Di dalam kappa pesiar yang mewah, Malin Kundang nampak gelisah. Bagaimanapun ia tak bisa membohongi diri sendiri. Ia ngeri membayangkan kutukan ibunya.
Terbesit rasa sesal di dalam
hatinya. “Mengapa aku tega berbuat sedemikian, padahal dia adalah ibu kandungku
sendiri.”
Di sudut hatinya yang lain ia
menghibur diri, mudah-mudahan wanita tua itu bukan ibunya. Kutukannya tidak
menjadi kenyataan, ia akan hidup bahagia bersama istrinya hingga hari tua.
Istri….? Jika ia ingat istrinya ia
jadi gemetar, justru karena rasa malu pada keluarga istrinya ia telah tega
berbuat jahat terhadap ibunya.
Gara-gara ucapan dan hinaan istrinya
ia jadi ikut-ikutan menghina ibuny sendiri.
“Oh Ibu…. !” tanpa sadar terdengar
teriakan lirih dan bibir Malin Kundang,
“Maafkan anakmu ini…….!”
Istri Malin yang berada di
sampingnya kaget mendengar ucapan suaminya.
“Kanda…..! Ada apakah kiranya ?
Apakah wanita tua itu benar-benar ibumu ?” Tanya isti Malin dengan gelisah.
Kapal terus bergerak ke tengah laut.
Melalui gunung monyet terus menuju Malaka. Tiba-tiba cuaca yang tadinya
cerah berubah total menjadi kelam bahkan menjadi gelap, tak berapa lama
kemudian hujan turun dengan lebatnya disertai badai.
Langit semakin kelam, angin bertiup
semakin kencang, gelombang lautan semakin membubung tinggi. Tiba-tiba terdengar
suara halilintar menyambar membelah langit. Disusul hujan badai yang
menimbulkan gelombang besar, mengamuk dan menakutkan.
Jika alam sudah murka taka da lagi
kesombongan manusia. Mereka hanya berusaha semampunya, lalu pasrah kepada Sang
Pencipta alam.
Seluruh awak kapal dicekam
ketakutan.
Malin
Kundang keluar dari bilik menuju geladak kapal. Dia berusaha memberi arahan
kepada anak buahnya agar dapat mengendalikan kapal yang sudah tak karuan
arahnya.
Tiba-tiba nampak bayangan ibunya
yang tua renta. Terbayang pula saat ia mendorong wanita itu hingga rebah ke
tanah.
“Emaaaak……..!” tanpa sadar ia
berteriak memanggil ibunya. Istri Malin kaget, ia ikut keluar geladak, melihat
suaminya kebingungan dan ketakutan seperti melihat hantu.
“Kakanda…....apa yang terjadi…..?
Tanya istri Maling dengan penuh rasa takut dan kuatir.
“Wanita tadi……. Wanita tua dan
miskin itu……dia adalah ibuku sendiri, emakku sendiri…!”
“Apa ? Wanita itu ibumu sendiri ?
Astaga ! Celakalah kita kita kali ini !”
“Benar ! Aku telah durhaka kepada
ibuku sendiri, ibu yang telah mengandung dan membesarkanku dengan air susu dan
kasih sayangnya, sungguh aku telah berdosa…. Sungguh aku menyesal !”
“Kakanda mengapa kau tidak mengatakannya
sejak tadi ?”
Malin seperti tak mendengar
pertanyaan istrinya lagi. Gemuruh ombak dan petir bersaut-sautan, menambah
seramnya suasana di tengah laut, kapal oleng ke sana ke mari tanpa dapat
dikendalikan lagi.
“Kakandaaaaa…..! Tolong akuuuuu……!
Malin hanya bisa memandangi tubuh
istrinya yang terjatuh ke laut. Jangankan menolong istrinya, menyelamatkan diri
sendiri saja ia tak mampu. Satu persatu awak kapal juga terlempar ke laut,
Malin makin panik dan ketakutan.
“Emak……ampuni aku……..cabutlah
kutukanmuuuu….!”
Tapi suara gemuruh ombak dan badai
terlalu keras dan dahsyat, menelan suara anak manusia yang bagaikan setitik
debu di tengah lautan.
“Emak ampuni akuuuuu…!”
Tapi nasi sudah menjadi bubur, rasa
sakit hati seorang Ibu tua telah berubah menjadi kekuatan alam yang dahsyat.
Gelombang laut semakin mengganas, diiringi badai dan Guntur yang membahana.
Menelan teriakan Malin yang mohon ampung kepada ibunya.
Tak terhindarkan lagi, di Teluk Air Manis, kapal Malin terhempas
dan kandas. Malin Kundang tewas.
Ketika matahari pagi memancarkan
sinarnya, badai telah reda. Di Kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah
menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang.
Tak jauh dari tempat itu Nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia .
Konon itulah tubuh Malin Kundang
anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Di sela-sela batu itu
berenang renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tenggiri. Konon, ikan itu
berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.
Demikianlah, sampai sekarang, jika
ada ombak besar menghantam batu-batu mirip kapal dan manusia itu terdengar
bunyi seperti lolongan jerit manusia. Sungguh memilukan kedengarannya.
Kadang-kadang bunyinya seperti orang meratap menyesali diri. “Ampuuuun, Bu…!Ampuuuun,
Bu…! Konon itulah suara si Malin
Kundang.
Orang yang durhaka kepada orang
tuanya-terutama kepada ibunya, orang tersebut tidak akan bisa masuk surga
kecuali setelah mendapat pengampunan dari ibunya.
Demikianlah legenda Malin Kundang.
Tentang kebenarannya hanya Allah SWT
yang Maha Mengetahui. Yang jelas hikmah di balik kisah ini adalah seorang ibu
pasti sengsara dan menderita jika anaknya yang sudah berhasil jadi orang kaya ternyata
tak mau mengakuinya sebagai ibu.
Gambar Malin Kundang
No comments:
Post a Comment