Friday, January 29, 2016

KLASIFIKASI Anomalous trichromacy

Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa dan merupakan defisit penglihatan warna yang sering dijumpai.Anomalous trichromacy terdiri dari protanomaly (1% laki-laki dan 0.01% wanita), penderita kurang sensitive terhadap warna merah,deuteranomaly (lebih umum pada 6% laki-laki, 0.4% wanita) penderita lemah terhadap warna hijau, warna hijau tua diasumsikan sebagai warna hitam, dan tritanomaly (kejadiannya jarang pada laki-laki dan wanita). Padaanomalous trichromacy, penderitamemiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut.Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal. Kelainan yang paling sering ditemukan adalah:
  • Trichromat anomaly, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spektrum merah. Pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.
  • Deutronomaly, disebabkan oleh kelainan bentuk middle-wavelenght (green) pigment dimana ditemukan cacat pada pigmen hijau sehingga diperlukan lebih banyak pigmen hijau.
  • Protanomalyadalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap long-wavelenght (red) pigment, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas terhadap warna merah yang mengakibatkan penderita protanomaly tidak akan mempu membedakan warna merah dan melihat campuran warna merah yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap spektrum warna merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam.

Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau tidak berfungsi.Akibat dari disfungsi salah satu pigmen pada sel kerucut, seseorang yang menderita dichromacyakan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
  • Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Nuetral point berada pada panjang gelombang 492nm (titik dimana penderita tidak bisa membedakan warna ini dengan warna putih). Penderita hanya melihat satu warna yang mendekati warna kuning. Oranye yang merupakan gabungan warna primer merah dan kuning hanya terlihat kuning oleh penderita. Warna merah dibingungkan dengan warna hitam atau abu-abu tua. Bunga warna merah muda yang merupakan kombinasi warna merah dan biru, terlihat hanya berwarna biru oleh penderita, demikian halnya dengan warna sekunder lain seperti ungu yang merupakan gabungan warna primer merah dan biru, hanya terlihat biru oleh penderita dan lampu lalu lintas yang berwarna merah dilihat padam oleh penderita, dan warna biru-hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna merah-hijau.
  • Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya photoreceptor retina hijau. Kekurangan sensitivitas sel kerucut terhadap gelombang medium (medium wavelength/M-cones) ini juga dikenal sebagi Daltonism. Kelainannya menyerupai pada protanopia. Neutal point berada pada 498nm, sehingga warna yang memiliki panjang gelombang besar, lebih sulit dibedakan dengan warnaputih. Warna hijau, kuning dan merah sulit dinilai karena dilihat sama menyerupai warna merah, warna hijau gelap dilihat hitam, sedangkan warna violet, ungu dan biru terlihat sama oleh penderita. Warna hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Pada defek penglihatan warna ini, intensitas cahayanya tidak mengalami perubahan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).
  • Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai(kurang dari 1% laki-laki) (Shah et al, 2013).
Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang).Pada monokromat kerucut, penderita hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya tajam penglihatannya 6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif. Terdapat dua bentuk monokromatisme, walaupun penderitanya tidak memiliki diskriminasi warna sama sekali dengan kata lain hanya mampu membedakan tingkat kecerahan, akantetapi adalah dua entitas yang berbeda, yaitu:
  • Rod monochromacy (Monokromatisme batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.
  • Cone monochromacy(Monokromatisme kerucut), di mana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus.
PEMERIKSAAN
Tes buta warna adalah suatu tes yangdigunakan untuk mengetahui apakah seseorangmengalami buta warna atau tidak.Hasil dari tesbuta warna ada tiga macam yaitu buta warna total,buta warna sebagian (parsial) dan normal.Hasiltes buta warna sangat penting, terutama untukmelanjutkan pendidikan dan bekerja di bidang-bidangtertentu seperti teknik elektro, teknik informatika, desain danlain-lain.Salah satu metode tes buta warna yaitu uji Ishihara.Uji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek pengelihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008).Menurut Guyton (2007) Metode Ishihara adalah suatu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik.Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.

Metode Ishihara ini dikembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr. Shinobu Ishihara.Tes ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.Tes buta warna Ishihara terdiri darilembaran yang didalamnya terdapat titik-titikdengan berbagai warna dan ukuran.Titikberwarna tersebut disusun sehingga membentuklingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikianrupa sehingga orang buta warna tidak akanmelihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism).Dalam tes buta warna Ishihara inidigunakan 38 plate atau lembar gambar, dimana gambar-gambar tersebut memiliki urutan1 sampai 38.Plate 1-25 merupakan plate dengan gambar angka (numeral) yang sebaiknya dijawab dalam waktu tidak lebih dari 3 detik.Jika anak tidak mampu membaca angka, dapat digunakan plate 26-38, dimana anak diminta untuk menghubungkan garis yang harus diselesaikan dalam waktu 10 detik.











Buku Ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan klasifikasi red-green deficiency, buta warna total, protanopia atau strong protanomaly, protanomaly, deuteranopia atau strong deuteranomaly, dan deuteranomaly. Kelainan tritanomaly tidak dapat dilihat disini. Tes Ishihara digunakan untuk mendiagnosis defek penglihatan warna kongenital, untuk mengetahui penyebab yang didapat (saraf, kelainan makula, trauma kranial) perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Vaughan, 2008).


REFRENSI
Agusta, S., Mulia, T. & Sidik, M., 2012. Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis. Jurnal Ilmiah Elite Elektro 3(1):15-22.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional.
Botts, P., 2010.Color Blindness.School of Earth and Environment.
Daniel, 2006.Color Blind Essentials.
Dargahi, H., Einollahi, N. & Dashti, N., 2009. Color Blindness Defect and Medical Laboratory Technologists: Unnoticed Problems and the Care for Screening.ActaMedicaIranica 48(3): 172-177.
Deeb, S.S., & Motulsky, A.G., 2011. Red-Green Color Vision Defects.
Gupta, A., Laxmi, G., Nittala, M.G. &Raman, R., 2011. Structural and Functional Correlates in Color Vision Deficiency. Eye (25): 909-917.
Gupta, M., Gupta, B.P., Chauhan, A & Bhardwaj, A., 2009. Ocular Morbidity Prevalence among School Children in Shimla, Himachal, North India. Indian J Ophthalmol 57(2): 133-138.
Guyton, A.C & Hall, J.E. 2007.Buku Ajar FisiologiKedokteran.

Ditulis Oleh : kumpulan karya tulis ilmiah // 1:07 AM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment