Thursday, October 15, 2015

Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Padi Gogo

Curah Hujan 
Curah hujan merupakan komponen iklim yang selalu berubah-ubah dan sulit diramalkan. Setiap daerah mempunyai pola curah hujan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Untuk mengetahui pola curah hujan di suatu daerah diperlukan data  curah hujan dari daerah tersebut selama 30 tahun (Santoso, 1984). 
Berdasarkan distribusi curah hujan, Ol deman (1984) membagi pola curah hujan atas tiga tipe yang berbeda :
  1. Pola curah hujan merata sepanjang tahun dan tidak jelas perbedaan antara musim hujan dan musim kering.
  2. Pola curah hujan monomodal, yaitu dalam satu tahun hanya terdapat satu bulan yang jumlah curah hujannya tertinggi ataupun terendah. Pola curah hujan tipe ini dipengaruhi oleh musim, dan jelas ada musim hujan dan musim kering. Pola curah hujan monomodal mempunyai beberapa bulan curah hujannya lebih dari 200 mm dan beberapa bulan curah hujannya kurang dari 100 mm.
  3. Pola curah hujan bimodal, yaitu selama satu tahun terjadi dua kali periode dengan curah hujan yang tinggi dan di antara curah hujan tinggi tersebut terdapat musim kering.
Kebutuhan curah hujan bulanan untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman padi gogo dipengaruhi oleh kapasitas tanah menahan air dan keadaan suhu udara. Semakin tinggi kapasitas menahan air
dari tanah semakin rendah kebutuhan curah hujan bulanan. Di Amerika Latin di daerah yang curah hujannya selama 6-8 bulan lebih dari 2000 mm, sangat sesuai untuk pertumbuhan padi gogo dan dapat menghasilkan
gabah kering 4-5 ton/ha (Ciat, 1984).

Cahaya Matahari.
Cahaya matahari merupakan
sumber energi bagi pertumbuhan tanaman. Butir-butir hijau daun mengabsorbsi panjang gelombang cahaya matahari 400 - 700 nm untuk membentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis. Cahaya matahari juga berpengaruh terhadap produksi khlorofil tanaman, jumlah dan komposisi khloroplast, struktur daun, bentuk daun dan gerak menutup dan membuka stomata (Weaver dan Clement, 1980).

Menurut Larcher (1975) pengaruh langsung cahaya matahari terhadap tanaman ada tiga hal yaitu sumber energi (photodestrucnectic effects), mengatur perkembangan tanaman (photocybernectic effects) dan merusak tanaman (photodestructiv effects). Pengaruh lain adalah mengontrol transpirasi tanaman sehingga berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah.

Kebutuhan intensitas cahaya matahari pada setiap fase pertumbuhan tanaman padi gogo tidak sama. Intensitas cahaya matahari rendah pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata tetapi pada fase reproduktif dan pematangan mengakibatkan penurunan hasil gabah (Yoshida dan Parao, 1976 dalam De Datta, 1981).
Kebutuhan cahaya matahari bagi tanaman padi gogo di awal pertumbuhan, jumlahnya kecil kemudian meningkat dan mencapai maksimal pada fase pembungaan dan kemudian menurun sampai tanaman dipanen.
 
Hasil penelitian Stansel et al (1965) dan Stansel (1975) dalam De Datta, (1981) menunjukkan bahwa masa kritis kebutuhan cahaya matahari bagi pertumbuhan tanaman padi dimulai pada fase pembentukan primordia bunga sampai 10 hari sebelum pematangan gabah

Suhu Udara.
Tanaman padi gogo untuk pertumbuhan normal membutuhk
an suhu udara 20 – 30 °C. Di bawah suhu 20 °C dan di atas 35 ÂșC merupakan suhu kritis untuk pertumbuhan tanaman padi gogo. Suhu kritis tersebut bervariasi menurut : varietas, lamanya suhu kritis berlangsung, perubahan suhu harian siang dan malam, serta kondisi fisiologi tanaman padi itu sendiri (Yoshida, 1981).
 
