Friday, June 14, 2013

Gejala Penyakit Campak

Gejala Penyakit Campak 
Masa inkubasi penyakit campak berlangsung sekitar 10-12 hari, pada tahap ini anak yang sakit belum memperlihatkan gejala dan tanda sakit. 

Penampilan klinis penyakit campak dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 
  1. Fase pertama ( fase prodormal ) timbul gejala yang mirip dengan penyakit flu, seperti tubuh terasa demam dan menggigil dengan suhu 38-40 derajat Celcius, lelah, batuk, hidung beringus, mata merah berair dan sakit, pada mulut muncul bintik putih (bercak Koplik) dan kadang disertai mencret. Bercak Koplik ini berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa mulut.Bercak ini biasanya muncul menjelang akhir stadium kataral (prodomal) dan 24 jam sebelum timbul enantem. 
  2. Fase kedua ( fase erupsi ), ditandai dengan munculnya bercak merah dan gatal seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Ruam tersebut mulai dari belakang telinga, leher, dada, muka, tangan, kaki. Biasanya bercak menyebar hingga seluruh tubuh dalam waktu 4-7 hari. Bila bercak merah sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. 
  3. Fase ketiga (fase konvalesens), bercak merah ini makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu. 
Sampai sepertiga penderita campak mengalami komplikasi, yang termasuk infeksi telinga, diare dan pneumonia, dan mungkin memerlukan rawat inap. Kira-kira satu dari setiap 1000 penderita campak terkena ensefalitis (pembengkakan otak). Biasanya komplikasi terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk. 

Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya. 

Beberapa komplikasi yang mungkin timbul diantaranya : 

1. Laringitis akut 
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang. 

2. Bronkopneumonia 
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun infeksi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. 

Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik. 

3. Kejang Demam 
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam. 

4. Ensefalitis 
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. 

Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi (keadaan lemah, tidak ada dorongan untuk melakukan kegiatan), koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal. 

5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) 
SSPE merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0.6-2.2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. 

Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan. 

6. Enteritis 
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).


A.  Penularan Penyakit Campak
Penyebaran virus campak maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lender tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan.

Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi.

Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kirakira 14 hari setelah eksposur. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.


DAFTAR PUSTAKA 
  • Cahyono, Suharjo B., dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius. 
  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI. 
  • Kerjasama Direktorat Jenderal PPM & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul Pelatihan Safe Injection. 
  • Mansjoer, Arif M,, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Ditulis Oleh : Unknown // 4:21 AM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment