Pembawa acara adalah orang
yang pertama berbicara dalam suatu acara.
Sebagai pembicara pertama, dia harus dapat menarik perhatian hadirin
untuk segera merasa terlibat dalam pertemuan itu. Kalau seorang pembawa acara
dapat menarik perhatian hadirin atau audiens maka acara akan dapat berjalan
dengan lancar dan baik, tetapi kalau gagal dalam menarik perhatian mereka maka
akan menjadikan acara yang pandunya menjadi tidak berhasil. Bahkan Wiyanto dan
Astuti (2004) menyatakan bahwa kunci kesuksesan sebuah acara berada di tangan
pembawa acara.
Menurut Wiyanto dan Astuti (2004), pembawa acara sering
disebut sebagai MC (Master of Ceremony). Kedua istilah ini oleh
masyarakat sering dipakai bergantian dengan arti yang sama. Kadang-kadang
mereka menyebutnya pembawa acara, dan kadang-kadang juga menyebutnya MC. Kedua istilah itu sebenarnya berbeda walaupun
ada unsur persamaannya. Pembawa acara dapat bertugas pada acara resmi dan tidak
resmi, sedangkan MC hanya bertugas dalam acara tidak resmi. Dengan demikian,
dalam acara tidak resmi pemandu acaranya dapat disebut pembawa acara dan juga
dapat disebut MC.
Selain istilah pembawa acara dan MC, masyarakat juga mengenal dan sering menggunakan istilah protokol. Ada anggota masyarakat yang menggunakan istilah protokol ini dengan arti yang sama dengan istilah pembawa acara atau MC, padahal istilah protokol dengan pembawa acara dan MC ini memiliki arti yang berbeda.
Kata protokol dalam KBBI
(1990:704) diartikan sebagai: (1) surat-surat resmi yang memuat hasil
perundingan (persetujuan, dsb.); (2) peraturan upacara di istana kepala negara
atau berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu negara, dsb.; (3) orang yang
bertugas mengatur jalannya suatu upacara; (4) jalan yang menjadi pusat
keramaian lalu-lintas kota.
Kata protokol
yang aslinya berasal dari bahasa Yunani, dalam bahasa Indonesia mula-mula
diartikan sebagai tata tertib pergaulan internasional atau sopan-santun
diplomatik. Dari pengertian ini kemudian berkembang sehingga istilah protokol
diterapkan juga untuk upacara-upacara yang meliputi segala bentuk pertemuan,
baik yang bersifat nasional maupun internasional, dan juga upacara yang resmi
maupun setengah resmi, kenegaraan maupun sosial kemasyarakatan (Suyuti, 2002:
91). Semua hal yang mengatur pelaksanaan suatu kegiatan disebut dengan istilah
protokoler.
Dalam
hubungannya dengan praktik keprotokolan yang sesungguhnya Haryadi (1994)
mengemukakan adanya beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, di antaranya:
1.
Mengikuti
rapat-rapat panitia sejak awal sehingga mengetahui rencana awal dan
perubahan-perubahan yang terjadi,
2.
Mengetahui
secara mendalam tentang bentuk kegiatan, penanggung jawab kegiatan, pelaksana
kegiatan, teknik pelaksanaan, perlengkapan yang diperlukan, dan susunan acara.
3.
Menguasai
susunan acara dan petugasnya,
4.
Mempersiapkan
scrip atau konsep wacana yang akan disampaikan,
5.
Menunjuk
salah seorang sebagai pembantu/penghubung atau stage manager yang menjadi
penghubung antara pembawa acara dan pelaksana.
Satrio Wuryanto (1991: 3-4) mengemukakan
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seseorang yang menjadi pembaca acara
atau MC, antara lain adalah:
1.
Seorang
yang akan menjalankan tugas sebagai pembawa acara hendaknya memiliki (a) sikap
yang tegas dan disiplin yang tinggi, (b) volume suara yang konstan dan mantap,
(c) kemampuan menguasai bahasa secara baik, baik bahasa Indonesia maupun bahasa
asing, (d) kepekaan terhadap situasi, dalam arti mampu menguasai keadaan dan
mampu mengambil keputusan, (e) sifat tidak mudah tersinggung, dan (f)
berkepribadian.
2.
Pembawa
acara adalah kemudi dari seluruh pelaksanaan kegiatan acara, oleh sebab itu
harus terampil dengan cepat dan tanggap dalam membaca situasi.
3.
Harus
dapat menempatkan diri cukup sopan dan simpatik
4.
Mengetahui
tempat posisi berdiri yang tepat (menguasai arena kegiatan).
5.
Pandai
mengatur volume suara.
6.
Tidak
dibenarkan pembawa acara mengulas atau memberi komentar pidato seseorang.
7.
Mampu
menguasai massa.