Angin.
Angin mempunyai dua fungsi
dasar di alam yaitu memindahkan panas dari wilayah lintang rendah ke lintang tinggi sehingga terjadi keseimbangan neraca cahaya matahari antara lintang rendah dan lintang tinggi, dan memindahkan uap air hasil proses evpotranspirasi. Dengan demikian angin berpengaruh langsung terhadap hilangnya air melalui proses evapotranspirasi (Lawson dan Alluri, 1985).
 
Kondisi angin biasanya minimum pada waktu sekitar matahari terbit dan maksimum menjelang sore hari, dan hal ini menyebabkan variasi kondisi angin harian. Apabila angin hanya berhembus siang hari sedangkan pada malam hari kondisi udara lembab maka laju evepotranspirasi sekitar 30 % lebih tinggi dibanding dengan keadaan dimana kondisi angin hanya terpusat pada malam hari (Santoso, 1984).
 
Menurut Lawson dan Alluri (1985), karena sistem perakaran tanaman padi termasuk dangkal pada lapisan tanah maka perlu dijaga keseimbangan antara penyerapan air oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman dan untuk itu maka kecepatan angin yang terbaik adalah kecepatan sedang. Bila kecepatan angin terlalu lambat, maka transportasi air dan CO2 tidak efisien sehingga mengakibatkan proses fotosintesis tanaman terbatas (Laowson, 1984). Sedangkan bila kecepatan angin terlalu cepat pada kelembaban udara yang rendah maka akan mempercepat laju kehilangan air dari tanaman dan tanah dan akibatnya akan terjadi kekeringan (Laowson dan Alluri, 1985). Angin kencang dapat mengakibatkan kerebahan tanaman serta mempercepat penyebaran penyakit.
 
Ketersediaan Air Tanah
Tanaman padi gogo sumber airnya
berasal dari air hujan yang diikat oleh tanah. Air tanah yang tersedia yang dapat digunakan oleh akar tanaman padi gogo selain dipengaruhi oleh jumlah curah hujan juga dipengaruhi oleh tekstur tanah (Garrity, 1984; Oldeman, 1984: Steinmetz et al, 1985), jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi (De Datta dan Vergara, 1975; Ciat, 1984; Laowson,1984; Oldeman, 1984), kedalaman
akar pada lapisan tanah (Yoshida, 1975; Forest dan Kalms, 1984), dan tinggi rendahnya permukaan air tanah (Yoshida, 1975).

Air tanah yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman padi gogo merupakan air yang ditahan oleh tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen dan kisarannya ditentukan oleh tekstur tanah. Steimetz (1985) melaporkan bahwa air tersedia bagi pertumbuhan tanaman padi gogo pada tipe tanah Latosol Kuning, Podsol Merah Kuning, Latosol Merah Kekuningan dan Latosol Merah Gelap berturut-turut adalah 0.6, 0.95, 1.01 dan 1.02 mm/cm. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan tanah menahan air.

Yoshida (1975) melaporkan bahwa kemampuan menahan air pasir halus adalah 4.3 – 8.6 mm/cm sedangkan tanah liat 77.0 mm/30 cm. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kecepatan air naik ke permukaan tanah yaitu tekstur tanah yang kasar air naik dengan cepat dan jaraknya pendek sedangakan pada tekstur halus air naik lambat dan dapat melalui jarak yang panjang. Menurut Kramer (1969), tinggi muka air tanah sedalam 60 cm, air naik 5 mm/hari pada tanah dengan tekstur kasar sedangkan pada tanah dengan tekstur halus adalah 2 mm/hari.

Kedalaman akar pada lapisan tanah juga mempengaruhi air tersedia bagi tanaman oleh karena air yang tersedia akan meningkat pada lapisan tanah yang lebih dalam. Varietas padi gogo yang memiliki sistem perakaran yang dalam lebih tahan terhadap keadaan kekurangan air dibandingkan dengan yang akarnya lebih dangkal, oleh karena jumlah air tanah yang tersedia lebih banyak bagi tanaman yang berakar dalam (Yoshida,
1975; Forest dan Kalms, 1984).
 
