A.
Sejarah tentang Peranan Investor Asing dalam Memulihkan Perekonomian Indonesia
Era Orde Baru.
Tujuan dikeluarkannya ketetapan MPRS No. XXIII tahun 1966 adalah untuk
mengatasi krisis krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda Indonesia sejak
tahun 1955.
Pada masa ini Soeharto dihadapkan pada utang luar Negeri peninggalan orde lama yang mencapai 2,2-2,7 miliar dolar Amerika Serikat. Untuk menanggulanginya, Soeharto mencanangkan berbagai kebijakan ekonomi baik dalam mau pun luar negeri.
Pada masa ini Soeharto dihadapkan pada utang luar Negeri peninggalan orde lama yang mencapai 2,2-2,7 miliar dolar Amerika Serikat. Untuk menanggulanginya, Soeharto mencanangkan berbagai kebijakan ekonomi baik dalam mau pun luar negeri.
- Menerapkan anggaran belanja berimbang (balance budget) yang berfungsi untuk mengurangi salah satu penyebab terjadinya inflasi. Pemerintah mencari kerja sama di bidang ekonomi dengan pihak luar negeri dan meminta penjadwalan ulang pinjaman dana Negara-negara Eropa Timur.
- Menerapkan kebijaksanaan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sektor produktif, seperti sektor pangan, ekspor, prasarana, dan industri.
- Kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri.
- Berusaha mendapatkan pembiayaan/kredit luar negeri baru.
- Kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar Negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia. Keterlibatan investor luar negeri ini sangat bermanfaat dalam menciptakan lapangan kerja dan membantu Indonesia meningkatkan angka pendapatan Nasional. Kebijakan Investasi asing merupakan hal yang paling mendesak, dikarenakan melalui investasi asing diharapkan dapat secara cepat mampu mendapatkan devisa negara.
- Mengeluarkan peraturan 10 Februari 1967 tentang persoalan harga dan tarif untuk mengurangi berbagai penyebab timpangnya perbandingan harga, serta membuka peluang kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk memakai sumber pembiayaannya sendiri.
- Mengeluarkan peraturan 28 Juli 1967 untuk menstimulasi para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak dan ekspor Indonesia agar para pengusaha Indonesia dapat turut serta merangsang perkembangan perekonomian Indonesia.
- Menerapkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing . undang-undang ini merupakan upaya menarik investasi asing untuk masuk ke Indonesia. Wujud dari pelaksanaan kebijakan ini adalah dibentuknya Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing pada tanggal 9 Januari 1967.
- Dalam sektor perminyakan, timbul upaya menarik investasi asing ke Indonesia yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Tahap ini didukung dengan dimulainya perbaikan hubungan bilateral dengan Negara Barat, khususnya AS dan Jepang. Perbaikan hubungan tersebut disambut oleh AS dengan memberikan pinjaman sebesar 8,2 juta dollar AS, sedangkan Jepang memberikan bantuan dana sebesar 30 juta dollar AS untuk pertama kalinya.
Periode ini kemudian ditandai dengan keberhasilan Soeharto dalam mengatasi
persoalan ekonomi Indonesia . Ekonomi mulai tumbuh rata-rata 6,6 persen,
setelah dilakukan rehabilitasi pertumbuhan ekonomi meningkat pesat yaitu 10,9
persen. Dengan reaksi cepat Pemerintahan Orde Baru berhasil menekan laju
inflasi di bawah 10 % pada tahun 1970.
Keberhasilan
Indonesia dalam menurunkan inflasi menjadi bagian dari strategi selanjutnya
untuk semakin menarik kepercayaan Internasional kepada Indonesia, termasuk
penanaman modal asing yang telah diamanatkan sejak awal kepemimpinan Soeharto.
Pada tahun 1980-an, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjadi dan dapat
dipertahankan di atas 7 %. Hal tersebut di topang dengan meningkatnya kinerja
sektor pertanian, khususnya beras. Pada puncaknya Indonesia berhasil meraih
surplus produksi pada tahun 1984, bahkan mampu membantu Afrika yang pada masa
itu sedang dilanda kelaparan.
B.
Peranan Investor asing (Foreign Direct Investment) dalam memulihkan
perekonomian Indonesia.
FDI
bermula saat sebuah perusahaan dari satu Negara menanamkan modalnya dalam
jangka panjang ke sebuah perusahaan di Negara lain. Dengan cara ini perusahaan
yang ada di Negara asal (home country) bisa mengendalikan perusahaan yang ada
di Negara tujuan Investasi (host country) baik sebagian atau seluruhnya.
