Definisi Ilmu, Teknologi, Etika, Kebudayaan, dan Krisis Kemanusiaan
1) Ilmu
Pengertian kata “ilmu” secara bahasa adalah pengetahuan tentang sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu (Bakhtiar, 2007).
Ciri-ciri utama ilmu secara terminologi adalah:
1. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2. Koherensi sistematik ilmu.
3. Tidak memerlukan kepastian lengkap.
4. Bersifat objektif.
5. Adanya metodologi.
6. Ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya.
2) Teknologi
Pada umumnya orang selalu memahami bahwa teknologi itu bersifat fisik, yakni yang dapat dilihat secara inderawi. Teknologi dalam arti ini dapat diketahui melalui barang-barang, benda-benda, atau alat-alat yang berhasil dibuat oleh manusia untuk memudahkan realisasi hidupnya di dalam dunia. Hal mana juga memperlihatkan tentang wujud dari karya cipta dan karya seni (Yunani: techne) manusia selaku homo technicus. Dari sini muncullah istilah “teknologi”, yang berarti ilmu yang mempelajari tentang “techne” manusia.
Tetapi pemahaman seperti itu baru memperlihatkan satu segi saja dari kandungan kata “teknologi”. Teknologi sebenarnya lebih dari sekedar penciptaan barang, benda atau alat dari manusia selaku homo technicus atau homo faber. Teknologi bahkan telah menjadi suatu sistem atau struktur dalam eksistensi manusia di dalam dunia. Teknologi bukan lagi sekedar sebagai suatu hasil dari daya cipta yang ada dalam kemampuan dan keunggulan manusia, tetapi ia bahkan telah menjadi suatu “daya pencipta” yang berdiri di luar kemampuan manusia, yang pada gilirannya kemudian membentuk dan menciptakan suatu komunitas manusia yang lain.
Awalnya teknologi dapat dipahami sebagai hasil buatan manusia, tetapi kini teknologi juga harus dipahami sebagai sesuatu yang dapat menghasilkan suatu kemanusiaan tertentu. Teknologi bukan lagi sebagai “barang”, tetapi telah menjadi semacam “ke-barang-an” yang mampu melahirkan sejumlah cara hidup, pola hidup, dan karakter hidup dari manusia, yang dulu menciptakannya. Demikianlah teknologi tidak hadir lagi secara fisik-inderawi dalam barang atau benda atau alat, melainkan telah hadir dalam bentuk sebagai suatu “roh” zaman, sistem sosial dan struktur masyarakat manusia dalam suatu komunitas. Meminjam istilah Mangunwijaya, maka teknologi telah menjadi “tuan” yang memperbudak, “raja’ yang otonom dan totaliter, bahkan “dewa” yang menuntut pengorbanan dari manusia.
Dalam pemahaman seperti itu, maka teknologi jangan dianggap sebagai suatu pokok yang enteng atau gampangan, melainkan ia harus dipandang sebagai suatu pokok yang serius dan bahkan harus mengundang suatu kreativitas pengkajian yang lebih cermat, dalam dan kritis, baik secara filosofis maupun teologis. Dalam arti bahwa teknologi juga adalah persoalannya manusia dan dunia ini.
(http://forumteologi.com/blog/2007/04/30/sefnat/)
Dengan orientasi pemahaman seperti itu, kita juga dapat mengerti bahwa teknologi sebenarnya bukanlah suatu pokok atau tema yang parsial
sifatnya, melainkan adalah sesuatu yang total dan menyeluruh. Dapat dikatakan
bahwa teknologi sesungguhnya adalah tema atau pokok yang universal dan
global. Pemahaman atau pemaknaan terhadapnya tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan pendekatan-pendekatan lokal tradisional sebagai yang adi-luhung, suci dan bersih, lalu memandang teknologi sebagai sesuatu yang dari luar (keBarat-Baratan), kotor dan jahat, melainkan memerlukan suatu pendekatan yang melibatkan seluruh bangsa dan masyarakat untuk berbicara bersama. Pendekatan seperti ini adalah begitu penting, mengingat bahwa teknologi selain mempunyai manfaatnya bagi manusia, ia juga punya dampak-dampak yang merugikan keberadaan manusia. Dan baik manfaat dan maupun kerugian itu, juga bukan hanya menjadi bagiannya masyarakat kemana teknologi itu dimanfaatkan, tetapi juga dialami oleh masyarakat dimana teknologi itu dimulai (dihasilkan atau di’cipta’kan). Jadi sesungguhnya, teknologi itu adalah tema-nya dan pokok-nya masyarakat global (Mangunwijaya, 1999).
