Tuesday, June 25, 2013

Kebijaksanaan Nasional Untuk Efektivitas Pelayanan

Kebijaksanaan Nasional Untuk Efektivitas Pelayanan 
1. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelayanan 
Dalam rangka penyelenggaraan peningkatan Pelayanan Publik peran pemerintah sebagai konsekuensi logis dari adanya kepentingan publik, maka pemerintah secara nasional telah menetapkan kebijakan yang mengarah pada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan public yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan berbagai landasan peraturan perundang-undangan, pedoman, dan surat edaran dibidang pelayanan publik antara lain : Keputusan Men PAN Nomor : 63lKEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Keputusan Men PAN Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat pada Unit PelayananInstansi Pemerintah dan KEP/26/ M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. 

Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang optimal menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pelayanan publik harus memperoleh perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh, karena merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada setiap aparatur pemerintah. Tingkat kualitas kinerja pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu upaya penyempurnaan pelayanan publik harus dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan dilaksanakan oleh jajaran aparatur pemerintah daerah.

Menurut Progo Nurdjaman ada 8 prinsip-prinsip Pokok Pelayanan Publik sebagai berikut : 
a). Kesederhanaan 
Prinsip kesederhanaan ini mengandung arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. 

b). Kejelasan dan kepastian 
Prinsip ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : 
1) Prosedur tatacara pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administrative; 
2) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan; 
3) Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; 
4) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan. 

c). Keamanan 
Prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. 

d). Keterbukaan 
Prinsip ini mengandung arti bahwa prosedur/tatacara, persyaratan satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tariff serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. 

e). Efisiensi 
Prinsip ini mengandung arti : Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Mencegah adanya pengulangan pernenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan memper-syaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait. 

f). Ekonomis 
Prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan : 
  1. Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran; 
  2. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar; 
  3. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
g). Keadilan yang Merata 
Prinsip ini mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat, 

h). Ketepatan Waktu 
Prinsip ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan. 

2. Peranan Pelayanan Administrasi Kepolisian 
Di samping berfungsi sebagai salah satu lembaga penegak hukum dan penjaga keamanan masyarakat, kepolisian juga memiliki fungsi sebagai instansi yang memberikan pelayanan administrasi kepada masyarakat. Pelayanan publik (yang di lingkungan kepolisian dikenal dengan istilah pelayanan masyarakat/YANMAS) sebenarnya merupakan esensi pekerjaan polisi, dalam rangka mewujudkan filosofi POLRI ”Rastra Sewakottama” yang berarti abdi utama nusa dan bangsa (masyarakat). Abdi utama di sini dimaksudkan sebagai pelayanan prima yang kemudian menjiwai kode etik POLRI baru. 

Menurut Jenderal Polisi (Purn) Drs. Chaeruddin Ismail, SH., pelayanan publik bagi kepolisian tercantum dalam TRI BRATA yang merupakan filosofi POLRI yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian khususnya pasal 13 huruf c ”memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat” dan pasal 14 huruf k ”memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai kepentingannya di dalam lingkup tugas kepolisian”. Selanjutnya dalam Kode Etik POLRI berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol.KEP/32/VII/ 2003 ditegaskan dalam pasal 5 bahwa ”memberikan pelayanan terbaik, memberikan pelayanan kepada masyarakat secara ikhlas dengan prosedur cvepat, sederhana, serta tidak bermasa bodoh, apatis, mendiamkan adanya harapan masyarakat”. Secara lebih rinci diatur beberapa tindakan atau perilaku yang harus dan dilarang untuk dilakukan dalam rangka pelayanan publik tersebut, [e] mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit, [e] tida membeda-bedakan (diskrimiasi cara pemberian pelayanan, [g] tidak meminta biaya kecuali diatur oleh undang-undang, [i] tidak mengeluarkan kata-kata atau gerakan tubuh yang mengisyaratkan minta imbalan atas jasa pelayanan yang diberikan”.[3]

Pelaksanaan pelayanan publik oleh kepolisian berupa pelayanan administratif antara lain adalah penerbitan ijin seperti Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Ijin Keramaian. Pelayanan SIM dilakukan oleh Kepolisian Resor atau Kepolisian Wilayah Kota Besar, sedang ijin keramaian diberikan oleh seluruh tingkat kepolisian dari Kepolisian Sektor sampai Mabes POLRI tergantung cakupan kegiatan atau keramaian yang dimintakan ijin. 

3. Dimensi Kebijakan Pelayanan Publik 
Progo Nurdjaman menyebutkan pelayanan publik dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu dimensi internal dan eksternal. Pada dimensi internal, pelayanan publik merupakan salah satu isu utama sejalan dengan tuntutan demokratisasi dan desentralisasi Demokratisasi pada hakekatnya menyuarakan pentingnya partisipasi masyarakat dan akuntabilitas pemegang kekuasaan, yang dengan demikian suara masyarakat diletakkan pada derajat yang paling tinggi. Semangat demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan akan menjadi peluang bagi peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu penyelenggaraan pelayanan publik yang terdesentralisasi akan mendekatkan penyeleng-garaan fungsi pelayanan publik kepada masyarakat dan memungkinkan untuk menyelesaikan komplain (bila ada) dengan lebih cepat karena masyarakat bisa lebih mudah bertemu dengan pihak penyelenggara pelayanan. Pada sisi perencanaan, penyelenggaraan pelayanan publik yang terdesentralisasi akan meningkatkan responsifitas (daya tanggap) terhadap kebutuhan lokal dan membantu Pemerintah Daerah (lembaga penyedia layanan) mengidentifikasi dan memhami karekteristik khas masyarakat setempat. 

Pada dimensi eksternal, pelayanan publik akan memainkan peranan kunci dalam menghadapi tantangan globalisasi. Paling tidak tantangan globalisasi tersebut memerlukan jawaban dalam hal peningkatan daya saing (competitiveness) dan daya tarik (attractiveness), baik ditingkat regional maupun internasional. 

2. Faktor - faktor yang mempengaruhi Pelayanan 
Selanjutnya Progo Nurdjaman menjelaskan bahwa, kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek yaitu : 

1) Sistem 
Yaitu kewenangan Daerah untuk mengatur struktur, tugas fungsi serta mekanisme kerja unit-unit kerja Daerah diatur dalam Peraturan Daerah, yang pengaturannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Pembagian kewenangan daerah tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 yang merupakan referensi pembagian tupoksi dan mekanisme kerja pada unit-unit kerja daerah serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tanggal 9 Mei 2001 tentang kedudukan Tupoksi dan Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Barat. 

2) Kelembagaan 
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam era globalisasi akan semakin berat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan masyarakat semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pendidikannya, sehingga permintaan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik akan menjadi hal yang penting. Oleh sebab itu organ isasi/kelembagaan pemerintah yang ada saat ini harus mampu menata diri menjadi organisasi yang dapat mengantisipasi perubahan kondisi yang datang begitu cepat dan tuntutan masyarakat yang semakin meningkat dan kompleks. 

Penataan organisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan postur organisasi yang lebih proporsional sesuai dengan visi dan misi yang diembannya, sehingga dapat diciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas aparatur, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan publik. Disamping itu dengan penataan organisasi dapat memperjelas wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing. 

3) Sumber Daya Manusia ( SDM ) 
Sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan, merupakan salah satu penentu terciptanya pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien. Pemerintahan yang bersih dan efisien sangat penting bukan hanya agar masyarakat dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari pelayanan publik , melainkan juga untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan dunia usaha tumbuh lebih sehat dan efisien agar investor dari dalam dan luar negeri terdorong untuk meningkatkan investasinya di Indonesia. Pembenahan kualitas sumber daya manusia (PNS) sebagai aparatur Negara pada dewasa ini menjadi semakin penting karena fungsinya yang strategis. Kebutuhan akan terciptanya aparatur yang bersih dan efisien semakin dirasakan sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pembangunan dan dari akibat perubahan eksternal pada tingkat regional dan global. Hal ini tentunya menuntut pegawai negeri menjadi lebih professional, terampil, terbuka, inovatif, peduli, berakhlak dan amanah. Untuk itu PNS harus lebih mengedepankan kepentingan publik, menyelenggarakan pelayanan publik dengan optimal dan menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya berasarkan kebijakan­ kebijakan publik secara proporsional. 

4) Komitmen Dukungan Terhadap Keuangan Daerah 
Kinerja penyelenggaraan pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh kinerja dalam pengelolaan keuangan aerah. Dalam arti bahwa keberhasilan pemerintah menyelenggarakan pelayanan publik dapat dilihat dari besarnya dana APBD yang dialokasikan kepada belanja publik, dan bukan sebaliknya pada belanja aparatur. 