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah
jumlah air yang dibutuhkan tanaman dari dalam tanah untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi dari tanaman sehat, tumbuh di lahan luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas, serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya (Doorenbos dan Pruitt, 1977). Menurut Sitaniapessy (1982) kebutuhan air tanaman disebut koefisien transpirasi dan merupakan jumlah air yang diserap dari dalam tanah dan diuapkan oleh tanaman untuk membentuk satu kilogram bahan kering yang dinyatakan dalam satu kilogram air. Menurut Seeman (1979) kebutuhan air tanaman selain dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanah, kebutuhan air tanaman sangat erat hubungannya dengan evapotranspirasi.
 
Menurut Chabrolin (1970) kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 5 – 6 mm/hari. Di Ibadan (Afrika) kebutuhan air padi gogo varietas OS6 adalah antara 4 – 4.5 sampai 5 – 6 mm/hari (IITA, 1984). Lawson (1984) melaporkan bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi gogo lebih tinggi di daerah kering dibandingkan di daerah basah yaitu 7.0 mm/hari untuk daearah kering dan 3.5 mm/hari
di daerah basah. Lebih lanjut Lawson (1984) menyatakan bahwa kisaran kebutuhan air maksimum bagi pertumbuhan tanaman padi gogo adalah 4 - 6 mm/hari.

Pengaruh Kekeringan terhadap TanamanKekeringan adalah keadaan dimana jumlah air tanah yang tersedia tidak mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman maksimum (Ghidyal dan Tomar, 1982). Ada dua jenis kekeringan yaitu kekeringan atmosfir (atmospheric drought) dan kekeringan tanah (soil drought). Kekeringan atmosfir disebabkan oleh suhu udara yang tinggi, kecepatan angin tinggi, atau karena kelembaban udara yang rendah. Sedangkan kekeringan tanah disebabkan oleh kandungan air tanah rendah akibat curah hujan yang rendah, permeabilitas tanah lambat atau karena kapasitas menyimpan air tanah rendah (Troeh et al, 1980).
 
Menurut Yoshida (1975) tanaman padi mengalami kekurangan air bila jumlah air yang hilang melalui transpirasi lebih besar dari jumlah air yang diserab akar dari dalam tanah. Kekurangan air tanah akan mengakibatkan cekaman air (water stress) pada tanaman. Cekaman air terjadi bila evapotranspirasi maksimum atau bila air yang tersedia dari tanah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. 
Tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air mengakibatkan perkembangan komponen tumbuhnya tertekan (Yoshida, 1975; Ghidyal dan Tomar, 1982). Tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering jerami, jumlah akar, berat kering akar tanaman padi semakin berkurang bila cekaman air meningkat. Tetapi panjang akar meningkat bila cekaman air meningkat (Ghidyal dan Tomar, 1982).
 
Partohardjono dan Makmur (1993) menunjukan bahwa cekaman kekeringan tanaman padi yang terjadi mulai pada fase primordia bunga sampai fase pematangan biji akan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah gabah berisi per malai, berat 1000 butir gabah, nisbah gabah dan jerami, hasil gabah per ha serta meningkatnya jumlah gabah hampa per malai.

Menurut Yoshida (1975) tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air hasilnya menurun karena jumlah anakan produktif rendah, persentase gabah hampa tinggi, berbunga terlambat, nisbah jumlah malai terhadap jumlah anakan rendah. Oleh karena persentase gabah hampa lebih tinggi pada keadaan cekaman kekurangan air maka Yoshida (1975) menyimpulkan bahwa hasil yang rendah padi gogo bukan saja diakibatkan oleh tertekannya pertumbuhan akibat cekaman kekurangan air tetapi juga akibat tingginya persentase gabah hampa.

Penurunan hasil akan semakin nyata bila periode cekaman air terjadi pada 11 sampai 13 hari sebelum pengisian biji (Yoshida, 1975) sedangkan tekanan terhadap komponen tumbuh semakin nyata bila cekaman air terjadi lebih awal pada waktu fase vegetatif (Chang dan De Datta, 1975).

