Friday, April 4, 2014

CERITA MALIN KUNDANG ANAK DURHAKA

MALIN KUNDANG ANAK DURHAKA 

Di dalam kappa pesiar yang mewah, Malin Kundang nampak gelisah. Bagaimanapun ia tak bisa membohongi diri sendiri. Ia ngeri membayangkan kutukan ibunya.
            Terbesit rasa sesal di dalam hatinya. “Mengapa aku tega berbuat sedemikian, padahal dia adalah ibu kandungku sendiri.”
            Di sudut hatinya yang lain ia menghibur diri, mudah-mudahan wanita tua itu bukan ibunya. Kutukannya tidak menjadi kenyataan, ia akan hidup bahagia bersama istrinya hingga hari tua.
            Istri….? Jika ia ingat istrinya ia jadi gemetar, justru karena rasa malu pada keluarga istrinya ia telah tega berbuat jahat terhadap ibunya.
            Gara-gara ucapan dan hinaan istrinya ia jadi ikut-ikutan menghina ibuny sendiri.
            “Oh Ibu…. !” tanpa sadar terdengar teriakan lirih dan bibir Malin Kundang, “Maafkan anakmu ini…….!”
            Istri Malin yang berada di sampingnya kaget mendengar ucapan suaminya.
            “Kanda…..! Ada apakah kiranya ? Apakah wanita tua itu benar-benar ibumu ?” Tanya isti Malin dengan gelisah.
            Kapal terus bergerak ke tengah laut. Melalui gunung monyet terus menuju Malaka. Tiba-tiba cuaca yang tadinya cerah berubah total menjadi kelam bahkan menjadi gelap, tak berapa lama kemudian hujan turun dengan lebatnya disertai badai.
            Langit semakin kelam, angin bertiup semakin kencang, gelombang lautan semakin membubung tinggi. Tiba-tiba terdengar suara halilintar menyambar membelah langit. Disusul hujan badai yang menimbulkan gelombang besar, mengamuk dan menakutkan.
            Jika alam sudah murka taka da lagi kesombongan manusia. Mereka hanya berusaha semampunya, lalu pasrah kepada Sang Pencipta alam.
            Seluruh awak kapal dicekam ketakutan.
            Malin Kundang keluar dari bilik menuju geladak kapal. Dia berusaha memberi arahan kepada anak buahnya agar dapat mengendalikan kapal yang sudah tak karuan arahnya.
            Tiba-tiba nampak bayangan ibunya yang tua renta. Terbayang pula saat ia mendorong wanita itu hingga rebah ke tanah.
            “Emaaaak……..!” tanpa sadar ia berteriak memanggil ibunya. Istri Malin kaget, ia ikut keluar geladak, melihat suaminya kebingungan dan ketakutan seperti melihat hantu.
            “Kakanda…....apa yang terjadi…..? Tanya istri Maling dengan penuh rasa takut dan kuatir.
            “Wanita tadi……. Wanita tua dan miskin itu……dia adalah ibuku sendiri, emakku sendiri…!”
            “Apa ? Wanita itu ibumu sendiri ? Astaga ! Celakalah kita kita kali ini !”
            “Benar ! Aku telah durhaka kepada ibuku sendiri, ibu yang telah mengandung dan membesarkanku dengan air susu dan kasih sayangnya, sungguh aku telah berdosa…. Sungguh aku menyesal !”
            “Kakanda mengapa kau tidak mengatakannya sejak tadi ?”
            Malin seperti tak mendengar pertanyaan istrinya lagi. Gemuruh ombak dan petir bersaut-sautan, menambah seramnya suasana di tengah laut, kapal oleng ke sana ke mari tanpa dapat dikendalikan lagi.
            “Kakandaaaaa…..! Tolong akuuuuu……!
            Malin hanya bisa memandangi tubuh istrinya yang terjatuh ke laut. Jangankan menolong istrinya, menyelamatkan diri sendiri saja ia tak mampu. Satu persatu awak kapal juga terlempar ke laut, Malin makin panik dan ketakutan.
            “Emak……ampuni aku……..cabutlah kutukanmuuuu….!”
            Tapi suara gemuruh ombak dan badai terlalu keras dan dahsyat, menelan suara anak manusia yang bagaikan setitik debu di tengah lautan.
            “Emak ampuni akuuuuu…!”
            Tapi nasi sudah menjadi bubur, rasa sakit hati seorang Ibu tua telah berubah menjadi kekuatan alam yang dahsyat. Gelombang laut semakin mengganas, diiringi badai dan Guntur yang membahana. Menelan teriakan Malin yang mohon ampung kepada ibunya.
            Tak terhindarkan lagi, di Teluk Air Manis, kapal Malin terhempas dan kandas. Malin Kundang tewas.
            Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di Kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang. Tak jauh dari tempat itu Nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia . Konon itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Di sela-sela batu itu berenang renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tenggiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.
            Demikianlah, sampai sekarang, jika ada ombak besar menghantam batu-batu mirip kapal dan manusia itu terdengar bunyi seperti lolongan jerit manusia. Sungguh memilukan kedengarannya. Kadang-kadang bunyinya seperti orang meratap menyesali diri. “Ampuuuun, Bu…!Ampuuuun, Bu…! Konon itulah suara si Malin Kundang.
            Orang yang durhaka kepada orang tuanya-terutama kepada ibunya, orang tersebut tidak akan bisa masuk surga kecuali setelah mendapat pengampunan dari ibunya.
            Demikianlah legenda Malin Kundang. Tentang kebenarannya hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui. Yang jelas hikmah di balik kisah ini adalah seorang ibu pasti sengsara dan menderita jika anaknya yang sudah berhasil jadi orang kaya ternyata tak mau mengakuinya sebagai ibu.


Gambar Malin Kundang

No comments:

Post a Comment