Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Pada VCD Original Menurut UU No. 19 Tahun 2002 :
Ide dasar hak cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat dilihat, didengar, atau dibaca.
Kepentingan-kepentingan ekonomi dan moral ini biasa juga disebut dengan hak ekonomi (economics rights) dan hak moral (morale rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat atas ciptaan serta produk hak terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Hak cipta merupakan bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan hak kekayaan intelektual yang pengaturannya terdapat dalam hukum HKI. Hukum HKI ini meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia yang bertautan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.
Ada juga penulis yang mendefinisikan hak moral sebagai hak-hak pribadi pencipta atau pengarang untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai pencipta karya tersebut. Hak ini menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari pencipta dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi atas karya tersebut hilang, karena sepenuhnya telah diserahkan kepada pemegang hak cipta atau lewat jangka waktu perlindungannya, seperti diatur dalam UU Hak Cipta yang berlaku.65
Sedangkan Abdul Kadir Muhammad menyatakan, hak moral sebagai hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Apabila hak cipta dan hak paten dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau penemu karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup dan setelah meninggal dunia, kecuali atas wasiat pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan atau atas persetujuan ahli waris pencipta.
- Dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan pengguna secara umum. Perlindungan akan hal ini tertuang dengan lugas pada pasal 24 Undang-Undang Hak Cipta yang menentukan bahwa dengan hak moral, pencipta dari suatu karya memiliki hak untuk :
- Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta.
Disamping ketentuan dalam perundang-undangan, terdapat berbagai pendapat berkaitan cakupan hak moral ini, antara lain Abdul Kadir Muhammad yang menyatakan hak moral, antara lain sebagai berikut :
- Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta atau paten supaya nama pencipta atau penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemuannya.
- Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan pencipta, penemu atau ahli warisnya.
- Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.
Komen dan Verkrade, sebagaimana dikutip Abdul Kadir Muhammad, menyebutkan hak moral yang dimiliki pencipta meliputi berikut ini :
a. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan
b. Larangan mengubah judul
c. Larangan mengubah penentuan pencipta
d. Hak untuk mengadakan perubahan
Kemudian, menurut Simorangkir, yang menjadi dasar hak moral itu sendiri adalah sebagai berikut :
a. Hak mengumumkan (the right of publication)
b. Hak paternitas (the right of paternity)
c. Hak integritas (the right of integrity)
Ketiga dasar ini menunjukkan adanya moralitas pencipta terhadap ciptaannya.
A property of right in an original work of authorship (such as literary, musical, artistic, photographic, or film work) fixed in any tangible medium of expression, gicing the holder the exclusive right to reproduce, adapt, distribute, perform and display the work. Kedua dasar ini tersebut baik hak ekonomi dan hak moral merupakan hak penting dalam suatu perlindungan HKI, dalam hal ini hak cipta. Dalam literatur hukum, terdapat beberapa definisi mengenai hak cipta antara lain Black’s Law Dictionary yang mendefinisikan hak cipta (copyrights) sebagai berikut :
The exclusive right to publish and reproduce, and to sell, license, or otherwise exploit a literary, artistic or other work of mind. The right extends to what is original with the author, i.e, independently created-not copied-by the author. The right extends only to the form of expression; as distinct from the ideas. The right is intangible property owned initially by the author and is separate from the tangible properly that embodies the form of expression. Sedangkan David Melinkoff mendefinisikan hak cipta sebagai berikut :
Dalam pasal 1 angka 1 jo pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta menentukan, bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut undang-undang yang berlaku. Sedangkan hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi prosedur rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
Berdasarkan ketiga definisi hak cipta tadi, nampak jelas adanya suatu pengakuan terhadap hasil karya intelektual seseorang dengan diberikannya hak eksklusif yang hanya dimiliki oleh pemilik hak cipta dan pemegang hak cipta (baik pihak yang ditunjuk maupun ahli waris dari pencipta). Hak eksklusif ini diartikan sebagai hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.
1. Hak Reproduksi (Reproduction Right) Hak eksklusif ini terdapat dalam hak ekonomi dan hak moral di atas. Hak eksklusif terhadap hak ekonomi antara lain sebagai berikut :
Hak ini dikenal dan diatur, baik dalam Konvensi Bern maupun Konvensi Universal. Sehingga setiap negara yang memiliki undang-undang hak cipta selalu mencantumkannya.
