Thursday, June 27, 2013

STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS MODAL SOSIAL DAN KUALITAS SDM PENDAMPING PENGEMBANGAN MASYARAKAT

STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS MODAL SOSIAL DAN KUALITAS SDM PENDAMPING PENGEMBANGAN MASYARAKAT


ABSTRACT
This paper aims to analyze the role of social capital in the process of community development, capacity-building strategies of social capital as the driving force of development, and the role of field worker in increasing the capacity of the public role of social capital. The paper was written based on the results of case studies conducted in two communities, East Java and East Nusa Tenggara (NTT). The results of the study show that social capital in community development processes play a very important, for it is necessary companion actor capable of improving community capacity and community participation. Accompanying human relation community development role in increasing the capacity of social capital's role as a communicator, facilitator, advocator, with the principle of partnership. Working on a voluntary basis, not merely profit oriented, active, participatory and empathetic. A good external relationships of Field Officers should place the role of mediator between the target and relevant external parties; To mobilize the public to be independent, Field worker need to cooperate and work together, providing exemplary and honest. Increasing the capacity of social capital necessary assimilation strategy with messages appropriate development, Field Officers who social sensitivity and empathize with the condition of the target communities. A suitable strategy is to encourage community participation and facilitation intensively.

Key words: social capital, community development, community capacity, participation

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Modal sosial mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi pembangunan di suatu wilayah, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Di Indonesia, pengalaman menunjukkan bahwa modal sosial terkait erat dengan pembangunan, antara lain menyangkut tujuan dan strategi pembangunan.

Menurut Bourdieu (2003) modal sosial adalah sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki seseorang, berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan, serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal-balik. Modal sosial memiliki dua ciri, yaitu aspek dan struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut.

Modal sosial menurut Fukuyama (1999) adalah segala ihwal jaringan sosial yang mempunyai makna. Modal sosial berwujud non material, merupakan input yang sangat penting dalam proses produksi dan pembangunan. Aspek jaringan sosial, norma sosial, pertukaran dan norma sosial yang menautkan kebersamaan dalam rangka mencapai tujuan bersama, masuk dalam kategori ini. Modal sosial berperan sangat penting dalam pembangunan, menjadi stabilisator sosial, mempercepat modernisasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial dapat dilihat pada level rumah tangga, komunitas, regional dan nasional.

Narayan (2000) mengelompokkan empat perspektif dari modal sosial, yaitu komunitarian, jaringan, institusional dan sinergi. Perspektif komunitarian menganalisis modal sosial pada unit analisis organisasi dan kelompok sosial dalam masyarakat. Perspektif jaringan menjelaskan modal sosial dari dua orientasi yaitu ke dalam dan keluar. Ke dalam berfungsi sebagai pengikat, keluar berfungsi sebagai penghubung. Perspekif kelembagaan menjelaskan bahwa pentingnya jejaring dalam masyarakat, menekankan pada kapasitas kelompok dan kepentingannya dipengaruhi oleh kualifikasi lembaga-lembaga formal yang mengitarinya. Perspektif sinergi merupakan gabungan antara perspektif jaringan dan institusional.

Krishna dan Uphoff (1999) mengemukakan dua kategori dalam modal sosial, yaitu 1) modal sosial struktural yang terdiri dari peraturan, peranan, jaringan dan prosedur, dan 2) modal sosial dalam dimensi kognitif , antara lain kepercayaan, resiprositas dan solidaritas. Selain itu terdapat dimensi relasional yang merujuk pada sifat hubungan (saling menghargai, persahabatan) yang menentukan perilaku anggota jaringan.

Bentuk-bentuk modal sosial adalah: 1) Kepercayaan (trust) merupakan orientasi manusia terhadap komunitas dan sesamanya; tersimpan sebuah harapan dan keyakinan untuk bekerjasama; 2) Modal sosial pertukaran. Mekanisme pertukaran dalam masyarakat untuk menjaga keseimbangan sosial, misalnya pertukaran tenaga kerja, gotong-royong; 3) Jaringan sosial, terdiri dari jaringan pertautan antar isu–agenda kepentingan yang diartikulasikan dan jaringan dalam arti aktor. Jaringan merupakan sandaran kesepakatan norma-norma informal, bukan dalam hubungan otoritas; dan 4) Norma, merupakan aturan-aturan yang dibangun berdasarkan kesepakatan diantara masyarakat, menjadi acuan untuk berperilaku, bersifat informal. Norma sebagai modal sosial dapat ditelaah dari beberapa fenomena, antara lain ketaatan terhadap ketentuan.