Utomo dan Nazaruddin (1996) juga melaporkan bahwa cekaman kekurangan air selama pertumbuhan tanaman padi mengakibatkan terjadinya hambatan terhadap pembentukan dan pertumbuhan anakan, pembentukan malai, pembungaan dan pembuahan yang berakibat bulir padi yang dihasilkan hampa Tertekannya pertumbuhan dan rendahnya hasil padi gogo pada cekaman kekurangan air terjadi karena menurunya nisbah transpirasi (transpiration ratio). Hal tersebut terjadi karena pada cekaman kekurangan air stomata tertutup untuk menghindari kehilangan air yang lebih banyak dari jaringan tanaman. Dengan tertutupnya stomata maka laju transpirasi menurun sehingga pembentukan bahan kering menurun dan hasil
gabah rendah (Yoshida, 1975).

Lawson (1984) melaporkan bahwa hasil padi gogo varietas OS6 dan ANDY-11 pada keadaan cekaman kekurangan air masing-masing adalah sebesar 1.7 dan 2.6 ton/ha,sedangkan bila ketersediaan air tanah cukup hasil yang dicapai masing-masing varietasadalah sebesar 3.2 dan 3.7 ton/ha. Dalam hal ini masing-masing varietas menurunproduksinya sebesar 47% dan 30% karena cekaman kekurangan air.
 
Pengaruh Naungan terhadap Tanaman
Tanaman padi gogo tergolong tanaman
perlu cahaya banyak, sehingga kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Murty et al., 1992; Watanabe et al., 1993; Jiao et al., 1993; Yeo et al., 1994; Chowdury et al., 1994 ; Sopandie et al.,2003). Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas padi gogo yang
rendah di bawah naungan.
Intensitas cahaya rendah mempengaruhi morfologi dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan kwantitas cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Daun genotipe padi gogo toleran berbeda dengan yang peka dilihat dari warna kehijauan daun, luas, ketebalan, serta ketegakan dan bentuknya (Sopandie et al., 1999;
Chozin et al., 2000). Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000). Cruz (1997) menyatakan naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya.
Murty dan Sahu (1987) menjelaskan peningkatan kandungan total amino-N dan N terlarut pada varietas padi yang sensitif intensitas cahaya rendah, menyebabkan terganggunya sintesis protein dan rendahnya ketersediaan karbohidrat dan tingginya kehampaan gabah. Varietas toleran padi gogo memperlihatkan kandungan pati pada daun dan batang lebih tinggi dari pada yang peka saat dinaungi 50 % saat vegetatif aktif (Sopandie et al.,1999 dan 2001a). Intensitas cahaya rendah pada kondisi naungan mempengaruhi produksi dan mutu biji padi gogo (Steinway et al, 2003).

Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan distribusi spektrum cahaya matahari yang diterima daun di permukaan tajuk lebih besar dibanding dengan daun di bawah naungan. Pada kondisi ternaungi cahaya yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat sedikit.
Pengaruh intensitas cahaya rendah terhadap hasil pada berbagai komoditi sudah banyak dilaporkan. Naungan 50% pada padi genotipe peka menyebabkan jumlahgabah/malai kecil serta persentase gabah  hampa yang tinggi, sehingga produksi biji rendah (Sopandie et al., 2003). Intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan padi dapat menurunkan karbohidrat yang terbentuk, sehingga menyebabkan meningkatnya gabah hampa (Chaturvedi et al., 1994). Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil kedelai (Asadi et al., 1997), jagung (Andre et al., 1993), padi gogo (Supriyono et al., 2000), ubi jalar (Nurhayati et al., 1985), dan talas (Caiger, 1986 ; Wirawati et al., 2002).

Toleransi tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya tetap baik pada kondisi intensitas cahaya rendah karena naungan antara lain dapat dilakukan oleh tanaman dengan mengurangi kecepatan respirasi, meningkatkan luas daun untuk memperoleh permukaan daun yang lebih besar dalam melakukan absorbsi cahaya serta meningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya yang diterima tanaman (Fitter and Hay, 1981; Gardener et al, 1985).

Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa toleransi tanaman terhadap naungan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan oleh daun. Sopandie et al. (2003) menyatakan pada kondisi
kekurangan cahaya, tanaman berupaya untuk mempertahankan agar fotosintesis tetap berlangsung dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Keadaan ini dapat dicapai apabila respirasi juga efisien. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Secara genetik, tanaman yang toleran terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yangtinggi terhadap perubahan lingkungan.
 