Indonesia
telah ditetapkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967) dikeluarkan untuk menarik investasi asing guna membangun ekonomi
nasional, yang memiliki wewenang dalam hal ini adalah Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi
langsung luar Negeri. FDI kini memainkan peran penting dalam proses
internasionalisasi bisnis. Perubahan yang sangat besar telah terjadi baik dari
segi ukuran, cakupan, dan metode FDI dalam dekade terakhir. Perubahan-perubahan
ini terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi
investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi
di berbagai industri. Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi
global yang makin murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan
jauh lebih mudah. Investor asing merupakan salah satu pendorong pertumbuhan
ekonomi karena mampu memberikan kontribusi pada ukuran-ukuran ekonomi nasional
seperti produk Domestik Bruto (PDB/GDP), Gross Fixed Capital Formation (GFCF,
total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo pembayaran. Mereka
juga berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara tuan rumah
atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu-FDI menjadi sumber tumbuhnya
teknologi, proses, produk, produk sistem organisasi, dan keterampilan manajemen
yang baru.
Hal
ini pula yang dialami Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto, para investor
asing datang berbondong-bondong ke Indonesia untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Di bidang pertambangan, kehutanan, perkebunan, dan juga tekstil
serta manufaktur dari Negara-negara Barat, dan juga Jepang terus mengalir. Pada
periode ini merupakan masa pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan PDB riil
rata-rata tiap tahun sebesar 7,7 persen, hal ini dapat terlaksana karena adanya
bantuan dari para investor asing yang sedemikian percaya untuk menanamkan modal
di Indonesia. Kendati pada akhirnya para FDI mengetahui bahwa pelaksanaan kebijakan
pembangunan ekonomi sarat akan KKN, namun mereka sepertinya menutup mata.
Undang-Undang
Penanaman Modal Pertama (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) yang dikeluarkan
oleh orde baru di bawah pemerintahan Soeharto sebenarnya mengatakan dengan
jelas bahwa beberapa jenis bidang usaha sepenuhnya tertutup bagi perusahaan
asing. Pelabuhan, pembangkitan, dan transmisi listrik, telekomunikasi,
pendidikan, penerbangan, air minum, KA, tenaga nuklir, dan media massa
dikategorikan sebagai bidang usaha yang bernilai stragtegis bagi negara dan
kehidupan sehari-hari rakyat banyak, yang seharusnya tidak boleh dipengaruhi
pihak asing (Pasal 6 ayat 1). Setahun kemudian, Undang-Undang penanaman Modal
Dalam negeri (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968) menyatakan: “Perusahaan nasional
adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang
ditanam di dalamnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional” (Pasal 3
ayat 1). Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal
sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan. Namun kemudian, Pemerintah
Indonesia menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin investor asing bisa
memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang “... pelabuhan;
produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi;
penerbangan, pelayaran, KA; air minum, pembangkit tenaga nuklir; dan media
massa “ (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5
ayat 1).
Investor
asing merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang kemudian mampu
menstabilkan kembali perekonomian Indonesia, serta mampu menjadikan Indonesia
sebagai salah satu Negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya dalam kurun
waktu yang relatif singkat.
C. Penanaman Modal Asing di Indonesia dan Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 sebagai Salah Satu Kebijakan Publik
C. Penanaman Modal Asing di Indonesia dan Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 sebagai Salah Satu Kebijakan Publik
Republik
Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah akan tetapi pembuat kebijakan
investasi memandang bahwa pelaku usaha nasional belum memiliki kapasitas yang
cukup dalam mengelola kekayaan alam yang masih berbentuk potensi dan terpendam
di bumi Indonesia. Untuk itu, Presiden soeharto pada tahun 1967 menerbitkan UU
Penanaman Modal Asing (UU PMA) dalam upaya menggerakkan ekonomi nasional dengan
memanfaatkan perusahaan-perusahaan asing yang diberi kesempatan berinvestasi di
Indonesia.
Selanjutnya,
Pemerintah Indonesia telah mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri.
Dalam perkembangannya, kesemua peraturan perundang-undangan tersebut di atas telah digantikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Dalam perkembangannya, kesemua peraturan perundang-undangan tersebut di atas telah digantikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Pembentukan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal didasarkan pada
semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif sehingga
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara
lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal,
bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta
keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang
diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab
penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan,
koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur
mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan
yang mengatur tentang penyelesaian sengketa.
D.
Pembaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Dibandingkan Dengan
Undang-Undang Penanaman Modal Yang Lama
Hal-hal
baru yang ada pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dibandingkan undang-undang
penanaman modal yang lama antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengertian penanaman modal asing pada
Undang-Undang PMA lama, modal asing didefinisikan sebagai direct investment
(Pasal 1). Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, modal asing tidak hanya
diartikan direct investment tetapi juga meliputi pembelian saham (portofolio)
Pasal 1 butir 10 jo. Pasal 5 ayat (3). Dengan demikian, pintu masuk PMA lebih
diperluas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
2. Pihak investor. Dalam Undang-Undang
PMA lama, hanya pihak asing berbentuk badan hukum yang dapat melakukan
penanaman modal asing (Pasal 3 ayat (1)). Lain halnya dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007, yang membuka kesempatan bagi Negara, perseorangan, badan
usaha, badan hukum yang semuanya berasal dari luar negeri dapat menanamkan
modalnya di Indonesia (Pasal 1 butir 6).
3. Perlakuan terhadap investor. Dalam
Undang-Undang PMA lama tidak ada statement perlakuan yang sama. Perlakuan yang
sama diberikan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dalam Bab V.
PMA diperlakukan sama dengan PMDN. Di samping itu, PMA dari negara mana pun,
pada prinsipnya diperlakukan sama, kecuali dari suatu negara yang memperoleh
hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
4. Pelayanan satu pintu. Pasal 12 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan pelayanan
satu pintu kepada PMA, yang dalam Undang-Undang PMA lama tidak diatur. Terdapat
kepastian hukum dalam kemudahan pelayanan melalui satu pintu.
5. Perizinan dan kemudahan masuknya
tenaga kerja asing. Undang-Undang PMA lama mengatur tenaga kerja dalam Bab IV.
Tenaga kerja asing tidak mudah untuk didatangkan karena tenaga kerja asing
boleh didatangkan bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga
kerja warga Indonesia. Tidak demikian halnya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 karena tenaga kerja asing lebih mudah masuk ke Indonesia. Memang, tenaga
kerja warga Negara Indonesia harus tetap diutamakan, namun, investor tetap
memiliki hak menggunakan tenaga ahli WNA untuk jabatan dan keahlian tertentu
(Pasal 10).
6. Pajak Undang-Undang. PMA lama
memberikan fasilitas berupa keringan pajak yaitu tax holiday bagi investor
asing. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak hanya fasilitas
pajak saja namun diberikan fasilitas fiscal, lebih luas cakupannya mengingat
pajak hanyalah salah satu bagian dari fiscal. Sehingga, pemberian fasilitas
kepada investor asing lebih besar karena tidak hanya pemberian fasilitas pajak
namun lebih dari itu yaitu berupa fiscal. Hal ini lebih menguntungkan investor
asing.
7. Negative list. Pasal 6 Undang-Undang
Penanaman Modal Asing lama memberikan batasan terhadap usaha mana saja yang
tidak dapat diberikan kepada investor asing. Sehingga, jenis usaha yang diatur
tersebut mutlak tidak dapat diberikan kepada investor asing (imperative).
Kelonggaran dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 karena
tidak dicantumkan jenis usaha yang masuk dalam negative list (Pasal 11).
Negative list tersebut diatur kemudian dalam peraturan perundang-undangan. Ini
berarti, jenis usaha yang dapat diberikan kepada investor asing lebih fleksibel
dan lebih terbuka.
8. Peranan daerah. Kesempatan bagi
investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga terbuka lebih lebar.
Pasalnya, dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Pemerintah
daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan penyelenggaraan penanaman modal, berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Uraian
di atas menggambarkan citra baru penanaman modal asing di Indonesia melalui
pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang diharapkan dapat
meningkatkan investasi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 nampak
lebih terbuka baik dari cara penanaman modal asing masuk, subyek investor asing
yang semakin beragam maupun bidang usaha yang dapat diusahakan penanaman modal
asing, serta peranan daerah dalam mengundang penanaman modal asing secara
langsung. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga meningkatkan
kepastian hukum terutama dalam pelayanan dan pemberian perijinan.
E. Dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia
E. Dampak Kebaruan Yang Ada Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Khususnya Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan-kemudahan yang condong berlebihan
kepada investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Secara gamblang memang terkesan adanya upaya untuk menarik minat investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia, dengan segala cara, namun tanpa disadari kondisi tersebut akan menjadikan bangsa Indonesia bagaikan dalam penjajahan yang kedua.
Secara gamblang memang terkesan adanya upaya untuk menarik minat investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia, dengan segala cara, namun tanpa disadari kondisi tersebut akan menjadikan bangsa Indonesia bagaikan dalam penjajahan yang kedua.