Menurut Coleman, bentuk-bentuk modal sosial terdiri dari: 1) Kewajiban dan ekspektasi, dalam hubungan sosial pihak-pihak yang saling berhubungan masing-masing mempunyai kewajiban tertentu terhadap sesamanya. Pelaksanaan kewajiban akan menciptakan harapan bagi dirinya dan akan menjadi kewajiban dari pihak lain untuk memenuhinya; 2) Potensi informasi, setiap potensi informasi yang melekat pada relasi-relasi sosial juga merupakan suatu bentuk modal sosial. Relasi sosial berpotensi menyediakan informasi yang berharga, hal ini merupakan modal sosial; 3) Norma dan sanksi efektif; norma-norma yang dijalankan secara baik menjadi pedoman bagi masyarakat dan individu untuk berperan dengan rasa aman, hal ini menjadi modal sosial yang sangat penting; 4) Relasi wewenang; hubungan kekuasaan dan wewenang antara dua pihak yang saling mengisi dan saling berbagi merupakan modal sosial dalam suatu komunitas, karena kekuasaan dan wewenang menyangkut kendali bagi anggota suatu sistem sosial; 5) Organisasi sosial; tujuan adalah aspek penting dari organisasi sosial. Pencapaian tujuan secara efektif dicapai melalui organisasi sosial dan oleh karena itu merupakan modal sosial.

Modal sosial berperan menciptakan kemudahan tindakan yang dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas dalam suatu kegiatan produktif.

Tujuan
Tulisan ini menggambarkan dan menganalisis peran modal sosial dalam proses pembangunan masyarakat, strategi peningkatan kapasitas modal sosial sebagai motor penggerak pembangunan dan peran SDM pendamping pengembangan masyarakat dalam meningkatkan kapasitas peran modal sosial.

METODE
Kajian ini ditulis berdasarkan hasil studi kasus yang dilakukan di dua komunitas, yaitu Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Di provinsi Jawa Timur dari 6 desa pendampingan Program Pemberdayaan Perempuan Pengembang Ekonomi Lokal (P3EL) dipilih Desa Sumberbrantas Kota Batu sebagai kasus Pendamping Lapang (PL) untuk P3EL yang berhasil menggerakkan kelompok perempuan pedesaan melalui lembaga keuangan skala kecil. Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) Timor adalah kasus NTT dengan Program Agrosilvopastoral yang cukup berhasil menggerakkan masyarakat melalui pendampingan wanatani. Untuk Provinsi Jawa Timur data diambil melalui proses pendampingan selama 2 (dua) tahun. Pengambilan data di NTT dilakukan melalui wawancara mendalam dan kunjungan lapangan. Data disajikan secara diskriptif analisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Peran Modal Sosial di Lokasi Kajian
Di Jawa Timur (kasus Desa Sumberbrantas) dapat diidentifikasi modal sosial yang memberikan kondisi tumbuh dan berkembangnya kelompok simpan pinjam P3EL, yaitu: gotong-royong, arisan dan pengajian. Bentuk-bentuk modal sosial tradisional tersebut kemudian diformalkan dalam bentuk pertemuan bulanan ibu-ibu dalam wadah seperti Kelompok Wanita Tani Bunga, PKK, POSYANDU, Program-program pedesaan dan Kelompok P3EL.

Modal sosial tersebut merupakan jaringan sosial di mana di dalamnya penuh dengan mekanisme pertukaran yang dilandasi rasa saling percaya dengan mengikuti norma-norma yang berlaku. Ketiga unsur itu harus menjadi satu kesatuan unntuk eksistensi modal sosial. Sebagai contoh, arisan merupakan wadah mengumpulkan uang yang bermakna sosial dan bisa dikatakan terdapat modal sosial di dalamnya, karena dengan arisan secara bergiliran anggotanya akan mendapatkan manfaat. Masing-masing harus jujur dan diikuti rasa saling percaya, apabila norma-norma arisan dilanggar akan mendapat sanksi dari kelompok. Kepatuhan masing-masingg anggota terhadap lembaga arisan merupakan modal sosial dalam perkumpulan keuangan tersebut. Demikian juga gotong-royong sebagai modal sosial dalam pertukaran tenaga kerja dan jasa untuk kepentingan umum ataupun kepentingan pribadi secara berbagi. Pengajian adalah modal sosial spiritual yang penting dalam mengikat masyarakat sebagai satu kesatuan, satu sistem yang kompak dan satu jaringan sosial sebagai subyek pengembangan masyarakat.

