A. Definisi Kebudayaan
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.
Sebagai pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang dihadapi oleh pendukungnya
Dari berbagai sisi, kebudayaan dapat dipdang sebagai: (1) Pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut; (2) Kebudayaan adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau tempat yang mempunyai kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan; (3) Sebagai pengetahuan yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman menyeluruh yang mendalam dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan; (4) Sebagai pedoman bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari kelakuan dan hasil kelakuan; karena kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau berpedoman pada kebudayaan yang dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.
Sebagai pengetahuan, kebudayaan berisikan konsep-konsep, metode-metode, resep-resep, dan petunjuk-petunjuk untuk memilah (mengkategorisasi) konsep-konsep dan merangkai hasil pilahan untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan dalam mewujudkan tindakan-tindakan dalam menghadapi dan memanfaatkan lingkungan dan sumber-sumber dayanya dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Dengan demikian, pengertian kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan adalah sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
B. Unsur-Unsur Kebudayaan
Untuk lebih mendalami kebudayaan perlu dikenal beberapa masalah lain yang menyangkut kebudayaan antara lain unsur kebudayaan. Unsur kebudayan dalam kamus besar Indonesia berarti bagian dari suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisi tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayan disini lebih mengandung makna totalitas dari pada sekedar perjumlahan usur-unsur yang terdapat di dalamnya. Unsur kebudayaan terdiri atas :
- System regili dan upacaru keagamaan merupakan produk manusia sebagai homoriligius. manusia yang mempunyai kecerdasan ,pikiran ,dan perasaan luhur ,tangapan bahwa kekuatan lain mahabesar yang dapat “menghitam-putikan” kehidupannya.
- System organisasi kemasyarakatan merupakan produk manusia sebagia homosocius.manusia sadar bahwa tubuh nay lemah.namun, dengan akalnya manusia membuat kekuatan dengan menyusun organisasikemasyarakatan yang merupakan tempat berkerja sama untuk mencapai tujuan baersama,yaitu meningatkan kesejahtraan hidupnya.
- System mata pencarian yang merupakan produk dari manusia sebagai homoeconomicus manjadikan tinkat kehudupan manusia secara umum terus meningkat.contoh bercocok tanam, kemudian berternak ,lalu mengusahakan kerjinan, dan berdagang.
C. Kebudayaan Bangsa Indonesia
Di masa lalu, kebudayaan nasional digambarkan sebagai “puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia”. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati, saling mencintai dan saling menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang identitas Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3) persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai oleh bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum nasional, sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan sistem birokrasi nasional). Di pihak lain, kesadaran nasional dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran nasional selanjutnya menjadi dasar dari keyakinan akan perlunya memelihara dan mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya melepaskan bangsa dari subordinasi (ketergantungan, ketertundukan, keterhinaan) terhadap bangsa asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan masyarakat memiliki intuisi dan aspirasi untuk mencapai kemajuan. Secara internal, pengaruh dari luar selalu mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun, untuk bereaksi terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan besar dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui pemberitaan maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan khususnya eksternal ini merupakan faktor strategis bagi terbentuknya suatu kebudayaan nasional. Sistem dan media komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi peran strategis pula untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Forum
Rektor Indonesia
Simpul Jawa Timur (2003). Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural. Surabaya : Penerbit Forum Rektor Simpul Jawa Timur
Universitas Surabaya .
Sulastomo
(2003). Reformasi: Antara Harapan dan Realita. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Swasono,
Meutia F.H. (1974). Generasi Muda Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas
Sukubangsa. Skripsi Sarjana. Jakarta :
Fakultas Sastra UI.
--- (1999). “Reaktualisasi dan Rekontekstualisasi
Bhinneka Tunggal Ika dalam Kerangka Persatuan dan Kesatuan Bangsa”, makalah
pada seminar yang diselenggarakan oleh IAIN Syarif Hidayatullah dan Yayasan
Haji Karim Oei, Jakarta ,
6 Mei.
--- (2000a).
“Reaktualisasi Bhinneka Tunggal Ika dalam Menghadapi Disintegrasi Bangsa”,
makalah diajukan dalam Simposium dan Lokakarya Internasional dengan tema “Mengawali Abad ke-21: Menyongsong
Otonomi Daerah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa”,
diselenggarakan oleh Jurnal Antropologi Indonesia bekerjasama dengan
Jurusan Antropologi Universitas Hasanuddin, di
Makassar, 1-5 Agustus 2000.
Swasono, S.E. (2003b). Kemandirian Bangsa, Tantangan Perjuangan dan
Entrepreneurship Indonesia. Yogyakarta :
Universitas Janabadra.
Tambunan,
A.S.S. (2002). UUD 1945 Sudah Diganti Menjadi UUD 2002 Tanpa Mandat Khusus
Rakyat. Jakarta :
Yayasan Kepada Bangsaku.
No comments:
Post a Comment