Sebagaimana
orang berpidato, pembawa acara juga harus memperhatikan hal-hal yang terkait
dengan penampilannya di depan umum. Menurut Wiyanto dan Astuti (2004), beberapa
hal yang harus diperhatikan tersebut antara lain adalah:
1. Cara Berpakaian
Seorang pembawa acara harus berpakaian bersih, rapi, dan sesuai dengan
acara yang dipandunya.
2. Cara Bersikap
Pembawa acara harus dapat tampil tenang, wajar, dan sopan. Pembawa acara yang
tidak tenang, apalagi tingkah lakunya dibuat-buat, akan memberikan kesan yang
kurang baik.
3. Cara Memandang Hadirin
Pembawa acara harus memandang semua hadirin,
baik yang berada di sebelah kiri maupun sebelah kanan, baik yang ada di depan
maupun yang ada di belakang.
4. Cara Berdiri
Pembawa acara harus berdiri, kecuali apabila
acaranya dihadiri oleh undangan yang
sangat terbatas dan semuanya duduk. Dalam situasi wajar, pembawa acara terkesan
kurang sopan kalau tidak berdiri. Cara
berdirinya pun harus tegak jangan membungkuk. Jangan berdiri kaku seperti
robot, tetapi juga jangan terlalu santai seperti mengobrol dengan teman.
5. Cara Memegang Mikrofon
Mikrofon yang sudah ada standarnya jangan
dipegang-pegang. Selain menimbulkan bunyi mendengung, juga mengesankan bahwa
pembawa acara tidak tenang. Pada awalnya memang boleh dipegang untuk memastikan
bahwa mikrofon sudah siap dan untuk mengatur posisi yang pas. Posisi yang baik adalah jarak antara mikrofon
dan mulut tidak terlalu dekat, kira-kira 20 cm saja.
6. Cara Memegang Catatan
Pembawa acara sebaiknya membawa kertas
berisi catatan susunan mata acara. Dengan adanya catatan
yang setiap saat dapat dilihat pembawa acara, akan memberikan kesan bahwa acara
demi acara sudah direncanakan dan dipersiapkan
dengan matang.
Cara membawa catatan juga tergantung pada
situasi. Dalam siatuasi resmi, biasanya catatan itu berupa daftar susunan acara yang sudah diketik rapi pada kertas dan
diletakkan dalam map. Cara memegangnya, pembawa acara berdiri tegak dan kedua
tangannya memegang map berisi susunan acara yang akan dibacakan. Setiap selesai
dibaca, map itu ditutup lalu dipegang oleh kedua tangan.
Dalam acara setengah resmi atau tidak resmi,
kertas kecil yang berisi catatan susunan acara dipegang tangan kiri, sementara
tangan kanan dapat digerak-gerakkan secara spontan menyertai pembicaraan.
7. Cara Mengakhiri Acara
Kalau semua mata acara yang direncanakan
sudah terlaksana dan acara sudah dinyatakan selesai, pembawa acara harus tetap
berdiri sambil memandang hadirin yang
bergerak keluar. Dengan cara seperti ini, pembawa acara bermaksud mengucapkan
terima kasih kepada hadirin yang telah mengikuti acara demi acara dengan tertib.
Menurut Suyuti (2002: 105), tugas utama
pembawa acara adalah:
1. Menginformasikan urutan acara yang akan berlangsung dan memandunya
dari awal hingga selesai.
2. Mengusahakan segenap hadirin tertarik untuk mengikuti jalannya
upacara dengan seksama, serta mengusahakan agar mereka tetap dapat mengikuti
seluruh rangkaian acara dengan tenang hingga akhir.
3. Mengupayakan agar sebuah rangkaian acara berjalan dengan baik, tertib, dan lancar
sejak awal hingga akhir.
Agar tugas-tugas pokok tersebut dapat
berjalan dengan baik, maka secara teknis seorang pembawa acara harus
melaksanakan hal-hal berikut ini:
1. Menyusun mata acara.
2. Mengecek alat pengeras suara terutama mikrofon, baik yang akan
digunakan sendiri maupun oleh pembicara lain
3. Mengecek kesiapan acara terutama terhadap orang-orang yang diberi
tugas sebagai pengisi acara
4. Mengecek kehadiran pembicara inti dan para undangan khusus
5. Mengumumkan acara demi acara menurut urutan dan tempo yang telah
ditentukan. Demi tertibnya upacara, seorang pembawa acara harus mengatur
pembagian waktu secara cermat dan proporsional
6. Membawakan acara demi acara dari awal sampai akhir dengan
sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan professional
7. Di dalam mengantarkan acara pembawa acara harus pandai memilih
bahasa dan uraian yang bersifat menghormat, bukan perintah
8. Apabila diperlukan komentar terhadap isi pembicaraan hendaknya
dilakukan secara selektif, yakni untuk hal-hal yang pokok dan penting saja
9. Menyimak jalannya upacara dengan seksama terutama menyimak setiap
mata acara yang telah dipandunya.