Kekuatan melawan degradasi khlorofil akibat kurangnya cahaya sangat penting bagi daya adaptasi tanaman terhadap naungan yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas per luas daun (Hale dan Orchut, 1987), dan peningkatan jumlah khlorofil pada kloroplas (Okada et al., 1992). Hal ini ditunjukkan oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki kadar klorofil a dan b lebih tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al., 1994; Sulistyono et al., 1999).

Lubis et al. (1993), menyatakan bahwa untuk pengembangan budidaya padi gogo sebagai tanaman sela di bawah naungan tegakan, diperlukan varietas-varietas berumur genjah hingga sedang (80 – 120 hari), tinggi tanaman berkisar 110 – 125 cm, jumlah anakan sedang, bentuk batang agak serak, tahan blas, toleran Al, toleran kekeringan dannaungan.
 
Pengaruh Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah (tillage) ada
lah setiap kegiatan manipulasi mekanis terhadap sumberdaya tanah yang diperlukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi tanah yang baik di daerah perakaran tanaman, membrantas gulma dan membenamkan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah.
Moenandir (2004) mengatakan pengolahan tanah sesungguhnya ialah tindakan penghancuran bongkahan tanah besar menjadi berukuran lebih kecil sehingga permukaan partikel tanah yang mengakibatkan lebih luas hubungan antara akar tanaman dan tanah.
 
Keadaan ini memungkinkan tanaman memperoleh nutrisi lebih dari cukup dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman baik dan hasilnya menjadi baik pula. Menurut Suhardi (1983) dengan adanya pengolahan tanah akan diperolah kondisi tanah yang baik ditinjau dari struktur tanah, porositas tanah, keseimbangan antara air,
udara dan suhu di dalam tanah. Maka dalam budidaya tanaman pengolahan tanah mutlak perlu untuk menciptakan lingkungan tanah yang cukup baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan seluruh proses pengolahan tanah akan menghasilkan :

  1. Meningkatkan sisfat-sifat fisik tanah yaitu menjamin memperbaiki struktur dan porositas tanah, sehingga antara pemasukan air dan pengeluarannya menjadi seimbang untuk kehidupan tanaman. Peredaran udara dalam tanah menjdi optimal yang akan menjamin aktvitas biologi tanah menjadi optimal.
  2. Pertumbuhan tanaman menjadi baik di areal pertanaman. Dengan adanya pengolahan tanah memungkinkan peredaran air, udara, dan suhu di dalam tanah menjadi lebih baik. Di dalam pertumbuhan tanaman di areal tanam diperlukan udara, suhu dan ketersedian air tanah yang optimal yang dapat dibantu dengan adanya pengolahan tanah.
  3. Mempermudah pemanfaatan unsur hara atau pupuk yang diberikan di dalam tanah oleh tanaman sehingga pertumbuahan tanaman akan lebih baik.
Menurut Arsyad (1983) dengan dilakukannya pengolahan tanah, maka tanah akan menjadi gembur, dapat lebih cepat menyerap air hujan, serta mengurangi aliran permukaaan atau run-off. Tetapi pada lahan yang bertofografi miring pengaruh tersebut hanya bersifat sementara karena tanah yang diolah sampai gembur akan mudah tererosi.
Pengolalahan tanah dapat menekan pertumbuhan gulma dan perkembangannya serta menciptakan aerasi tanah yang baik. Tetapi bila kondisi populasi gulma telah dapat ditekan dan aerasi tanah telah baik maka pengolahan tanah tidak diperlukan lagi, sebab dapat mengakibatkan meningkatnya kehilangan air tanah dan kerusakan akar tanaman.
Moenandir (2004) juga mengatakan pengolahan tanah dapat pula merawat kelembaban tanah dengan menghindari run-off. Di daerah semi arid, 88% air yang diperoleh dapat hilang secara run-off. Tanah yang diolah dapat menahan air seperti itu dibanding tanah tanpa olah.
 
