada masalah sosial aksesibilitas perdesaan. Beberapa kasus yang disajikan dalam makalah ini juga menyinggung situasi politik terdahulu. Program dan proyek terdahulu di bidang transportasi perdesaan umumnya didasari pendekatan blue print dan bias dengan kondisi di Jawa. Pembangunan perdesaan tidak menciptakan kondisi yang independen dan inter-dependensi, tetapi menciptakan ketergantungan pada daerah perkotaan (secara temapt) dan pemerintah pusat (secara organisasi dan politik).

Konstruksi jalan perdesaan berbasis buruh di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores merupakan contoh ideal bagaimana pendekatan partisipasi dapat membantu masyarakat mengerti sepenuhnya tentang proses rencana, desain, implementasi dan evaluasi. Proyek juga menunjukkan bahwa kualitas dan biaya proyek setara denagn proyek P3DT (untuk sarana transportasi umumnya hanya untuk jalan) didanai oleh OECF/JBIC telah menunjukkan denagn meningkatkan aksesibilitas daerah perdesaan telah mengurangi waktu perjalanan ke ibukota kecamatan atau pasar lokal antara 60-80%. Desa-desa sekarang dapat menggunakan kendaraan beroda 4 dan beberapa populasi dapat dicapai dengan kendaraan beroda 4. Proyek yang akan datang seharusnya diarahkan ke dua kata kunci, yaitu integrasi dan sinkronissi di dalam dan antar kecamatan.

Pada kasus di Nepal, jelas bahwa kebutuhan masyarakat perdesaan menjadi pusat pertanyaan transportasi perdesaan. Pendekatan berdasarkan kebutuhan utnuk meningkatkan aksesibilitas, merupakn kewajiban jika kita ingin membangun program transportasi perdesaan. Ini termasuk program perdesaan untuk mengentaskan kemiskinan dan adanya intervensi dari non-transport. Isu lain yang berkembang di Nepal tapi tidak di Indonesia adalah isu tentang kesetaraan gender dan kebutuhan bagi penyandang cacat. Disadari bahwa sistem transportasi yang dibangun dengan cara konvensional di daerah perdesaan sering kali gagal memenuhi kebutuhan khusus wanita, penyandang cacat dan orang yang memiliki hambatan sosial. 

3.Tujuan Membuat Program Transportasi Perdesaan
Undang-undang desentralisasi (UU 22/99 dan UU 25/99) merupakan perubahan besar dalam memformulasikan tujuan pembangunan program transportasi perdesaan. Dalam sistem desentralisasi, pemerintah daerah harus membuat prioritas pembangunan dan merespon kebutuhan pembangunan mereka sendiri. Yang masyarakat perdesaan butuhkan adalah inti dari proses pembangunan. Pentingnya akses utnuk membuka isolasi adalah alasan mengaap transport merupakan elemen esensial di pembangunan. Jones (1981, yang dikutip oleh Dongges, 2001, dalam Jinny, 2001) menyataklan bahwa “Isolasi adalah halangan utama pembangunan. Isolasi menyebabkan kemiskinan, karena pelayanan tidak mencapai yang terisolasi dan membuat mereka tidak terkontak kegiatan peningkatan pendapatan”. Program transportasi harus menjamin akses orang ke kebutuhan dasar juga kesempatan sosial dan ekonomi yaitu termasuk meningkatkan keahlian dan produktivitas mereka. 