Mengingat pentingnya kebijakan pengalokasian dana dari APBD untuk kepentingan publik dalam rangka mengedepankan peleyanan publik tersebut, maka sudah sewajarnya Pemerintah Daerah memperhatikan pola perencanaan dan penyusunan APBD yang lebih bersifat akuntabel. Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan pelayanan publik dapat menjadi lebih baik lagi. Dalam kaitan itu semua maka sangat strategis posisi belanja daerah, apakah mengedepankan belanja untuk aparatur atau untuk belanja publik. 

Oleh karena itu perlu adanya analisis pola/ perilaku belanja daerah, yang kemudian diumumkan/ diinformasi-kan melalui media masa kepada masyarakat, agar masyarakat dapat mengkritisi kebijakan publik secara langsung. Apalagi dalam kondisi yang multi partai seperti saat ini, tidak menutup kemungkinan terjadinya trade-off dalam pembahasan Rancangan APBD, yang berdampak pada alokasi kegiatan dan dana kurang proporsional terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan belanja aparatur atau kegiatan-kegiatan yang tidak berdarnpak langsung pada kepentingan publik. 

5) Kebijakan Fasilitas Pelayanan Publik 
Dalam rangka mendorong Pemerintah Daerah menye-lenggarakan pelayanan publik secara optimal, telah dilaksanakan sosialisasi program peningkatan pelayanan publik dalam bentuk Bimbingan Teknis di Daerah berupa : 

a) Pengembangan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap (LPTSA). 
Pemerintah menaruh perhatian besar terhadap upaya-upaya reformasi di bidang pelayanan publik, salah satunya adalah system pelayanan umum satu atap. Adapun lembaga yang mengelola system ini biasa disebut dengan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap (LPTSA). Sistem pelayanan satu atap pada hakekatnya adalah penyeleng-garaan pelayanan dalam satu gedung (satu atap). Sistem ini diyakini sebagai salah satu cikal bakal terjadinya proses transparansi dalam pemberian pelayanan umum oleh pemerintah kepada masyarakat. 

b) Peningkatan transparansi dan akuntabilitas akan berdampak pada pelayanan yang lebih baik (better), lebih murah (cheaper), dan lebih cepat (faster) menjadi tujuan utarna reformasi manajeman pelayanan publik daerah, maka LPTSA di daerah menjadi amat penting dan strategis peranannya. Peran penting dan strategis dari LPTSA dimaksud adalah : 
  1. LPTSA bisa mendorong aparat pemerintah untuk menjadi lebih responsive dan efisien melalui standar-standar yang telah ditentukan. Hal ini akan memberikan dorongan dan insentif kepada birokrasi pemerintah untuk menjadi lebih responsive dan efisien. 
  2. LPTSA memberikan kesempatan kepada aparatur pemerintah untuk belajar dari sektor swasta terutama dalam mengembangkan pola manajemen yang berorientasi kepada masyarakat (what public want). 
Sedangkan aspek-aspek dominan yang mempengaruhi optimalisasi LPTSA antara lain : 

Dari hasil monitoring dan evaluasi bahwa aspek komitmen pimpinan daerah terhadap LPTSA sangat dominan terhadap optimalnya LPTSA. Apabila pimpinan daerah mempunyai komitmen yang tinggi, maka akan mampu menggerakkan unit-unit kerja terkait untuk mendukung LPTSA. Sebaliknya apabila pemimpin daerah kurang komitmen maka biasanya masing-masing unit kerja enggan melepaskan fungsi-fungsi yang berkitan dengan pelayanan. 

Pemahaman pendekatan ACSD yaitu Abolish (Penghapu-san), Combine (Penggabungan), Simplified (Penyederha-naan) dan Decentralized (Pelimpahan). Pendekatan ini memberi cara bagaimana menyederhanakan persyaratan- persyaratan yang diperlukan dalam suatu proses pelayanan. 

Pemahaman makna kehidupan bagi para penyelenggara pelayanan publik dan aparatur yang terkait. Pemahaman terhadap beban pekerjaan melayani masyarakat akan berubah menjadi bekal perjalanan di alam berikutnya akan menjadi spirit kerja dengan baik, sungguh-sungguh dan ikhlas, tanpa memikirkan dan mendapat income tambahan atau tidak. 