Dalam proses pengolahan tanah, kedalamanan pembajakan tanah menurut Suhardi (1983) dikelompokan atas empat golongan yaitu pembajakan ringan dengan kedalaman berkisar 8 – 12 cm, sering dilakukan pada pertanaman padi sawah; pembajakan sedang dengan kedalaman 15 – 20 cm, paling banyak dilakukan dalam budidaya tanaman pangan, terutama pada tanaman padi gogo, jagung dan kentang; pembajakan dalam dengan kedalaman 30 – 35 cm dan pembajakan sangat dalam dengan kedalaman lebih dari 35 cm, ini digunakan terutama untuk tanaman keras.

Smith (1955) dalam Moenandir (2004) mengutarakan bahwa proses pengolahan tanah ada dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk memotong-motong tanah sehingga menjadi longgar dan mudah membalikannya (15 – 20 cm). Pengolahan tahap kedua ialah untuk menghancurkan bongkahan tanah yang masih besar dan sisa tanaman dari pengolahan tahap pertama menjadi lebih halus lagi. Sisa-sisa tanaman akan terpendam dan melapuk merupakan sumber nutrisi berikutnya. Hasil akhir yang diperoleh ialah terciptanya keadaan tanah yang baik dan sesuai unuk pertumbuhan tanaman serta bebas gulma.
 
Berapa kali pengolahan tanah dilaksanakan tergantung dari kebutuhan dalam mempertahankan struktur tanah (Moenandir, 2004) Menurut Hayes (1982) dan Young (1983) dikenal ada tiga macam metode pengolahan
tanah dalam budidaya tanaman yaitu : pengolahan tanah sempurna (conventional tillage), pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (no-tillage). 
 
Pengolahan tanah sempurna atau pengolahan tanah maksimum adalah pengolahan tanah dengan melakukan pembajakan tanah dua atau tiga kali kemudian dilakukan penggaruan untuk penghalusan tanah, baru ditanami. Pengolahan tanah minimum atau disebut juga pengolahan tanah terbatas adalah pengolahan tanah yang hanya dilakukan pada lokasi yang sangat memerlukan saja misalnya pada barisan tanaman atau pada piringan tanaman saja atau pengolahan tanah hanya dilakukan satu kali saja. Pada metode tanpa pengolahan tanah benih atau bibit tanaman yang akan ditanam ditempatkan dalam tanah pada celah yang sangat sempit atau pada parit kecil yang dibuat sedemikian rupa sehingga lebar dan dalamnya hanya untuk menutupi benih tanaman. Pada sistem tanpa olah tanah sisa-sisa tanaman dibiarkan dipermukaan tanah yang berfungsi sebagai mulsa. Hasil penelitian Blevin et al, (197) menunujukan bahwa kandungan air tanah pada sistem no-tillage lebih tinggi dibandingkan dengan conventional tillage maupun minimum tillage. Perbedaan kandungan air tanah terutama terjadi pada lapisan kedalaman tanah antara 0 – 15 cm.

Barber (1971) melaporkan bahwa akar tanaman jagung sampai ke dalaman tanah antara 0 – 15 cm lebih panjang dan lebih berat pada sistem no-tillge dibanding conventional tillage, akan tetapi pada kedalaman di atas 15 cm, terdapat hal yang sebaliknya yaitu akar lebih berat dan lebih panjang pada sisitem conventional tillage. Pada lahan padi gogo pengolahan tanah yang berlebihan tidak diperlukan bila gulma dapat dikendalikan dengan herbisida pratanam (Seth et al, 1971 dalam De datta dan Liagas, 1983).
Hasil penelitian di Way Abung, Lampung (Anonimous, 1979) menunjukukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, hasil gabah kering, persentase gabah berisi dan berat 1000 butir gabah pada padi gogo varietas IET-1444 lebih tinggi pada lahan yang diolah satu atau dua kali dibanding tanpa olah tanah ataupun tanah hanya dikik.. Pengolahan tanah satu kali lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah dua kali.

