Friday, June 14, 2013

Pencegahan Penyakit Campak

Pencegahan Penyakit Campak 
1. Menghindari kontak dengan penderita. 
2. Menjaga kebersihan lingkungan. 
3. Menjaga daya tahan tubuh. 
    Rajin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan istirahat yang cukup. 
4. Imunisasi campak. 
Imunisasi campak adalah salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah bagi balita. Vaksin campak dapat diberikan saat anak berusia 9 bulan atau lebih. Walaupun vaksinasi Campak tidak menghindarkan 100% si anak dari campak di kemudian hari, namun anak yang telah divaksinasi umumnya memiliki gejala dan komplikasi yang ringan jika terkena kedua penyakit tersebut kelak. Jadi vaksinasi masih merupakan pendekatan penting bagi penanganan primer dari penyakit campak, khususnya bagi anak. 

Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong dan rubella. Kemasan ini dikenal dengan nama vaksin MMR (Measles-Mumps-Rubella). Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. 

Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan (2) vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminiun). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. 

Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1.100 TCID-50 atau sebanyak 0.5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan (penyuntikan di bawah kulit), walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara intramuscular (penyuntikan ke dalam otot rangka, sejauh mungkin dengan syaraf utama) tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan. 

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal. Penelitian terbaru menunjukkan bayi rentan terhadap penyakit campak saat berusia 2-3 bulan hingga mendapatkan imunisasi pertamanya, karena kekebalan tubuh yang didapat dari ibunya sudah berkurang. 

Penelitian ini berdasarkan catatan medis dari 207 perempuan sehat dan bayinya di lima rumah sakit Belgia pada tahun 2006. Hasil penelitian ini sudah diterbitkan secara online pada 18 Mei 2010 dalam British Medical Journal (BMJ). Berdasarkan penelitian ini diketahui perempuan yang telah tertular penyakit campak dalam kehidupannya menjadi lebih kebal dan bisa memberikan perlindungan lebih pada bayinya, dibandingkan dengan perempuan yang telah divaksinasi tapi belum pernah terkena penyakit ini. 

Tapi perlindungan yang berasal dari ibu hanya berlangsung pada bulan pertama hingga ke empat untuk semua perempuan sehingga perlu untuk dilakukan imunisasi campak. 

Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap (Universal Child Immunization=UCI) secara nasional; meskipun demikian masih ada beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak. 

Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek samping yang berat, dan jauh lebih ringan dari gejala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar ideal, namun dengan kemajuan teknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan relative aman. Reaksi simpang dikenal sebagai kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization. KIPI ini adalah kejadian medic yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kasual yang tidak dapat ditentukan. Dibawah ini merupakan table gejala klinis : 

Untuk efek samping atau KIPI dari vaksin MMR berupa : 
  • Demam lebih dari 39,5 derajat Celcius yang terjadi pada 5% - 15% kasus, demam dijumpai pada hari ke-5 samapi ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. 
  • Kejang demam. 
  • Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. 
  • Memar karena berkurangnya trombosit. 
  • Infeksi virus campak pada imunodefisiensi, seperti penderita HIV. 
  • Reaksi KIPI berat dapat menyerang system syaraf, yang reaksinya diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunsasi. 
Gejala syok anafilaktik : 
a. Terjadi mendadak 
b. Gejala klasik : kemerahan merata, edem 
c. Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi 
d. Jantung berdebar kencang 
e. Tekanan darah menurun 
f. Anak pingsan / tidak sadar 
g. Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala 
    lain. 

Tindakan untuk syok anafilaktik : 
  • Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 0,1 – 0,3 ml, sk/im 
  • Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secara intravena/intramaskular. 
  • Segera pasang infuse NaCl 0,9% 
  • Rujuk ke Rumah Sakit terdekat.
DAFTAR PUSTAKA 
  • Cahyono, Suharjo B., dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius. 
  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI. 
  • Kerjasama Direktorat Jenderal PPM & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul Pelatihan Safe Injection. 
  • Mansjoer, Arif M,, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Ditulis Oleh : Unknown // 4:31 AM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment