Wednesday, December 25, 2013

Studi Pendahuluan Tesis Pelaksana imunisasi puskesmas

Latar Belakang  : Kesehatan sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif. Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal batas wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan penyebaran penyakit kewilayah lain yang terbukti sangat cost effective. Dengan imunisasi, penyakit cacar telah berhasil dibasmi, dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar pada tahun 1974.

Menurut undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.

Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) pada tahun 1974 dan kemudian seluruh dunia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1978. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, secara secara bertahap dikembangkan program imunisasi untuk mencegah penyakit menular yang terutama menyerang bayi dan anak. Dengan demikian imunisasi telah terbukti merupakan upaya pencegahan penyakit infeksi yang paling efektif untuk meningkatkan menu kesehatan masyarakat.

Menurut undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.

Tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kematian bayi akibat Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya Universal Child Immunization (UCI) 85-85-85, artinya cukupan imunisasi dasar lengkap tercapai 85 % merata di tingkat kabupaten/ kota, 85 % tercapai merata di tingkat kecamatan/puskesmas dan 85 % merata di tingkat desa/ kelurahan.

Pengelolaan program imunisasi pada prinsipnya bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan jangkauan pelayanan imunisasi secara efektif dan efesien. Pemantapan pelayanan imunisasi saat ini diutamakan pada tercapaianya UCI tingkat desa secara merata. Hal ini mengandung arti bahwa sekitar 85 % bayi yang ada disuatu desa telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam kurun waktu satu tahun. Sedangkan pemantauan cakupan pelayanan imunisasi di suatu witayah secara kontinyu dengan menggunakan suatu alat manajemen program imunisasi yang lazim disebut Pemantauan lilfiayah Setempat ( PWS ). Tujuannya agar dapat ditakukan tindak lanjut pelayanan imunisasi secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap desa-desa yang cakupan imunisasinya masih rendah I dibawah target. Di dalam PWS knnunisasi tersebut terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui aksesbititas petayanan (besarnya jangkauan petayanan), efektifitas program (tingkat pertindungan) serta efisiensi f manajemen program. Aksesbilitas pelayanan dilihat dari hasit cakupan imunisasi DPT-1, efektifitas program dengan metihat hasit cakupan imunisasi campak dan efisiensi program dengan metihat angka drop out (DO) antara hasit cakupan imunisasi DPT-1 – campak.

Datam upaya untuk dapat memberikan petayanan imunisasi secara maksimal terhadap ketompok sasaran, tetah dicukupi berbagai sarana dan prasarana oleh pemerintah mulai dari sarana transporkasi bagi petugas, temari es, freezer dan vaccin earierl cold box ataupun thermos es sebagai tempat untuk menyimpan dan membawa vaksin ke sasaran, alai suntik ( spuit ), kesemuanya dengan cuma-cuma. Disamping itu untuk mengantisipasi perkembangan jaman dan teknologi, ditakukan penyegaran pengetahuan ( refreshing ) bagi petugas imunisasi metatui berbagai petatihan maupun penataran untuk lebih meningkatkan ketrampiian bagi petugas. Namun demikian hasit cakupan imunisasi yang dicapai saat ini masih betum sesuai dengan harapan dari program imunisasi, yakni tercapainya UCI secara merata di tingkat desa pada tahun 2000.

Sejalan dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi di masyarakat, kebutuhan dan tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu juga semakin meningkat. Kondisi ini menuntut pergesaran titik tekan pelayanan imunisasi dari orientasi pencapaian target menuju orientasi penjagaan mutu pelayanan. Salah satu penentu mutu pelayanan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sehingga kajian tentang SDM menjadi hal yang sangat penting.

Pelaksana imunisasi puskesmas merupakan unsur yang sangat penting dalam pelayanan imunisasi, mereka mempunyai tanggung jawab yang besar dalam keberhasilan program imunisasi yaitu tercapainya UCI secara merata di tingkat desa. Pelayanan imunisasi dilakukan di puskesmas dan lapangan (posyandu). Hasil pelayanan imunisasi baik di puskesmas maupun dilapangan (posyandu) di rekapitulasi oleh jurim (juru imunisasi) dan hasil ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang sebagai hasil cakupan pelayanan imunisasi dari suatu wilayah kerja (desa). Dengan demikian jurim selain sebagai pelaksana imunisasi juga sebagai kordinator imunisasi puskesmas yang bertanggug jawab terhadap keberhasilan program imunisasi di puskesmas.

Studi pendahuluan yang dilakukan penulis dalam bentuk wawancara mendalam terhadap 10 orang petugas imunisasi puskesmas, ada beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan kinerja pelaksana imunisasi puskesmas dalam melaksanakan program imunisasi khususnya pencapaian cakupan, antara lain :

1. Kepemimpinan petugas kordinator imunusasi (korim), bahwa bimbingan dan pengawasan terhadap kegiatan imunisasi dilapangan oleh kepala puskesmas dirasakan masih kurang. Hal ini dapat menyebabkan lemahnya semangat kerja dan lebih lanjut berakibat pada rendahnya kinerja pelaksana imunisasi puskesmas.

