Saturday, March 1, 2014

Pemecahan Masalah Kode etik Jurnalistik

Pemecahan Masalah Kode etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik (KEJ) merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya, kode etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang antara lain :
1.      Berita diperoleh dengan cara jujur
2.      Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan, sebelum diarsirkan (check dan  recheck)
3.      Sebisanya membedakan yang nyata (fart) dan pendapat (opinion)
4.      Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang tidak mau disebut namanya
5.      Tidak memberikan berita yang diberikan secara off the recard  (fair eyes nly)
6.      Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu surat kabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.
Ketika Indonesia memasuki erareformasi dengan berakhirnya rezim orde baru, organisasi wartawan yang awalnya tunggal yakni hanya PWI, menjadi banyak.
Maka kode etik jurnalistik pun hanya berlaku bagi wartawan anggota dari PWI. Namun demikian organisasi jurnalistik lainnyapun merasa akan penting kode etik jurnalistik.
            Misalnya saja, pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan menandatangani Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI, KEWI perintikan tujuh hal sebagai berikut :
1.      Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
2.      Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis dalam memperoleh dan menyiarkan informasi dan memberikan identitas kepada sumber informasi
3.      Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampur adukan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat
4.      Wartawan Indonesia tidak menyebarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila
5.      Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi, dimana wartawan tidak menyalahgunakan hak dan kedudukan tersendiri
6.      Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargoinformasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan
7.      Wartawan segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberian serta melayani hak jawab

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), dimana hal ini ditetapkan sebagai kode etik yang berlaku bagi seluruh Wartawan Indonesia.
            Penetapan dilakukan dewan pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni tahun 2000. Penerapak kode etik itu juga menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat.
            Kode Etik harus menjadi sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa jadi pedoman professional wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi atau pelanggaran kode etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk itu.
            KEWI harus mendapat perhatian penuh dari semua wartawan.
            KEWI diawasi secara Internal oleh pemilik atau manajemen redaksi masing-masing media massa. Pers dalam menjalankan fungsi, kewajiban dan peranannya, haruslah menghormati hak asasi setiap orang. Pers dituntut untuk professional dan terbuka. Pers memiliki peranan penting dalam menegakkan HAM. Pers juga melaksanakan control sosial (sosial control), hal untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi dan nepotisme maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
            Suatu system pers Indonesia tidak lain adalah system pers yang berlaku di Indonesia. Adapun perbedaan esensial system pers Indonesia dari satu periode, ke periode lainnya. Misalnya saja system pers demokrasi liberal, system pers demokrasi terpimpin, system pers demokrasi pancasila dan system pers di era reformasi, meskipun filsafah Negara tidak berubah.
            Dengan demikian, system pers di Indonesia tidak lain adalah system pers yang berlaku di Indonesia, dimana diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999, merupakan pers yang baru, memuat berbagai perubahan system pers yang mendasar atau system pers sebelumnya. Hal ini mencakup dengan fungsi, dimana fungsi untuk memaksimalkan, kemerdekaan pers dimana suatu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan  bernegara yang demokratis.
            Undang-undang yang lama diganti dengan yang baru. Pada dasarnya adanya perbedaan nilai-nilai dasar politis ideologis antar orde baru dan orde lama/ reformasi adanya konsideransi, yang nantinya antara lain dinyatakan bahwa undang-undang tentang ketentuan pers yang lama dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
            Lahirnya UU Pers yang baru No. 40 tahun 1999 didasarkan atas pertimbangan bahwa UU No. 11 tahun 1966 tentang ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah lagi dengan UU No. 4 Tahun 1967, diubah UU No. 21 Tahun 1982.
            Falsafah di bidang moral pers yaitu mengenai kewajiban-kewajiban pers baik buruknya pers, pers yang benar, dan pers yang mengatur perilaku pers dinamakan etika pers. Etika pers berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.

            Sumber Etika Pers adalah kesadaran moral yaitu, pengetahuan baik dan buruk, benar dan salah tepat maupun tidak bagi orang yang terlibat dalam kegiatan pers.

No comments:

Post a Comment