Pengaruh Bahan Organik
Bahan orgnaik sebgai bahan pupuk berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah) dan pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno,1986; Sutanto, 2002). Pupuk organik berperan sebagai granulator yaitu memperbaiki sruktur tanah, sumber unsur hara makro dan unsur mikro terhadap tanaman walaupun dalam jumlah yang rendah, menambah kemampuan tanah menahan air dan menahan unsur-unsur hara tanah (kapasitas tukar kation (KTK) tanah menjadi tinggi) serta sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah sehingga kegiatan biologi tanah meningkat. Semua tanaman dapat menjadi lebih baik pertumbuhannya bila diberi pupuk organik. Pada tanah masam pupuk organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), dan dapat meningkatkan ketersediaan unsur mikro dalam tanah melalui khelat unsur mikro dengan bahan organik.
 
Noor (1996) mengatakan pengelolaan bahan organik dalam budidaya pertanian lahan kering sangat penting. Disebutkan bahwa fungsi bahan organik dalam pertanian lahan kering : meningkatkan jumlah dan stabilitas agreagat tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan laju infiltrasi dan daya simpan air tanah, memperkaya hara dalam tanah dan menigkatkan aktivitas biologi tanah.
 
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat-sifat baik pupuk organik terhadap kesuburan tanah disebutkan :
  • Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
  • Memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar.
  • Mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat.
  • Meningkatkan daya menahan air sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga.
  • Membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik; menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar dan meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).
  • Meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Akibatnaya jika tanah yang dipupuk dengan bahan organik dengan dosis tinggi, hara tanaman tidak mudah tercuci.
  • Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makanan lebih terjamin.
  • Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.
  • Mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik.
Greenland dan Dart (1972) dalam Sanchez (1992) memberikan beberapa keuntungan bahan organik tanah bagi pertanian yaitu menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang yang diserab tanaman, menyediakan sebagian besar kapsitas tukar kation tanah, membantu pengagregatan tanah dengan demikian memperbaiki sifat fisika tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan tanah, mengubah sifat menambat air tanah, bahan organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara yang mencegah pencucian unsur tersebut. Dilaporkan, di Ghana daya tanah untuk menambat air menurun dari 57% menjadi 37% apabila bahan organik tanah menurun dari 5% menjadi 3%.

Sutanto (2002) juga menjelaskan bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan menjadi sumber energi dan makanan untuk bermacam-macam mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme tanah yang bermacam-macam menjadi aktif melalui rantai makanan, kemudian mengalami proses dekomposisi menghasilkan bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik dan anorganik tersebut disemat atau diikat oleh partikel lempung yang bermuatan negatif atau senyawa organik hasil proses dekomposisi. Senyawa-senyawa tersebut mengutungakan pertumbuhan tanaman sebagai hara dan senyawa pengatur pertumbuhan.

Mori (1986) menjelaskan beberapa senyawa organik berfungsi sebagai bahan sementasi dalam mengikat partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah. Agregat tanah dan tanah yang berstruktur merupakan habitat yang menguntungkan untuk bermacam-macam mikro-flora dan fauna tanah. Keanekaragaman komunitas mikroorganisme di dalam tanah kemungkinan akan menekan terjadinya ledakan patogen yang merusak tamanan. Tanah yang mempunyai struktur yang baik mempunyai kemampuan mengikaat air dan permeabilitas yang baik. Perubahan tanah yang bersifat serbacakup akan menghasilkan perbaikan kondisi perakaran tanaman dan memperbaiki hasil dan kualitas tanaman

Pichot (1971) dalam Sanchez (1992) telah juga menunjukan penggunaan pupuk organik meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, nitrogen organik dan kalsium dapat ditukar sehingga mengakibatkan kenaikan pH tanah secara nyata. Nakada (1981) dalam Sutanto (2002) melaporkan terjadinya kenaikan N, P, K, dan Si tanah karena pemberian bahan organik kompos dalam jangka panjang. Pemberian kompos mampu meningkatkan mikroba penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation.

Mlguno (1996) dalam Sutanto (2002) menggambarkan secara ringkas perubahan sifat fisika, kimia dan biologi tanah dengan adanya pemberian bahan organik seperti disajikan pada Gambar 1 berikut :



Gambar 1. Pengaruh Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Tanah
(Sumber : Sutanto, 2002)

Ditulis Oleh : kumpulan karya tulis ilmiah // 7:27 AM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment