A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebudayaan
Bebera faktor yang mempengaruhi kebudayaan secara garis besar adalah : a) factor kitaran (lingkungan hidup, geografis mileu) factor lingkungan fisik lokasi geografis merupakan suatu corak budaya sekelompok masyarakat; b) faktor induk bangsa ada dua pandangan berbeda mengenai faktor induk bangsa ini, yaitu pandangan barat dan pandangan timur. Pandangan barat berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa dari beberapa kelompok masyarakat mempunyai pengaru terhadap suatu corak kebudayaan. Berdasarkan pandangan barat umumnya tingkat cauca soit dianggap lebih tinggi dari pada bangsa lain,yaitu mingloid dan negroid. Sedangkan pandangan timur berpendapat bahwa peran ihnduk bukan sebagai factor yang lebih dulu lahir dan cukup tinggi pada saat bangsa barat masih “ tidur dalam kegelapan . hal itu lebih jelas ketika dalam abad xx, bangsa jepang yang dapat diikatakan lebih rendah daripada bangsa barat dan c) fakto saling kontak antar bangsa. Hubungan antar bangsa yang makin mudah akibat sarana perhubungan yang makin sempurna menebabkan satu bangsa mudah berhubungan dengan bangs lain.
Akibat daripada adanya hubungan ini dapat atau tidak suatu bangsa mempertahankan jkebudayaanya tergantung pada kebudayaan asing mana yang lebih kuat maka kebudayaan asli dapat bertahan lebih kuat. Sebaliknya apabila kebudayaan asli lebih lemah daripada kebudayaan asing maka lenyaplah kebudayaan aslidan terjadi budaya jajahan yang sifatnuya tiruan.
B. Bangsa Yang Multikultural Sebagai Tantangan Kebudayaan Bangsa Indonesia
Kita tidak dapat pula mengingkari sifat pluralistik bangsa kita sehingga perlu pula memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh warganegara Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel) dalam percaturan hidup sehari-hari.
Dalam konteks itu pula maka ratusan suku-sukubangsa yang terdapat di Indonesia perlu dilihat sebagai aset negara berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi pembangunan nasional. Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki hambatan budayanya masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa yang satu dengan yang lainnya. Maka menjadi tugas negaralah untuk memahami, selanjutnya mengatasi hambatan-hambatan budaya masing-masing sukubangsa, dan secara aktif memberi dorongan dan peluang bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan bangsa.
Banyak wacana mengenai bangsa Indonesia mengacu kepada ciri pluralistik bangsa kita, serta mengenai pentingnya pemahaman tentang masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang multikultural. Intinya adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus diakui haknya untuk mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka di tanah asal leluhur mereka. Hal ini juga berarti bahwa masyarakat multikultural harus memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan pendayagunaan yang lebih baik.
Kelangsungan dan berkembangnya kebudayaan lokal perlu dijaga dan dihindarkan dari hambatan. Unsur-unsur budaya lokal yang bermanfaat bagi diri sendiri bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjadi bagian dari kebudayaan bangsa, memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional. Meskipun demikian, sebagai kaum profesional Indonesia, misi utama kita adalah mentransformasikan kenyataan multikultural sebagai aset dan sumber kekuatan bangsa, menjadikannya suatu sinergi nasional, memperkukuh gerak konvergensi, keanekaragaman.
Oleh karena itu, walaupun masyarakat multikultural harus dihargai potensi dan haknya untuk mengembangkan diri sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah kelahiran leluhurnya, namun pada saat yang sama, mereka juga harus tetap diberi ruang dan kesempatan untuk mampu melihat dirinya, serta dilihat oleh masyarakat lainnya yang sama-sama merupakan warganegara Indonesia, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan tanah leluhurnya termasuk sebagai bagian dari tanah air Indonesia. Dengan demikian, membangun dirinya, membangun tanah leluhurnya, berarti juga membangun bangsa dan tanah air tanpa merasakannya sebagai beban, namun karena ikatan kebersamaan dan saling bekerjasama.
C. Kondisi Budaya Indonesia Pada Era Globalisasi
Indonesia merupakan negara yang dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya, dengan memiliki keragaman yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah indahnya khasanah sebuah negara. Akan tetapi, mampukah Indonesia pada jaman sekarang tetap mempertahankan integritas kebudayaannya. Apabila di ulang kembali berbagai peristiwa yang terjadi, banyak kebudayaan Indonesia yang telah di caplok oleh Negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan dengan jelas bahwa belum adanya kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tentang kebudayaannya. Sehingga akan menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain untuk mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi informasi pada masa sekarang ini telah cepatnya merubah kebudayaan Indonesia menjadi kian merosot. Sehingga menimbulkan berbagai opini yang tidak jelas, yang nantinya akan melahirkan sebuah kebingungan di tengah-tengah berbagai perubahan yang berlangsung begitu rumitnya dan membuat pusing bagi masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak kesenian dan bahasa Nusantara yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal warisan budaya tersebut memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman sekarang.
Sungguh ironis memang apabila ditelaah lebih jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan menonton saja. Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan memberikan contoh kepada anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah satu harta berharga milik bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.
DAFTAR PUSTAKA
Forum
Rektor Indonesia
Simpul Jawa Timur (2003). Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural. Surabaya : Penerbit Forum Rektor Simpul Jawa Timur
Universitas Surabaya .
Sulastomo
(2003). Reformasi: Antara Harapan dan Realita. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Swasono,
Meutia F.H. (1974). Generasi Muda Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas
Sukubangsa. Skripsi Sarjana. Jakarta :
Fakultas Sastra UI.
--- (1999). “Reaktualisasi dan Rekontekstualisasi
Bhinneka Tunggal Ika dalam Kerangka Persatuan dan Kesatuan Bangsa”, makalah
pada seminar yang diselenggarakan oleh IAIN Syarif Hidayatullah dan Yayasan
Haji Karim Oei, Jakarta ,
6 Mei.
--- (2000a).
“Reaktualisasi Bhinneka Tunggal Ika dalam Menghadapi Disintegrasi Bangsa”,
makalah diajukan dalam Simposium dan Lokakarya Internasional dengan tema “Mengawali Abad ke-21: Menyongsong
Otonomi Daerah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa”,
diselenggarakan oleh Jurnal Antropologi Indonesia bekerjasama dengan
Jurusan Antropologi Universitas Hasanuddin, di
Makassar, 1-5 Agustus 2000.
Swasono, S.E. (2003b). Kemandirian Bangsa, Tantangan Perjuangan dan
Entrepreneurship Indonesia. Yogyakarta :
Universitas Janabadra.
Tambunan,
A.S.S. (2002). UUD 1945 Sudah Diganti Menjadi UUD 2002 Tanpa Mandat Khusus
Rakyat. Jakarta :
Yayasan Kepada Bangsaku.
No comments:
Post a Comment