2. Hak Distribusi (Distribution Right) Hak ini mengizinkan pemilik hak cipta untuk melarang pihak lain memproduksi ciptaan dalam bentuk lain berupa tiruan atau salinan atau rekaman suara (phono record). Salinan adalah semua objek materi baik dengan mata telanjang atau indera lainnya atau dengan bantuan mesin atau alat lainnya, karya tersebut dapat dirasakan, direproduksi, atau dikomunikasikan.
Hak eksklusif ini dalam pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan, kepada publik melalui sarana apapun. Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, penjelasan pasal 2 ayat (1).
Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa penjualan, penyewaan atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal di masyarakat. Dari hak distribusi ini dapat dimungkinkan timbul hak baru berupa ‘foreign right’, yaitu suatu hak yang dilindungi di luar negaranya. Misalnya, suatu karya cipta berupa buku, karena merupakan buku yang sangat menarik maka sangat digemari di negara lain, dengan demikian buku itu didistribusikan ke negara tersebut, maka buku itu mendapat perlindungan sebagai ‘foreign right’.
3. Hak Pertunjukan (Performance Right)
Public performance right hanya diterapkan untuk karya sastra, musik, drama, koreografi, pantomim, gambar gerak (motion picture), dan karya audio visual lainnya. Abdul Kadir Muhammad mengelompokkan hak-hak tadi ke dalam 3 (tiga) kelompok, antara lain sebagai berikut :
a. Hak untuk mengumumkan ciptaan
Yang dimaksud dengan ‘mengumumkan’ adalah membacakan, mengumumkan, menyuarakan atau menyebarkan ciptaan dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan itu dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain. Termasuk hak mengumumkan adalah distribution right, public performance right, broadcasting right, cable casting right.
b. Hak untuk memperbanyak ciptaan
Yang dimaksud dengan ‘memperbanyak’ adalah menambah jumlah suatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan suatu ciptaan. Termasuk hak memperbanyak adalah printing right, copying right.
c. Hak untuk memberi izin
Yang dimaksud dengan ‘memberi izin’ adalah memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaan. Perbuatan hak khusus ini harus dilaksanakan dengan perjanjian tertulis dalam bentuk akta otentik atau tidak otentik. Perbuatan yang diizinkan untuk dilaksanakan adalah perbuatan yang disebutkan secara tegas dalam akta.75
Disamping hak-hak tersebut diatas, dikenal pula beberapa hak lainnya seperti Droit de Suite, yaitu hak pencipta yang diatur dalam pasal 14 bis Konvensi Bern revisi Brussel 1948, yang kemudian ditambah lagi dengan pasal 14 ter hasil revisi Stockholm 1967. Ketentuan Droit de Suite ini menurut petunjuk WIPO yang tercantum dalam buku Guide to the Bern Convention, merupakan hak tambahan. Hak ini bersifat kebendaan.
Disampng hak-hak tadi, dikenal pula hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring right). Hak-hak eksklusif yang disebutkan tadi berlaku bagi ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, berupa ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Maka, setiap pencipta dari karya cipta yang tertera di atas berhak atas hak eksklusif terhadap karya ciptaannya, baik berupa hak ekonomi maupun hak moral.
Hak ini berpangkal dari hak cipta yang bersifat asli (orisinil)
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 116. 76Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit., hal. 71. 77Istilah ‘hak terkait’ adalah istilah resmi yang digunakan Undang-Undang Hak Cipta. Sedangkan para penulis menggunakan istilah yang berbeda dalam mengartikan neighbouring right. Tim Lindsey mengartikannya dengan hak yang terkait dengan hak cipta, Muhammad Djumhana mengartikannya dengan hak salinan, sedangkan Abdul Kadir Muhammad mengartikannya dengan hak turunan. Masing-masing dalam bukunya Hak Kekayaan Intelektual; Suatu Pengantar (2002), hal. 102, Hak Milik Intelektual; Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia (1997) hal. 74, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (2001) hal. 117. 78Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 117. berupa hak eksklusif bagi pelaku (performer) yang dapat terdiri dari artis film / televisi, pemusik, penari, pelawak, dan lain sebagainya untuk menyiarkan pertunjukannya. Yang dimaksud dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public performance), mengkomunikasikan pertunjukan langsung (live performance), dan mengkonsumsikan secara interaktif suatu karya rekaman pelaku. Perlindungan terhadap hak yang terkait ini secara khusus hanya tertuju pada para pihak (pelaku) yang berkecimpung di bidang pertunjukan, rekaman dan badan penyiaran.
- Mengawasi penampilan yang digelarkan Pihak-pihak yang berkecimpung dalam pertunjukan tersebut mempunyai hak antara lain :
- Mengawasi badan penyiaran yang menyiarkan penampilan yang digelarkan
- Mengawasi reproduksi penampilan-penampilan berikutnya
- Mengawasi penyiaran rekaman kepada umum
Pihak yang berkecimpung dalam usaha rekaman atau prosedur rekaman80
a. Menyiarkan ulang (reproduction right) memiliki hak, antara lain sebagai berikut :
b. Mempertunjukan rekaman kepada umum (the public performance right)
c. Menyiarkan rekaman (broadcasting right)81
Sedangkan badan atau lembaga penyiaran memiliki hak berikut ini :
a. Menyiarkan dan mereproduksi suatu ciptaan
b. Merekam suatu ciptaan (recording right)
c. Menampilkan kepada umum (public performance right)82
Hak cipta dan hak terkait hanya dilanggar jika benda berwujud dari hak terkait seperti film, compact disc, dan pita kaset yang ada hak ciptanya diperbanyak atau digandakan langsung dalam bentuk yang sama dengan benda berwujud yang merupakan ciptaan asli.
Terhadap hak cipta terdapat jangka waktu perlindungan, yang diatur pada pasal 29 sampai pasal 34 Undang-Undang Hak Cipta :
1. Berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhadap hak cipta atas ciptaan berupa buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; drama atau drama musikal, tari, koreografi; segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, seni batik, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, arsitektur, ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lain; alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai.84 Untuk ciptaan tersebut yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia terakhir dan berlaku hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
2. Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan terhadap hak cipta atas ciptaan berupa program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan.
3. Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diketahui oleh umum terhadap hak cipta yang dipegang oleh negara, untuk kepentingan penciptanya, baik yang telah diterbitkan maupun belum diterbitkan.
4. Berlaku 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan terhadap hak cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan terhadap hak cipta yang telah diterbitkan, tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptanya.
5. Berlaku tanpa batas waktu, terhadap hak cipta yang dipegang negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.90
Jangka waktu perlindungan ini juga diterapkan pada hak-hak terkait dengan hak cipta (neighbouring rights)
- Bagi pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukkan atau dimsukkan ke dalam media audio atau audiovisual. :
- Bagi produser rekaman suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam.
- Bagi lembaga penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
Terhadap hak moral dari pencipta atau ahli warisnya agar pemegang hak cipta tetap mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, berlaku tanpa batas waktu.92
Penghitungan jangka waktu perlindungan bagi ciptaan yang dilindungi selama 50 (lima puluh) tahun maupun yang dilindungi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah pencipta meninggal dunia.
Ketentuan ini dimaksudkan semata-mata untuk mempermudah perhitungan berakhirnya jangka waktu perlindungan. Cara penghitungan seperti itu tetap tidak mengurangi prinsip perhitungan jangka waktu perlindungan yang didasarkan pada saat dihasilkannya suatu ciptaan apabila tanggal tersebut diketahui secara jelas.
Umumnya pelanggaran hak cipta terjadi jika materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas karya ciptanya, terdapat kesamaan antara dua ciptaan yang ada dimana pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karya ciptaannya telah dijiplakkan atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Namun, hak cipta tidak dilanggar jika karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini masing-masing pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka. Jangka waktu berlakunya hak cipta yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Cipta merupakan bentuk perlindungan hukum dan mengantisipasi adanya pelanggaran hak cipta dan memberikan pencipta atau ahli warisnya maupun pemegang hak cipta untuk menikmati hak eksklusif, baik itu hak ekonomi maupun hak moral yang lahir dari karya ciptaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.
Hak cipta juga dilanggar jika terjadi perbanyakan, baik seluruhnya atau bagian substantial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta.
Substansi disini dimaksudkan sebagai bagian penting, bukan bagian dalam jumlah besar, jadi yang dipakai sebagai ukuran adalah ukuran kualitatif, bukan ukuran kuantitatif.