Secara
umum, acara dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: acara resmi, acara
keagamaan, acara kekeluargaan, dan acara hiburan (Wiyanto dan Astuti, 2004).
Secara umum, dalam membawakan sebuah acara, sebelum acara dimulai, pembawa
acara dapat memberitahukan bahwa acara akan segera dimulai dan meminta
peserta/undangan untuk menempatkan diri dan duduk dengan tenang, kursi depan
yang masih kosong mohon diisi dulu.
A. Acara Resmi
Acara
resmi diselenggarakan oleh instansi, baik instansi negeri maupun swasta. Acara
resmi dilaksanakan secara resmi, sesuai dengan ketentuan yang sudah baku,
demikian pula pakaian yang dikenakan para peserta juga sudah ditentukan. Untuk
penyelenggaraan acara resmi biasanya didahului dengan penyelenggaraan gladi
beberapa kali, mulai dari gladi kotor sampai dengan gladi bersih. Susunan acara dalam acara resmi sudah baku,
sesuai dengan ketentuan.
Yang
termasuk acara resmi antara lain sebagai berikut:
1. Upacara Bendera
2. Upacara Peringatan Hari Besar
Nasional
3. Upacara Pelantikan Pejabat
4. Upacara Serah Terima Jabatan
5. Upacara Penandatanganan Naskah Kerja Sama
6. Upacara Pembukaan/Penutupan Seminar
7. Upacara Wisuda
8. Upacara Promosi Doktor
9. Upacara Pengukuhan Guru Besar
10. Upacara Dies Natalis, dan sebagainya.
Berikut ini
salah satu contoh susunan acara resmi
dalam kegiatan pembukaan seminar.
Acara Pembukaan Seminar
a.
Pembukaan
b.
Prakata/Laporan
Ketua Panitia Pelaksana Seminar
c.
Sambutan
Pejabat atasan pelaksana Seminar dilanjutkan dengan pembukaan seminar secara
resmi
d.
Istirahat
e.
Pidato
pengarahan pejabat tertentu
f.
Persidangan
seminar
Dalam
acara resmi, biasanya susunan acara sudah tertulis rapi. Pembawa acara tinggal
membacanya. Ia juga boleh menambahkan salam pada saat membuka acara dan menyapa
para peserta. Misalnya: “Selamat pagi, Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh, atau salam lain. Sapaan yang biasa digunakan “Ibu-ibu,
Bapak-bapak, dan Saudara-saudara yang saya hormati. Kadang-kadang sapaan
itu hanya berbunyi “Saudara-saudara yang berbahagia.
Dalam
acara resmi, sapaan tidak harus ada. Biasanya ada pembawa acara yang membuka
acaranya secara langung, seperti contoh berikut.
Upacara pembukaan seminar dengan
tema …………. Sabtu, 30 Oktober ….. dimulai, dengan susunan acara sebagai
berikut:
………………………..
………………………..
………………………..
………………………..
Acara
pertama, ………….
B. Acara KeagamaanC. Acara Kekeluargaan
D. Acara Hiburan
Sesuai dengan namanya, acara keagamaan diselenggarakan
oleh pemeluk agama tertentu. Ada dua macam acara keagamaan, yaitu yang bersifat
ibadah dan yang bersifat seremonial.
Acara ibadah dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama, sedangkan acara
seremonial dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam
agama Islam misalnya, acara shalat Idul Fitri dan Idul Adha di masjid ataupun
di lapangan termasuk acara ibadah, sedangkan acara syawalan atau halalbihalal
yang terkait dengan hari raya Idul Fitri termasuk acara seremonial.
Acara keagamaan yang bersifat ibadah hanya dihadiri oleh
pemeluk agama yang bersangkutan saja, sedangkan acara keagamaan yang bersifat
seremonial bisa dihadiri oleh pemeluk agama lain. Susunan acara dalam acara
keagamaan disusun berdasarkan agama masing-masing. Dalam membawakan acara pada
acara keagamaan perlu memperhatikan hal-hal yang terkait dengan tuntunan dalam
agama yang bersangkutan.
Berikut ini
contoh susunan acara untuk berbagai pertemuan dalam acara keagamaan khususnya
peringatan hari besar agama.
1. Pembukaan
1.
Prakata
Panitia
2.
Sambutan-sambutan
(Secara
berjenjang dari pejabat yang paling bawah)
3.
Uraian
tentang makna peringatan tersebut
4.
Istirahat/
Kesenian
5.
Doa
6.