Potensi modal sosial sebagai wadah dinamika masyarakat menjadi modal dasar yang penting dalam pembentukan lembaga-lembaga formal di Desa Sumberbrantas yaitu Kelompok Wanita Tani Bunga, PKK, POSYANDU dan P3EL. Kelompok Wanita Tani Bunga dibentuk karena kebutuhan masyarakat Sumberbrantas yang mayoritas bekerja sebagai petani dengan tanaman utama sayur dan tanaman hias di pekarangan yang dikelola kaum perempuan. Kelompok ini merupakan jaringan sosial di tingkat desa dan bahkan sampai ke luar desa, terutama dalam pemasaran. Rasa saling percaya diantara kelompok maupun konsumen bunga harus ada dimana salah satu menjadi produsen bunga, yang lain adalah konsumen. Kelompok ini akan bertahan apabila ada modal sosial berupa spirit berkelompok, dilindungi oleh norma-norma yang ditaati dalam mencapai tujuan kelompok.

PKK adalah kelompok sosial bagi kaum perempuan pada umumnya di Desa Sumberbrantas yang bertujuan menggerakkan kaum perempuan untuk mencapai kesejahteraan keluarganya. POSYANDU merupakan kelompok sosial yang menghimpun kaum perempuan dalam pelayanan kesehatan bagi anak BALITA. PKK dan POSYANDU merupakan kegiatan yang dikembangkan dengan memanfaatkan modal sosial masyarakat. Di Desa Sumberbrantas, aktivitas PKK dan POSYANDU cukup aktif karena peran pengurus dan tokoh masyarakat yang sangat aktif, dan berupaya membentuk jaringan kekeluargaan yang kuat, bertukar ide-ide dan informasi, adanya aktivitas konkrit dan mengembangkan norma–norma yang mendorong untuk bergiliran aktif dalam aktivitas kerumahtanggaan dan sosial kemasyarakatan .

P3EL adalah kelompok perempuan pengembang ekonomi lokal, beranggotakan mula-mula 30 rumah tangga, setiap bulan anggota bertambah, dengan aktivitas utamanya mengembangkan simpan pinjam bagi anggota. Modal awal sebesar Rp 25.000.000,00 merupakan dana hibah dari provinsi. Uang tersebut diputar dalam bentuk pinjaman perorangan yang tergabung dalam kelompok beranggotakan sepuluh orang. Jumlah anggota kelompok terus bertambah, sesuai dengan pertambahan peminjam baru. Syarat anggota adalah memiliki usaha produktif misalnya pembuat kue, penjahit, pedagang, catering, pengrajin dan lain-lain. Bunga pinjaman ditetapkan secara musyawarah sebesar 1,5 persen. Pengurus bekerja secara sukarela. Pendamping lapangan berasal dari Perguruan Tinggi dan Kantor Pemberdayaan Perempuan. Ketiga unsur terakhir ini bekerjasama dalam berlangsungnya P3EL. Pengurus adalah modal sosial berasal dari internal kelompok yang sangat berperan dalam pengembangan kelompok.

Di Provinsi NTT sebagaimana dikemukakan Abdurrahman (2009), terdapat modal sosial perdesaan dalam bentuk institusi sosial pertanahan adat, kekerabatan, pemerintahan desa, kelompok Usaha Bersama (KUB) Nekmese, Kelompok Tani, Kelompok Kerja Bergilir (KKB). Adat pertanahan diatur oleh kepala adat , Raja atau Fetor, dan Pah Tuaf (tuan tanah) yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Ama Tobe yang bertugas dalam kerohanian. Peran yang dilakukan adalah: 1) memberikan petunjuk tentang tanah-tanah yang cocok untuk membuka areal ladang baru; 2) memberikan legitimasi hukum adat tentang hak penguasaan dan penggarapannya. Institusi kekerabatan NTT yang patrilineal juga berperan dalam pembangunan, terutama dalam hal mengatur pewarisan, penyedia tenaga kerja dan dukungan sarana produksi.

Pemerintahan desa adalah lembaga yang penting dalam menghubungkan masyarakan desa di NTT dengan pihak luar atau eksternal. Pemerintahan desa adalah yang secara formal berperan sebagai jembatan perantara diantara masyarakat, baik internal maupun eksternal, penggerak warga masyarakat dalam program-program pembangunan dan mediator penyelesaian masalah-masalah dan konflik diantara warga masyarakat.