4.Pelaksanaan Pelayanan dan Infrastruktur Transportasi Perdesaan
dalam konteks global, World Bank telah mengidentifikasi bahwa istilah “localization” akan menjadi trend di abad 21. Lokalisasi didefinisikan sebagai kekuatan pertumbuhan kesatuan sub-nasional sebagai kota dan propinsi sebagai respon terhadap grass-rots oleh manusia dalam arti luas, misal dalam pemerintahan dan lembaga. Organisasi pemberi dana lain, seperti ADB, atau donor internsional/bilateral seperti UNDP dan DFID telah mengidentifikasi bahwa pelayanan tingkat daerah, termasuk transportasi akan mengkontribusi secara signifikan pembangunan (manusia) yang berkesinambungan. Prakarsa pembangunan daerah di bidang transportasi perdesaan tidak dan seharusnya tidak dipromosikan dengan batasan. Pemerintah melihat transportasi perdesaan akan memerankan peran penting dalam menjamin pergerakan penumpang dan barang dari dan ke desa. Istilah “integrasi” sangatlah esensial dalam hal ini. Integrasi horizontal, vertical dan diagonal diperlukan dalam pendekatan holistic dalam pemabnguan daerah. Desentralisasi seharusnya tidak membuat suatu daerah (distrik, kota atau propinsi) terisolasi atau membuat mereka terisolasi, tapi harus menciptakan suatu saling ketergantungan. Dari sudut pandang agen donor internasional seperti World Bank, kerangka kerja desentralisasi dipandang perlu selama dapat meningkatkan penyebaran infrastruktur yang menguntungkan banyak pihak.

Faktor penting dalam pelayanan da transportasi perdesaan adalah pembiayaan dan pengelolaan aset. Pada saat pembiayaan daerah kadang-kadang sulit untuk diandalkan, pemerintah daerah dapat menerapkan beberapa opsi pembiayaan seperti hibah (transfer fiskal antar pemerintah), generasi baru road fund, sumber pendapatan daerah dari jalan tol, pajak dan fee seperti juga dari agen donor lain. Namun demikian, keberhasilan program transportasi perdesaan tergantung dari kemampuan menciptakan kepemilikan. Kepemilikan dan pemberdayaan masyarakat serta partisipasi dalam pelaksanaan dan konstruksi dapat memungkinkan pemeliharaan dan pembuatan program yang berkesinambungan, peran penting dalam menjamin pergerakan penumpang dan barang dari dan ke desa. Istilah “integrasi” sangatlah esensial dalam hal ini. Integrasi horizontal, vertical dan diagonal diperlukan dalam pendekatan holistic dalam pembangunan daerah. Desentralisasi seharusnya tidak membuat suatu daerah (distrik, kota atau propinsi0 terisolasi atau membuat mereka terisolasi, tapi harus menciptakan suatu saling ketergantungan. Dari sudut pandang agen donor internasional seperti World Bank, kerangka kerja desentralisasi dipandang perlu selama dapat meningaktkan penyebaran infrastruktur yang menguntungkan banyak pihak. 

5. Inisiatif Untuk Transportasi Perdesaan
  • Pembangunan transportasi pedesaan harus terus didukung untuk meningkatkan kemampuan daerah untuk meningkatkan kehidupan yang berkesinambungan.
  • Masyarakat, termasuk sektor swasta dan lembaga pendidikan harus didorong untuk berperan aktif dalam pengembangan program transportasi pedesaan.
  • Para stakeholders harus membuat program yang komprehensif berdasarkan rencana aksi yang menoptimalkan penggunaan sumber daya alam daerah dan mengintegrasikan prinsip partisipasi, penggunaan sumber daya yang berkesinambungan, perlindungan lingkungan dan pemahaman jender.
  • Inisiatif dan best practices yang berhasil di bidang pengembangan transportasi pedesaan harus disebarluaskan dan direplikasi seluas-luasnya.
  • Program pengembangan transportasi pedesaan harus merujuk ke capacity building sebagai aspek penting dalam implementasi.
  • Semua stakeholders termasuk pemerintah pusat dan daerah harus membuat ketetapan untuk alokasi keuangan bagi pengembangan transportasi pedesaan.
  • Semua stakeholders harus mempersiapkan rencana kegiatan mereka sendiri untuk meningaktkan transportasi pedesaan.
  • Pengembanagn transportasi pedesaan harus menyertakan pemeliharaan sebagai bagian yang tak terpisahakn dari rencana implementasi untuk menjamin rencana kesinambungannya.
  • Rencana kegiatan harus menyertakan proses monitoring dan mekanisme evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA 
Arief, Fathoni. 2003. Geliat Transportasi Udara di tengah Transportasi Darat, Clapeyron. Vol. 47.
Indrawan, Ardyanto. 2003. Mahalnya Sistem Transportasi Masa Depan, Clapeyron. Vol. 47. 

No comments:

Post a Comment