Penutup
Dalam membuka
acara keagamaan, pembawa acara umumnya
mengucapkan salam khas/kutipan ayat-ayat kitab suci. Dalam acara keagamaan
agama Islam, misalnya, selain mengucapkan salam
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”, juga mengucapkan
hamdalah “Alhamdulillah … dan
kutipan ayat Alquran. Setelah itu, ia mengumumkan bahwa acara dimulai dan
memberitahukan acara-acara yang akan dilaksanakan.
Acara kekeluargaan biasanya diselenggarakan oleh
perseorangan berkaitan dengan hajat keluarga. Susunan acara dalam acara
kekeluargaan ini biasanya mengikuti budaya yang berlaku di suatu daerah/adat
setempat. Tetapi mengikuti budaya ini juga tidak menjadi suatu keharusan.
Dengan pertimbangan tertentu, susunan acaranya dapat diubah sesuai dengan
selera orang yang memiliki hajat dan juga situasi yang dihadapi.
Yang termasuk acara kekeluargaan antara lain sebagai
berikut.
1.
Syukuran
2.
Ulang
tahun
3.
Khitanan
4.
Tunangan
5.
Resepsi
pernikahan, dan sebagainya.
Berikut ini
contoh susunan acara salah satu acara kekeluargaan, yaitu resepsi pernikahan.
1.
Pembukaan
2.
Pembacaan
Ayat-ayat suci Alquran dan terjemahannya
3.
Sambutan
Tuan Rumah
4.
Sambutan
Wakil Pengiring Mempelai
5.
Nasihat Pernikahan
6.
Penutup
(ramah-tamah)
Acara kekeluargaan sifatnya tidak resmi.
Untuk itu, pembawa acara tidak terlalu terikat. Ia memiliki kelonggaran untuk
berkreasi dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi agar acara yang dipandunya
menjadi lebih menarik.
Acara
hiburan mengutamakan pementasan yang
diharapkan dapat menghibur para penonton. Pementasan yang ditampilkan ada
kalanya hanya satu jenis, tapi ada pula acara hiburan yang menampilkan berbagai
jenis pementasan atau hiburan, misalnya pada acara gebyar seni 17 Agustus.
Yang termasuk acara hiburan antara lain adalah.
1.
Malam
kesenian
2.
Panggung
gembira
3.
Pentas
seni
4.
Gebyar
seni
5.
Pagelaran
Musik
Contoh susunan
acara hiburan antara lain seperti berikut ini.
1.
Pembukaan
2.
Sambutan
(singkat)
3.
Hiburan
(musik, tari, baca puisi, dsb.)
4.
Penutup
Acara hiburan ini sifatnya gembira.
Orang-orang yang datang pada acara itu juga berharap bisa terhibur, senang, dan
gembira. Untuk memenuhi hal itu, pembawa acara memiliki peran yang sangat
penting. Pembawa acara harus pandai menyiasati situasi dan terampil membuat
suasana gembira.
Cara yang dapat
digunakan antara lain dengan memuji undangan/hadirin tentang pakaiannya,
ketertibannya, semangatnya, atau yang lainnya. Juga secara optimis
memberitahukan bahwa hiburan yang akan disajikan berkualitas tinggi, sehingga
mampu menghibur hadirin. Pembawa acara dapat menyampaikan pujian-pujian tersebut
secara kocak, lucu, dan menghibur.
Kelancaran
perpindahan dari satu mata acara ke mata acara
yang lain menjadi tanggung jawab pembawa acara. Dalam acara resmi, ia
cukup menyebutkan/membacakan acara berikutnya, kalau petugas sudah kembali ke
tempatnya. Tidak perlu ada komentar
tambahan selain yang tertulis dalam susunan acara. Dalam acara setengah resmi,
pembawa acara bisa menambahkan komentar seperlunya yang amat singkat. Dalam
acara tidak resmi, pembawa acara dapat menambahkan komentar, ilustrasi, humor,
atau yang lainnya, di antara mata acara yang satu dengan yang lainnya.
Komentar, ilustrasi, humor, dan lain-lainnya itu harus disesuaikan dengan
situasi dan tidak ada yang merasa tersinggung atau kurang dihargai.
.
.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Citrobroto, R.I. Suhartin. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik Berkomunikasi. Jakarta: Bhatara.
Dipodjojo, Asdi S. 1982. Komunikasi Lisan. Yogyakarta: Lukman.
Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolut.
Haryadi, 1994. Pengantar Berbicara. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Hendrikus, SDV, Dori Wuwur. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.
Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.
-----------. 1997. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.
Nadeak, Wilson. 1987. Cara-cara Bercerita. Jakarta: Binacipta.
Pringgawidagda, Suwarna. 2003. Pranata Adicara. Yogyakarta: Adicita.
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Retorika Modern Pendekatan Praktis, Cetakan ke-5. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Suyuti, Achmad. 2002. Cara Cepat Menjadi Orator, Da’I, dan MC Profesional. Pekalongan: Cinta Ilmu.
terima kasih info nya
ReplyDelete