Disadari
atau tidak, dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada penanam modal
asing sebagaimana telah diuraikan, akan menjadikan bangsa Indonesia semakin
kalah bersaing di negerinya sendiri. Bangsa Indonesia akan menjadi pembantu di
rumahnya sendiri.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi, logikanya dengan pembatasan-pembatasan yang ada pada Undang-Undang PMA lama saja bangsa Indonesia sudah sangat ketat dalam bersaing apalagi dengan diberikannya fasilitas-fasilitas “empuk”. Banyak dijumpai kasus-kasus yang menunjukkan sangat dominannya pengaruh asing dalam bisnis di Indonesia, hal ini tentunya akan menjadi lebih parah lagi apabila Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tetap diberlakukan.
Sebenarnya, strategi untuk menarik investasi masuk ke Indonesia tidak perlu mengobral semurah-murahnya kekayaan alam. Apabila mencermati yang terjadi dalam praktek, kurangnya minat investastor asing untuk menanamkan modal Indonesia lebih condong disebabkan karena faktor-faktor birokrasi yang njelimet, belum lagi adanya aparat pemerintah yang mata duitan, misalnya birokrasi perizinan baik ijin lokasi, IMB, amdal, ijin lingkungan, domisili, dan lain sebagainya, banyak dijumpai adanya birokrasi yang berbelit-belit dan aparat yang seakan-akan minta jatah.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi, logikanya dengan pembatasan-pembatasan yang ada pada Undang-Undang PMA lama saja bangsa Indonesia sudah sangat ketat dalam bersaing apalagi dengan diberikannya fasilitas-fasilitas “empuk”. Banyak dijumpai kasus-kasus yang menunjukkan sangat dominannya pengaruh asing dalam bisnis di Indonesia, hal ini tentunya akan menjadi lebih parah lagi apabila Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tetap diberlakukan.
Sebenarnya, strategi untuk menarik investasi masuk ke Indonesia tidak perlu mengobral semurah-murahnya kekayaan alam. Apabila mencermati yang terjadi dalam praktek, kurangnya minat investastor asing untuk menanamkan modal Indonesia lebih condong disebabkan karena faktor-faktor birokrasi yang njelimet, belum lagi adanya aparat pemerintah yang mata duitan, misalnya birokrasi perizinan baik ijin lokasi, IMB, amdal, ijin lingkungan, domisili, dan lain sebagainya, banyak dijumpai adanya birokrasi yang berbelit-belit dan aparat yang seakan-akan minta jatah.
Diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, menurut penulis hanyalah akan memperparah
keadaan, memang diakui penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tersebut
dalam waktu sekejap akan banyak mengundang investor, namun dalam jangka
panjangnya para investor tersebut akan menguasai obyek-obyek vital perekonomian
Indonesia sedangkan bangsa Indonesia tidak hanya sekedar menjadi pembantu di
rumahnya sendiri tetapi akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri.
Demikianlah
dampak-dampak dari adanya kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas yang
diberikan kepada penanam modal asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007.
ms>�raH����amily:
"Times New Roman"'>Seorang Analis Kebijakan Harus Memiliki Kecakapan-kecakapan
sebagai berikut :- Mampu cepat ambil fokus pada kriteria keputusan yang
paling sentral
- Mempunyai kemampuan analisis multi-disiplin
- Mampu memikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang
dapat diambil
- Mampu gunakan metode paling sederhana yang tepat dan
gunakan logika desain metode,
- Mampu mengatasi ketidak pastian
- Mampu mengemukakan dengan angka secara kuantitatif dan
asumsi kualitaitf
- Mampu buat rumusan analisa sederhana namun jelas
- Mampu memeriksa fakta-fakta yang diperlukan
- Mampu meletakkan diri dlm posisi orang lain (empati)
sbg pengambil kebijakan publik
- Mampu menahan diri hanya utk memberikan analisis
kebijakan, bukan keputusan
- Mampu mengatakan”Ya” atau “Tidak” pada usulan yang
masuk, namun juga mampu memberikan definisi dan analisa dri usulan tersebut
- Mampu menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang sama
sekali benar, rasional dan komplet
- Mampu memahami bahwa ada batas-batas intervensi
kebijakan publik
- Mempunyai etika profesi yang tinggi
4. Kriteria Analisa Kebijakan yang baik
Nugroho
berpendapat bahwa suatu analisa kebijakan yang baik ialah bersifat deskriptif
karena memang peranannya memberikan rekomendasi kebijakan yang patut diambil
oleh eksekutif. Setiap analisa kebijakan publik selalu menyusun struktur
analisanya.
Tugas Analisis Kebijakan
Publik yaitu:
l Membantu merumuskan cara
untuk mengatasi atau memecahkan masalah kebijkan publik
l Menyediakan informasi
tentang apa konsekuensi dari alternatif kebijakan
l Mengidentifikasi isu dan
masalah kebijakan publik yang perlu menjadi agenda kebijakan pemerintah.
No comments:
Post a Comment