USAHA-USAHA MENGATASI KRISIS EKONOMI
- Transparansi Pemerintah dalam konteks penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sangat diperlukan agar mendapat kepercayaan masyarakat.
- Meningkatkan accountability pengelolaan sumber-sumber pendanaan termasuk dana di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
- Meningkatkan export non-migas dan membatasi habis-habisan import barang-barang konsumtif termasuk mobil-mobil mewah yang sekarang ini malah diijinkan untuk di import. Hal ini seyogyanya dilarang.
- Pemerintah harus berusaha mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada mata uang Rupiah dan kepercayaan kepada bank-bank swasta yang dikelola dengan baik. Hal ini memang tidak mudah tetapi harus dimulai selangkah demi selangkah.
- Tabungan Nasional harus digalakkan dan semua pihak harus mengetatkan ikat pingang khususnya kepada para pejabat Negara/pejabat Aparatur Pemerintah agar mempunyai rasa keprihatinan atas situasi multi krisis yang dihadapi bangsa dan Negara Indonesia dewasa ini. Hindarilah pemikiran mumpungisme di kalangan para pejabat Pemerintah. Utamakanlah kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
- Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia seyogyanya memonitor dan mengawasi secara ketat Bank-bank Swasta agar tidak melakukan kecurangan-kecurangan dalam mengelola dana-dana yang diterima, baik dari Pemerintah maupun dari Masyarakat.
- Indonesia dengan jumlah penduduk lebih 200 juta orang, rakyatnya lebih memerlukan terpenuhinya sandang pangan untuk keperluan sehari-hari dari pada barang-barang import untuk keperluan konsumtif. Seyogyanya Pemerintah Indonesia mengatasi krisis ekonomi dewasa ini lebih meningkatkan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan rakyat dengan jalan memberikan subsidi atau kredit langsung kepada pengusaha kecil maupun penyalurannya melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Tidak sebaliknya disalurkan kepada para pengusaha besar / konglomerat yang selalu mempunyai masalah kredit macet. Apabila hal ini dilakukan berarti Pemerintah turut serta memperkokoh fondasi perekonomian yang langsung menyentuh kepentingan sebagian besar penduduk Indonesia. Pada masa orde baru umumnya kredit Pemerintah diberikan kepada hanya segelintir pengusaha besar (konglomerat) yang pada umumnya kredit itu dipergunakan untuk kepentingan kelompok/group perusahaannya sendiri ( termasuk hutangnya dari luar negeri ) yang umumnya dipergunakan untuk membangun hotel-hotel bintang lima, tourism-resort, mall/supermaket, gedung-gedung apartemen mewah, perumahan-perumahan mewah, pembangunan lapangan-lapangan golf dan lain sebagainya. Kesemua pembangunan tersebut samasekali tidak menyentuh kepentingan rakyat banyak. Krisis moneter antara lain diakibatkan oleh besarnya hutang-hutang luar negeri swasta tersebut, dampaknya berakibat menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia. Hal ini seyogyanya jangan terjadi lagi karena lebih dari 90 % rakyat Indonesia tidak membutuhkan mata uang dollar untuk keperluan hidup sehari-hari.
- Indonesia adalah negara kepulauan, karena itu seyogyanya Pemerintah menggalakkan pembangunan kapal-kapal inter-insuler (antar pulau) dari pada membangun industri pesawat terbang dan proyek-proyek mercusuar lainnya yang tidak menyentuh kepentingan rakyat banyak.
- Proyek-proyek pembangunan yang menyentuh kepentingan rakyat banyak seperti pembangunan pabrik semen, pabrik textil, makanan, farmasi, listrik dan tilpun masuk desa, irigasi dan lain sebagainya agar terus dilanjutkan.
- Untuk mengatasi masalah perbankan nasional, merger bank adalah jalan terbaik. Kemelut yang dihadapi perbankan nasional saat ini lebih baik dihadapi dengan merger daripada dengan penurunan rasio kecukupan modal (CAR = Capital Adequate Ratio). Sebab apabila dilakukan pelanggaran CAR hanyalah untuk kepentingan sesaat yang berakibat bank kurang kompetitif disamping memunculkan spekulasi rekap kedua.