KUB dengan aktivitas simpan pinjam dapat berjalan apabila norma-norma kelompok dipatuhi, sehingga selain secara finansial berfungsi membantu masyarakat. KUB juga mempunyai fungsi sosial penggerak pembangunan. Demikian juga Kelompok Tani, yang pembentukannya diprakarsai dari pihak luar, tetapi aktivitasnya menyentuh kebutuhan masyarakat, sehingga dapat digerakkan sebagai modal sosial kelembagaan dengan fungsi dan norma-norma yang jelas. Melalui wadah ini, petani dapat belajar, berkomunikasi dan bekerjasama dalam mencapai tujuan. Dalam pengembangan dan pembinaan Kelompok Tani, peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sangat penting.

KKB atau disebut juga arisan kerja, dibentuk oleh petani dengan tujuan memudahkan pengelolaan dan pekerjaan pertanian, Anggota KKB sebanyak tujuh sampai sepuluh orang petani, sifatnya tidak formal, sehingga sewaktu-waktu dapat dibubarkan dan diaktifkan kembali apabila dibutuhkan. Kebutuhan yang sama menjadi pengikat dari kelompok ini.

Kepercayaan, pertukaran, jaringan sosial, norma menjadi ciri utama dari modal sosial tersebut di atas, di Jawa Timur maupun di NTT. Selama ciri tersebut masih berfungsi efektif, maka sebagai modal sosial akan berfungsi juga dalam menggerakkan masyarakat, mewujudkan fungsi komunikasi pembangunan dan menjadi pengendali perilaku masyarakat dalam mencapai tujuan.

Peran Pendamping Lapangan dalam Meningkatkan Kapasitas Modal Sosial
Pendamping Lapangan P3EL Desa Sumberbrantas Jawa Timur

P3EL adalah kelompok perempuan pengembang ekonomi lokal, beranggotakan mula-mula 30 rumahtangga, dalam dua tahun berkembang menjadi 42 anggota. Pendamping P3EL di Sumberbrantas adalah dari Perguruan Tinggi bertugas mendampingi pembuatan proposal, rembug desa/musyawarah kelompok, pembukuan, keuangan, pengembangan usaha dan pembinaan lembaga/kelompok. Bidang Pemberdayaan Perempuan Kota Batu bertugas memonitor langsung kegiatan di lapang, mengevaluasi, menerima laporan untuk selanjutnya diidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dan pemecahannya. Pendamping Lapangan yang secara langsung berhadapan dengan sasaran sehari-hari adalah pengurus di tingkat desa, bertanggungjawab terhadap bidang pemberdayaan perempuan di tingkat kota. Semua aktivitas tersebut secara legal diketahui oleh Kepala Desa.

Dengan kegiatan utama simpan pinjam, PL harus bekerja sangat hati-hati. Pertemuan dilakukan sebulan sekali, pada pertemuan PKK atau pengajian kadang-kadang PL memberikan penjelasan. Pada akhir tahun uang harus terkumpul untuk kemudian dialokasikan kembali. PL mengibaratkan arisan yang memang sudah menjadi kebiasaan ibu-ibu, sehingga anggota berdisiplin membayar setiap bulan. PL juga secara informal memberikan pertimbangan tentang usaha ekonomis yang dilakukan anggota. Karena letaknya di desa, PL selalu mendapat pengaduan ataupun masalah yang dihadapi, terutama soal angsuran. Keteladanan, kejujuran, rela dan berdisiplin. Bagi perempuan pengusaha kecil, modal sangat membantu perputaran usaha yang kadang-kadang “ramai” kadang-kadang “sepi.”

Dapat dikemukakan bahwa PL di Desa Sumberbrantas dalam kegiatan P3EL sangat berperan sebagai fasilitator, komunikator, mediator, pemantau dan evaluator.

YMTM (Yayasan Mitra Tani Mandiri) Kefamenanu – Timor Tengah Utara
Kegiatan/proyek: AGROSILVOPASTORAL
Lokasi 4 kabupaten yaitu TTU, Ngada, Nagekao, Belu, dengan jumlah 43 desa. Desa lokasi yang dikaji adalah Desa Oenain dan Fafinisufi, yaitu desa kritis, kering dan petani berusahatani secara tebas bakar.