Beberapa pengertian teknologi telah diberikan atara lain oleh David L. Goetch yaitu “people tools, resources, to solve problems or to extend their capabilities“. Sehingga teknologi dapat dipahami sebagai "upaya" untuk mendapatkan suatu "produk" yang dilakukan oleh manusta dengan memanfaatkan peralatan (tools), proses, dan sumberdaya (resources).
Pengertian yang lain diberikan oleh Arnold Pacey yang berbunyi "The application os scientific and other knowledge to practical task by ordered systems, that involve people and organizations, living things and machines". Dari definisi ini nampak, bahwa teknologi tetap terkait pada pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaannya, karena itulah teknologi tidak bebas organisasi, tidak bebas budaya dan sosial, ekonomi dan politik.
Definisi teknologi yang lain diberikan oleh Rias Van Wyk adalah "Technology is a "set of means" created by people to facilitate human endeavor". Dari definisi tersebut, ada beberapa esensi yang terkandung yaitu:
- Teknologi terkait dengan ide atau pikiran yang tidak akan pernah berakhir, keberadaan teknotogi bersama dengan keberadaan budaya umat manusia.
- Teknologi merupakan kreasi dari manusia, sehingga tidak alami dan bersifat artifisial
- Teknologi merupakan himpunan dari pikiran (set of means), sehingga teknologi dapat dibatasi atau bersifat universal, tergantung dari sudut pandang analisis
- Teknologi bertujuan untuk memfasilitasi ikhtiar manusia (human endeavor). Sehingga teknologi harus mampu meningkatkan performa (kinerja) kemampuan manusia.
Dari definisi di atas, ada 3 entitas yang terkandung dalam teknologi yaitu: ketrampilan (skill), logika berpikir (Algorithnia), dan perangkat keras (hardware). Dalam pandangan Management of Technology, Teknologi dapat digambarkan dalam beragam cara yaitu sebagai berikut:
- Teknologi sebagai makna untuk memenuhi suatu maksud di dalamnya terkandung apa saja yang dibutuhkan untuk mengubah (mengkonversikan) sumberdaya (resources) ke suatu produk atau jasa.
- Teknologi tidak ubahriya sebagai pengetahuan, sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan (objective).
- Technologi adalah suatu tubuh dari ilmu pengetahuan dan rekayasa (engineering) yang dapat diaplikasikan pada perancangan produk dan atau proses atau pada penelitian untuk mendapatkan pengetahuan baru.
3) Etika
Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bahasa Latin, etika disebut dengan moral (Mos/Mores) yang memiliki pengertian adat kebiasaan atau kesusilaam.
4) Kebudayaan
Kata "kebudayaan" berasal dari kata Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti "budi" atau "akal". Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada pendapat lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budidaya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Dengan demikian budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa itu. (Kontjoroningrat, 1986). Adapun istilah dari bahasa Latin yaitu colere, yang berarti "mengolah, mengerjakan", terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang istilah culture (bahasa Inggris), sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam.
Defini kebudayaan ialah cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Cara berpikir dan cara merasa itu menyatakan diri dalam cara berlaku dan cara berbuat. Dengan demikian definisi itu dapat dipersingkat sebagai berikut: cara berlaku atau berbuat dalam kehidupan, atau dapat disingkat lagi menjadi “cara hidup” (Inggris: way of life). Jadi kebudayaan meliputi seluruh kehidupan manusia. Segi kehidupan yang dimaksud identik dengan apa yang diistilahkan oleh antropologi dengan cultural universal atau pola kebudayaan sejagat, yaitu segi-segi kebudayaan yang universal ditemukan dalam tiap kebudayaan. Antara masyarakat dan kebudayaan terjalin hubungan dan pengaruh yang sangat dekat. Masyarakat adalah wadah kebudayaan dan kebudayaan membentuk masyarakat. Masyarakat ialah kelompok besar manusia, dimana hidup terkandung kebudayaan yang diamalkan oleh kelompok itu sebagai kebudayaan mereka. Ruang dan waktu menentukan kebudayaan. Berbeda ruang, dan waktu berbeda pula kebudayaannya.
(http://sites.google.com/site/filsafatindonesia/Home/b/budaya/)
5) Krisis kemanusiaan
Krisis adalah suatu keadaan dimana terjadinya peralihan dari keadaan lama menuju keadaan baru yang belum pasti. Misalnya, metode lama telah ditinggalkan, tetapi metode baru belum sepenuhnya dapat digunakan, sehingga yang terjadi adalah kebingungan, karena belum adanya metodologi baru yang memadai.
Krisis kemanusiaan merupakan suatu peristiwa atau runtutan peristiwa ancaman kritis terhadap kesehatan, keamanan, dan keberadaan atau eksistensi suatu komunitas atau suatu kelompok besar dalam suatu wilayah luas.
0 komentar:
Post a Comment