2. Supervisi, selama ini supervisi dalam bentuk bimbingan dan arahan program yang dilakukan oleh atasan ( wasor imunisasi kabupaten ) terhadap pelaksana imunisasi puskesmas relatif sangat jarang dilakukan, sehingga menyebabkan motivasi kerja pelaksana imunisasi menurun.

3. Imbalan, bahwa pemberian imbalan berupa uang, baik gaji bulanan, tunjangan fungsional maupun insentif dari puskesmas dirasakan sangat perlu untuk mendukung kerja pelaksana imunisasi di lapangan. Selama ini pemberian imbalan dari puskesmas tidak menentu, kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit.

4. Beban kerja, dengan adanya tambahan pekerjaan dalam pelaksanaan imunisasi, misalnya Bulan Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS ), PIN ( Pekan Imunisasi Nasional ) ataupun kegiatan imunisasi yang lain ( Recam / reduksi campak , TT WUS) dapat menyebabkan menurunnya kinerja dalam pelaksanaan imunisasi rutin. 

5. Kerja sama antar pelaksana imunisasi ; keterlambatan pelaporan hasil imunisasi yang dilakukan oleh pelaksana imunisasi dapat menyebabkan keterlambatan tindak lanjut dalam pencapaian target cakupan imunisasi di desa, dalam hal ini adalah pelaksanaan swepping imunisasi. 

Belum meratanya UCI di puskesmas (baik tingkat desa ataupun tingkat puskesmas) dan masih tingginya angka DO serta kejadian PD3I yang semakin meningkat sementara target pencapaian imunisasi di Kabupaten Batang telah memenuhi target menunjukkan bahwa belum semua Puskesmas mencapai target cakupan imunisasi, dan apabila hal ini dibiarkan terus menerus mengaklibatkan tingginya angka kematian ibu dan bayi serta meningkatnya kejadian penyakit PD3I di Kabupaten Batang.

Pelaksana imunisasi puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya pelaksanaan program imunisasi, banyak tugas yang harus dilaksanakan baik yang bersifat teknis maupun administratif. 

Pelaksanaan program imunisasi di puskesmas mengacu pada Buku Petunjuk. Pelaksanaan Program Imunisasi sebagai pedoman bagi pelaksana imunisasi di puskesmas dalam menjalankan tugasnya yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Disamping itu pelaksana imunisasi puskesmas juga dituntut untuk menguasai manajemen program secara lebih baik dan professional.

Hal ini sejalan dengan strategi dan beberapa kesepakatan global di bidang imunisasi misalnya ERAPO ( Eradikasi Polio ), ETN ( Eliminasi Tetanus Neonatorum ), UCI ( Universal Child Imunization ), RECAM (Reduksi Campak).

Kinerja tenaga kesehatan merupakan masalah yang sangat penting untuk dikaji dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan pembangunan kesehatan. Kajiankajian mengenai kinerja dapat memberikan kejelasan tentang Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja personil. 

Kinerja maupun perilaku kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh 3 kelompok variabel, yaitu variabel individu, variabel psikologis dan variable organisasi. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja seseorang. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugastugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu tugas / jabatan.

Menurut Soecipto (2003), beberapa upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah : (a) Meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan, (b) Meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efesiensi penggunaan biaya kesehatan, (c) Meningkatkan ketersediaan sarana, prasarana dan dukungan logistik pada sarana pelayanan kesehatan yang semakin merata, terjangkau dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk terselenggaranya strategi profesionalisme adalah dengan dilaksanakannya penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditas dan registrasi tenaga kesehatan.

Menurut Sarimawar (2003), permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya, maka perlu diupayakan : (1) bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan : Perawatan terhadap bayi neonatal, promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya, serta pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit, (2) Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan : deteksi dan penanganan bayi neonatal sakit, persalinan yang ditolong / didampingi oleh tenaga kesehatan pembinaan bidan di desa dan pondon persalinan di desa, melengkapi obat-obatan, infus serta alat-alat emergensi juga peningkatan organisasi transportasi untuk kasus rujukan, (3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan atau rumah sakit Kabupaten Deli Serdang dan jajarannya mengenai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan : Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi yang neonatal dari golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan stadart termasuk pertolongan gawat darurat di rumah sakit dengan biaya terjangkau, pelayanan berkualitas yang berkesinambungan, pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja di puskesmas/ desa melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, penanganan kasus rujukan, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di puskesmas Hamparan Perak.

Menurut Handoko (2000) fungsi perencaan dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling penting dibandingkan fungsi manajemen lainnya, karena fungsi-fungsi manajemen yang lain seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan merupakan pelaksanaan dari perencanaan, serta dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasil proses manajemen yang telah dicapai sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu perencanaan.

Hal ini menunjukkan tujuan penyusunan rencana tingkat puskesmas adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan program prioritas yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap penurunan angka kematian bayi, kematian ibu dan balita dalam wilayah kerja puskesmas.

Dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan oleh tenaga yang professional diharapkan program kesehatan yang telah ditetapkan di puskesmas, seperti pelayanan imunisasi tetanus toxoid bagi ibu hamil dapat berjalan baik dan mencapai target yang telah ditetapkan.

No comments:

Post a Comment