- Peringatan IMF atas bahaya defisit APBN harus dicermati secara seksama. Konsep Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah dalam mengatasi defisit APBN 2001 antara lain: Peningkatan PPh antara Rp. 20-30 T, Penarikan dana perimbangan antara Rp. 10-20 T, Pencabutan subsidi BBM Rp. 5 T, Penggenjotan pemasukan dari BUMN dan BPPN sebesar Rp. 33 T, dan Penurunan porsi pembiayaan proyek pemerintah sebesar Rp. 19 T. Langkah-langkah ini apabila berhasil dilakukan Pemerintah dapat menekan defisit anggaran walaupun bersifat sementara .
- Bank Indonesia dan bank-bank Pemerintah lainnya hendaknya selektif dan ekstra hati-hati dalam menyalurkan kredit/penambahan modal kepada para pengusaha/konglomerat. Apalagi kalau jelas-jelas diketahui bahwa para pengusaha/konglomerat tersebut bermasalah dan diduga turut serta terlibat dalam penyalahgunaan dana BLBI. Bank Indonesia/bank Pemerintah harus bertanggung jawab atas penyaluran kredit. Apabila ada indikasi penyalahgunaan kredit bank (kredit macet) maka ke dua pihak baik penyalur maupun penerima kredit ke dua-duanya harus ditindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
- Pemerintah hendaknya bertindak lebih tegas terhadap oknum-oknum pejabat dan para pelaku bisnis apabila mereka terbukti melakukan korupsi terhadap keuangan negara, pengadilan hendaknya tidak ragu-ragu memberikan hukuman yang seberat-beratnya, termasuk hukuman seumur hidup atau hukuman mati kepada para pelaku mega korupsi. Hukuman mati kepada pelaku mega korupsi diperlukan sebagai shock terapi dalam mengatasi masalah korupsi yang sekarang menjamur di Indonesia. Sumber dari krisis ekonomi yang berkepanjangan adalah diakibatkan karena pemerintah sampai saat ini belum berhasil membersihkan KKN.
- Seyogyanya Pemerintah RI dalam menyusun program pembangunan perekonomian Indonesia selalu mengacu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945), bukan sebaliknya untuk kepentingan para pengusaha. Disamping itu dalam rangka Otonomi Daerah Pemerintah Pusat hendaknya melakukan pengawasan yang ketat terhadap Pemerintah Daerah agar pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam yang terdapat di Daerahnya tidak dirusak dan dikuras oleh para pengusaha. Contoh: Adanya keinginan dari Pemda Propinsi Kalimantan Selatan untuk menjadikan Hutan Lindung Pegunungan Meratus sebagai Hutan Produksi Terbatas. Apabila hal ini dilakukan mempunyai dampak lingkungan yang luas ( Ecological Disaster ) selain menimbulkan kerusakan hutan juga akan menimbulkan banjir besar pada musim hujan di daerah sekitarnya, termasuk banjir besar di sungai Barito Kalimantan Selatan.
KESIMPULAN
Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab krisis ekonomi dan usaha-usaha penanggulangannya dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab utama adanya krisis ekonomi berkaitan erat dengan :
- Instabilitas politik antara lain akibat adanya konflik antara lembaga eksekutif (Presiden) dengan lembaga legislatif (DPR-RI), yang akhirnya menimbulkan krisis konstitusi dan ketegangan politik di masyarakat luas.
- Instabilitas keamanan antara lain akibat adanya konflik bernuansa sara di Ambon/ Maluku, Poso dan Sampit., adanya gerakan separatisme GAM dan OPM serta meningkatnya perbuatan kriminalitas yang makin sadis. Hal ini sangat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
- Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah penyebab utama timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sampai sekarang aparat Kejaksaan Agung belum berhasil menuntaskan kasus korupsi penyalahgunaan dana BLBI. Hasil pemeriksaan BPK tahun Anggaran 2000 di Departemen-departemen dan lembaga-lembaga pemerintah termasuk di Bank Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan penyalahgunaan penggunaan keuangan negara oleh oknum-oknum Pejabat/Aparatur Pemerintah.
0 komentar:
Post a Comment