Wednesday, October 16, 2013

Pentingnya Bisnis Secara Makro Ekonomi

Pentingnya Bisnis Secara Makro Ekonomi - Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk pemerintah, karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan dapat jatuh hanya karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang dialami oleh pemerintahan rezim Soekarnoj uga pada masa akhir rezim Soeharto (krisis moneter 1997), dan rezim Marcos Philipina), menjadi bukti nyata dari rawannya dampak negatif yang harus ditanggung para pengusaha dan masyarakat, karena dampak dari inflasi yang tinggi.

Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga BBM tersebut. 

Pada paruh pertama tahun 2006, harga minyak bumi tersebut belum juga turun, sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel ke wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank Indonesia untuk segera menurunkan tingkat bunga BI Rate secara bertahap. Kecenderungan ini mendapatkan response dari kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan Agustus 2006. 

Berikut ini adalah bagian dari sejarah ekonomi Indonesia yang berkaitan dengan perubahan tingkat inflasi yang berdampak terhadap kegiatan bisnis.

Perkembangan Inflasi 1970 – 2005 Gejolak dan perkembangan tingkat inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan berikut ini : 
  1. Dari kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) pada masa pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka praktis sejak tahun 1970 Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sedang. Hyper inflation adalah tingkat inflasi melebihi 50 % per bulannya.
  2. Tingkat inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang menurun selama periode 1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program stabilisasi ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.
  3. Tingkat inflasi ternyata masih naik kembali pada periode 1972-74, yang akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.
  4. Tingkat inflasi ini berhasil ditekan selama periode 1970-1992 mencapai tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak tahun 1988, angka inflasi selalu dibawah 10% yang dihitung dengan metode indeks biaya hidup .
  5. Pada era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada tahun 1998-99, laju inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi batas satu digit ( dibawah tingkat 10%).
  6. Program pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis ekonomi, masih bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang Yudhoyono dalam melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM di dalam negeri.
Faktor-faktor pemicu tingkat Inflasi dan Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain dapat diidentifikasi berikut ini:

1. Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia disebabkan 
   antara lain oleh peristiwa:
  · Kenaikan harga migas di luar negeri
  · Meningkatnya bantuan luar negeri
  · Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
  · Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
  · Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel

2. Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian berikut ini :
  · Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
  · Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
  · Pencabutan program subsidi BBM
  · Kenaikan harga BBM yang mencolok
  · Kenaikan tarif listrik

3. Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan lainnya yang 
    bersifat distortif seperti antara lain:
   · Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
   · Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
   · Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja
   · Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional

4. Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat, atau kebijakan 
    pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya, seperti:
  · Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
  · Pemberian bonus prestasi perusahaan
  · Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di 
    lokalitas tertentu.

Pada masa lalu pemicu inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena sebagian besar dari bahan baku tersebut masih di impor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit mengandung local content.

Dua faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.
1. Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan permintaaan dunia atas bahan 
    baku tersebut di dunia.
2. Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama seperti dollar Amerika Serikat.

Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan. Dimasa depan lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan bahan baku batubara dan gas akan juga terjadi danakan mengakibatkan kenaikkan biaya energi. Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan. Memang inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan akan menurun.

No comments:

Post a Comment