Pembatasan ini perlu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran hak cipta sulit diterapkan. Dalam hal ini akan lebih tepat bila penentuan pelanggaran hak cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan bagian yang paling substantial dan khas yang menjadi ciri dari
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta pasal 1 angka 6. 97Lindsey, Tim, (Ed.), Op.Cit. ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan pelanggaran hak cipta.98
- Larangan undang-undang, perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pengguna HKI dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Disamping itu, untuk memahami apakah perbuatan itu merupakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, perlu dipenuhi unsur-unsur penting sebagai berikut :
- Izin (lisensi), penggunaan HKI dilakukan tanpa persetujuan (lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar.
- Pembatasan undang-undang, penggunaan HKI melampaui batas-batas ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang.
- Jangka waktu, penggunaan HKI dilakukan dalam jangka waktu perlindungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau perjanjian tertulis atau lisensi.
Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu hak cipta adalah saat seseorang :
- Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta.
- Memiliki hubungan dagang / komersial dengan barang bajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta.
- Mengimpor barang-barang bajakan ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan.
- Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta.
Pelanggaran-pelanggaran semacam ini dapat dikenakan denda / sanksi pidana secara khusus yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Namun demikian, pada hakikatnya hak eksklusif yang dimiliki pencipta maupun pemegang hak cipta haruslah memiliki fungsi sosial, dalam artian tidak menghambat kepentingan masyarakat luas untuk mendapatkan akses informasi dan juga membantu perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan budaya yang dapat diperoleh dari ciptaan tersebut. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Hak Cipta ditentukan pada pembatasan hak cipta, antara lain sebagai berikut :
1. Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
- Pengumuman dan atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.
- Pengumuman dan atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan atau diperbanyak, atau
- Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sejenis lain dengan ketentuan, sumbernya harus disebutkan secara lengkap.100
2. Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak mengurangi kepentingan yang wajar dari pencipta.101
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan.
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan :
- Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, atau
- Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tuna netra, kecuali jika perbanyakan itu bertujuan komersial.
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan.
g. Perbuatan salinan cadangan suatu program komputer yang dilakukan semata-mata untuk tujuan sendiri.102
Perbuatan-perbuatan diatas disebut juga dengan penggunaan wajar atau dikenal pula dengan istilah fair-dealing atau fair use. Black’s Law Dictionary memberikan defenisi fair use sebagai berikut : A reasonable and limited use of copyright work without the author’s permission, such as quoting from a book in a book review or using part of in a parody. Fair use is a defense to an infringment claim, depending on the following statutory factor, (1) the purpose and character of the use, (2) the nature of copyrighted work, (3) the amount of the work used, (4) the economic impact of the use.
Dari defenisi tersebut, maka jelaslah bahwa dalam sebuah konsep hak cipta terdapat satu aspek dimana tindakan atau perbuatan perbanyakan tanpa meminta izin dari pencipta bukanlah suatu pelanggaran hak cipta. Fair uses ini digunakan sebagai landasan argumen dari tuduhan pelanggaran hak cipta yang bergantung pada ketentuan perundang-undangan, seperti tujuan dan sifat dari penggunaan, keaslian dari karya yang dilindungi hak cipta, jumlah dari karya yang digunakan, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan dari penggunaan tersebut.
Fair use dalam Undang-Undang Hak Cipta memiliki karakteristik, antara lain tidak dianggap suatu pelanggaran hak cipta bila sumbernya disebut dan dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan untuk kegiatan yang bersifat non-komersial, termasuk untuk kegiatan sosial. Sedangkan Abdul Kadir Muhammad memberikan pembatasan hak cipta terhadap kesusilaan dan ketertiban umum, fungsi sosial hak cipta, dan pemberian lisensi wajib terhadap ciptaan yang dipandang negara perlu atau dinilai negara sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan negara.103
Sanksi yang diterapkan pun bervariasi dengan pidana terendah selama satu tahun dan pidana penjara tertinggi selama tujuh tahun, sedangkan denda terkecil sebanyak satu juta rupiah dan terbesar sebanyak 1,5 miliar rupiah. Namun demikian, perbuatan yang tidak memenuhi unsur fair use maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta yang sanksinya diatur secara tegas dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Terhadap barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta dan hak terkait dalam hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan, namun terhadap karya bidang seni, yang bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
No comments:
Post a Comment