Pengecualian Terhadap Rahasia Bank : Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia bank,menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank,bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.
Selain itu didalam Undang – Undang Perbankan Indonesia dalam pengaturan kerahasian bank tidak secara mutlak untuk menutupi informasi dan data yang ada untuk kalangan pihak tertentu. Dari ketentuan larangan pembukaan rahasia bank menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut dapat dikecualikan beberapa kondisi tertentu. Dengan demikian Indonesia menganut teori nisbi,yaitu bahwa pemberian data dan informasi yang menyangkut kerahasian bank kepada pihak lain dimungkinkan dengan alasan tertentu. Tetapi mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan pekerjaannya hampir sama ketentuannya dengan Swiss yaitu menyangkut semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan bank. Kata ” kecuali” dalam pasal 40 ayat (1) ini merupakan pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebutkan dalam pasal – pasal yang dikecualikan itu,bank boleh mengungkapkannya ( tidak
Mengenai kemungkinan perobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah :
1. Untuk kepentingan peradilan pidana
2. Untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank dirahasiakannya). Untuk kepentingan piutang
bank
Untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana,wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia,sedangkan untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,tukar menukar informasi antar bank,permintaan,persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis,permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang telah meninggal dunia,tidak memerlukan perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia.
1. Untuk kepentingan peradilan pidana
Didalam Pasal 42 ayat ( 1 ) disebutkan bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,jaksa,atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. Izin tersebut diperoleh dengan cara seperti diatur dalam pasal 42 ayat ( 2 ) dan ( 3 ).
a. Atas permintaan tertulis dari :
1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan
2. Jaksa agung dalam tahap penuntutan
3. Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka pengadialan
b. Pemberian Izin Pimpinan Bank indonesia tersebut :
1. Dibuat secara tertulis
2. Menyebutkan nama dan jabatan polisi,jaksa dan hakim yang meminta
3. Nama tersangka atau terdakwa
4. Alasan diperlukannya keterengan
5. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan tersebut.
Dalam penjelasan Pasal 42 menyebutkan kata “ dapat “ memberikan izin dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa izin oleh Pimpinan Bank indonesia akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tatacara seperti yang disebutkan dalam pasal 42 ayar ( 2 ) dan ( 3 ).
2. Untuk kepentingan tukar menukar Informasi antar bank
Pasal 44 ayat (1) Undang – undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan menerangkan bahwa dalam tukar menukar informasi antar bank,direksi dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnyan kepada pihak bank lain. Tujuan tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk mempelancar dan mengamankan kegiatan usaha bank,antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank lain. Dengan demikian,bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank lain. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia pada Pasal 32. Informasi bank tersebut dapat berupa :
a. Informasi bank,untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerja sama atau
transaksi dengan bank.
b. Informasi kredit,untuk mengetahui keadaan dan status debitor bank guna mencegah penyimpangan
pengelolaan perkreditan.
c. Informasi pasar uang,untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/6/UPB tanggal 25 januari 1995, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukansebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing – masing.
Dalam tukar menukar informasi antar bank ini,ada 2 bentuk permintaan informasi antar bank yaitu :
1. Permintaan informasi antar bank yaitu;
Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.
Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh :
a. Bank umum kepada bank umum.
b. Bank perkreditan rakyat kepada perkreditan rakyat
Bank yang diminta informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah dimaksud adalah debitor yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat meliputi :
Data debitor,Data pengurus,Data anggunan,Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan,Data keadaan kolektibilas terakhir.
Informasi yang diterima oleh bank peminta,bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebut dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administrasi yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
2. Permintaan informasi melalui Bank Indonesia
Bank dapat meminta informasu mengenai nasabah debitor kepada Bank Indonesia atau keadaan atau status suatu bank melalui Bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.
Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia meliputi :
a. Nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha
b. Status/jenis usaha
c. Tempat kedudukan
d. Susunan pengurus
e. Permodalan
f. Neraca yang telah diumumkan
g. Pengikut sertaan dalam kliring dan
h. Jumlah kantor bank
Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang dpat menurunkan tingkat kesehatan bank.
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan unang-unang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
1) Kepentingan perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak wajib memberikan keterangan yang diminta.
2) Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan piutang dan Lelang negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor yang bersangkutan, dan alasan diperlukanya keterangan.
3) Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simoanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebut nama dan jabatan polis, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
4) Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situassi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari pimpina Bank Indonesia.
5) Tukar-menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
6) Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpaan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.
7) Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan barhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
Sanksi – Sanksi Pidana Dan Perdata
Sanksi Pidana menurut Pasal 40 UU No. 7 tahun 1989 bagi mereka yang memaksa pihak bank dan pihak terapiliasi untuk memberikan keterangan sekurang-kurangnya 2 tahun penjara dan paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak 200.000.000.000,- (dus ratus milyar rupiah) sedangkan Sanksi Perdata; nasabah yang dirugikan dapat menggugat bank brdasarkan dalil bahwa bank telah melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Jelas perbuatan bahwa perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang dilanggar oleh bank itu adalah Pasal 40 UU No. 10/1998. Menurut ketentuan didalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maka sanksi pidana atas pelanggaran prinsip rahasia bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam sanksi pidana terhadap pelanggar rahasia bank dalam undang – undang perbankan ini,sebagaimana juga terhadap sanksi – sanksi pidana lainnya dalam undang – undang perbankan yang bersangkutan. Ciri dan sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank,yaitu sebagai berikut :
a. Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman maksimal
b. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif,bukan alternatif
c. Tidak ada kolerasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda
Ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana dibidang perbankan menurut Undang – undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut :
- Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda sekurang – kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus milyar rupiah), diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,41 A,dan Pasal 42 dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang – undang Perbankan.
- Penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan maksimal denda Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar rupiah),diancam terhadap anggota dewan komisaris,direksi,pegawai bank,atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajin dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang – undang Perbankan.
- Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan denda maksimal Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) diancam kepada anggota dewan komisaris,direksi,pegawai bank,atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajin dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang – undang Perbankan.
No comments:
Post a Comment