Wednesday, June 12, 2013

Definisi Recidive

Definisi Recidive 
Recidive atau pengulangan tindak pidana terjadi pada dalam hal seorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Recidive ini menjadi alasan untuk memperberat pemidanaan. 

Sistem Pemberatan Pidana Berdasarkan Recidive 
Sistem pemberatan pidana berdasarkan recidive dibagi menjadi dua yaitu : 

Recidive Umum 
Dalam sistem ini dianut bahwasanya setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk pemberatan pidana. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya daluarsa recidive. 

Recidive Khusus 
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu pula. 

Recidive Kejahatan Beserta Unsur-unsur Kejahatan 
Recidive kejahatan menurut KUHP adalah recidive ( kejahatan-kejahatan tertentu ), yang membedakan antara lain : 

Recidive terhadap kejahatan-kejahatan yang sejenis 
Mengenai hal tersebut diatur secara tersebar dalam sebelas pasal-pasal tertentu dalam buku II KUHP, yaitu pasal 137 ayat 2, 144 ayat 2, 157 ayat 2, 161 ayat 2, 163 ayat 2,208 ayat 2, 216 ayat 3, 321 ayat 2, 293 ayat 2, dan 303 bis ayat 2. 

Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang termasuk dalam kelompok jenis. 
Yang termasuk recidive jenis ini diatur dalam pasal 486, 487 dan 488 KUHP. 
Menurut Edwin: H. Sutherland dalam bukunya Principles of Criminology menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah : 
  • Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian. 
  • Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana. 
  • Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan. 
  • Harus ada maksud jahat ( mens rea ) 
  • Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan. 
  • Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri. 
  • Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang. 
Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing : 
  • Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan. 
  • Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukman api neraka terhadap jiwa yang berdosa 
  • Pengertian dalam arti juridis : misalnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiri tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2 buku yang berbeda. 
Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah pembedaan antara rechtsdelicten (delik hukum) dan wetsdelicten (delik undang-undang). Pelanggaran termasuk dalam wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hat yang terlarang. 

Misalnya mengendarai sepeda pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu delik undang-undang karena undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang terlarang. 

Sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten (delik hukum), yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. 

Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian. Walaupun perbuatan itu (misalnya) belum diatur dalam suatu undang-undang, tapi perbuatan itu sangat bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan. 

No comments:

Post a Comment