6) Aspek Proses Pelaksanaan Pelayanan Prima 
Pelayanan prima dilaksanakan untuk memenuhi standar pelayanan terhadap permintaan, keinginan, dan harapan masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi dan bermutu (berkualitas). Lebih jauh hakekat dari pelayanan prima adalah berupa upaya-upaya sebagai berikut : 
  1. Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum. 
  2. Mendorong upaya mengefektifkan system dan tatalaksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien). 
  3. Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa dan peranserta masyarakat secara luas. 
Untuk mendukung terselenggaranya pelayanan prima tersebut harus dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut : 
  • Sederhana, artinya dalam pelaksanaan tidak menyulitkan, prosedurnya tidak berbelit-belit, dan persyaratannya mudah dipenuhi. 
  • Terbuka, artinya masyatakat ingin dilayani secara jujur. Oleh karena itu aparat yang bertugas melayani harus memberikan penjelasan sejujur-­jujurnya, dan apa adanya sesuai dengan peraturan perundangan yang mengaturnya. 
  • Lancar, artinya petugas pelayanan harus bekerja secara ikhlas dan sepenuh hati, dengan didukung sarana dan prasarana yang menunjang kecepatan pelayanan itu sendiri. 
  • Tepat, artinya pemberian pelayanan dapat dilakukan secara tepat arah dan sasarannya, tepat jumlahnya tidak lebih dan tidak kurang, dan tepat waktu. 
  • Lengkap, artinya apa yang diharapkan dan diinginkan masyarakat terhadap suatu pelayanan tertentu dapat tersedia secara lengkap. 
  • Wajar, artinya pelayanan dilakukan sebagaimana mestinya dan tidak dibuat-buat. 
  • Terjangkau, artinya biaya pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh masyarakat. 
Setelah dilakukan hal-hal sebagaimana diuraikan diatas, diharapkan pemerintah dapat memberikan kepada masyarakat suatu pelayanan publik yang prima, sehingga dengan demikian persepsi masyarakat terhadap kinerja birokrasi pemerintah akan menjadi lebih baik lagi, yang pada akhirnya nanti dapat dibangun hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat. Pada satu sisi pemerintah akan memiliki legitimasi yang kuat dihadapan masyarakat dan pada sisi yang lain masyarakat akan mendapat pelayanan yang baik dan prima dari pemerintah. 

7) Lembaga Penampungan Pengaduan Masyarakat 
Dalam rangka menciptakan good governance khususnya dalam hal pelayanan publik serta untuk memicu kinerja Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakatnya diperlukan suatu lembaga pengawas eksternal yang bersifat independent dan non struktural. 

Sistem penampungan keluhan yang berkembang di daerah saat relatif bervariasi, namun belum berjalan efektif terhadap upaya peningkatan kinerja pelayanan publik. Dewasa ini ada berbagai media yang digunakan masyarakat untuk menyampaikan keluhan mengenai pelayanan publik, antara lain, melalui mass-medya cetak dan elektronik seperti koran, radio TV, ataupun menemui langsung instansi terkait. Namun jumlah keluhan yang masuk relatif sedikit karena msyarakat cenderung : 

a) Tidak mengetahui kemana masyarakat harus mengadu; atau 
b) Merasa pesimis bahwa keluhan masyarakat tersebut akan ditindaklanjuti. 
Seluruh Pemerintah Daerah yang pernah disurvei menyatakan setuju jika lembaga khusus penampungan aspirasi/keluhan masyarakat dibentuk didaerah. Alasan perlunya pembentukan lembaga khusus tersebut bervariasi, antara lain : 
a) Untuk mencairkan kebekuan informasi/misko-munikasi antara masyarakat dan pemerintah karena kurang berfungsinya lembaga yang sudah ada. 
b) Untuk menampung keluhan dan aspirasi masyarakat digunakan untuk masukan dalam penyusunan program. 
c) Untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik pada khususnya dan Pemerintah Daerah pada umumnya. 
d) Untuk melakukan penilaian yang obyektif terhadap masalah yang timbul antara eksekutif, legislatif dan masyarakat. 
e) Sebagai alat kontrol bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan berbagai kebijakan publik. 
f) Sebagai upaya pengoptimalan mekanisme penampungan keluhan masyarakat maka perlu untuk mengembangkan Lembaga Penampungan Pengaduan Masyarakat Daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. 

No comments:

Post a Comment