Setelah lima tahun didampingi sekarang tidak lagi kritis, hijau dan produktif. Pendekatan yang dilakukan adalah menggerakkan partisipasi masyarakat melalui teknologi alternatif tebas bakar, yaitu konservasi tanah dan air; pembuatan embung, terasering, kebun tanaman pangan, tanaman umur panjang dan ternak. Pembentukan Kelompok Tani, tergabung dalam LOPOTANI (semacam GAPOKTAN); Lopotani membentuk asosiasi yang menangani pemasaran hasil-hasil pertanian. Dana Lopotani diperoleh dari petani. Asosiasi juga memiliki unit simpan pinjam. Dengan demikian posisi tawar petani meningkat, harga ditentukan bersama antara petani dan pedagang, sehingga dapat menekan pengijon. MTM menjadi lembaga pendidikan dan konsultasi. Terdapat tenaga magang dari LSM di Timor dan juga Timor Leste. Mempunyai hubungan yang baik dengan Dinas Pertanian dan BPMD. Di bidang kesehatan MTM menangani masalah air, gizi keluarga; Angka Kematian Ibu dan Anak dan kesehatan masyarakat. Dapat dikatakan aktivitas MTM bersifat lintas bidang dan menyeluruh sesuai permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Pimpinan YMTM adalah sistem bergilir. Yayasan MTM berdiri sejak tahun 1988.-sekarang. Dalam rentang waktu tersebut telah berganti dua kali kepemimpinan, pertama Ir. Yoseph Asa, dan kedua Ir. Vincent Nurak. Wilayah binaan sampai dengan saat ini adalah empat kabupaten, yaitu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Kabupaten Belu, Kabupaten Ngada dan Kabupaten Negekeo.

MTM didirikan atas keprihatinan terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang hidup di daerah lahan kering yang terkenal tandus, berbatu dan terjal, serta rawan kebaran (akibat tebas bakar). Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah mencegah budaya tebas bakar. Bertumpu pada kenyataan di atas maka didesain model agroforestry (perhutanan dengan aspek sistem budidaya lorong) mencakup aspek ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Model ekonomi yang dilakukan adalah sosialisasi kepada masyarakat untuk menerapkan sistem agroforestry, mengadakan pelatihan, pembentukan kelompok. Kelompok menentukan lokasi, membersihkan, membuat terasering, menaman tanaman tahunan sebagai pembatas larikan yang berfungsi sebagai pakan ternak, kayu bangunan dan tanaman pangan berupa canegrass, lamtoro, gamal, gala-gala, mahoni, kaliandra, kemiri, vanili, sirih, jeruk, pisang dan nenas. Pada celah (lorong antar baris) ditanami tanaman pangan berupa jagung, ubi kayu dan kacang-kacangan. Pada tahap awal membutuhkan waktu tujuh tahun, sementara replikasi hanya membutuhkan waktu tiga tahun.

Konsep ini dipandang sangat baik, karena dalam jangka pendek memanfaatkan tanaman pangan untuk konsumsi, kemudian memelihara ternak sapi ketika tanaman pakan telah siap. Hal lainnya memelihara ternak berupa babi dan kambing. Hasil ternak dijual, sebagian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sebagian untuk kebutuhan biaya pendidikan, biaya kesehatan dan sebagian lainnya disimpan di kelompok dalam bentuk simpan pinjam. Upaya pemasaran ternak dilakukan secara berjenjang, sepuluh orang membentuk satu kelompok tani, satu desa terdiri dari 10-12 kelompok tani, kelompok tani beberapa desa dikoordinir oleh satu ‘Lopotani’ (lumbung pangan, kalau pemerintah gapoktan), beberapa Lopotani bernaung di asosiasi. Asosiasi bertugas mencari dan mengawasi pemasaran sapi. Dengan asosiasi ini harga jual ternak dapat mencapai Rp 14.000,00 per kg – Rp 17.700,00 per kg. Bila dijual sendiri hanya mencapai Rp 10.000,00 per kg. Hal ini dilakukan untuk mencegah sistem ijon. Sejumlah dinas instansi datang melakukan magang di MTM, misalnya Tananua dan Pemerintah Timor Leste. Dalam hal ini sudah beberapa angkatan yang dilakukan.

Desa Oenain: ketinggian sekitar 1000 m kondisi kering. Kegiatan usahatani lorong; multi cropping seperti Lamtoro, Suryan, Pisang dan Mahoni.

Tanaman pangan jagung. Teras bagus, partisipasi petani, YMTM mendampingi usaha ternak sapi dan babi. Desa Fafinisufi dengan ketinggian hampir sama dengan desa Oenain yaitu lahan berbukit sangat miring, tanaman keras yang diusahakan mahoni, asam, tanaman pangan (nenas, Lombok, jeruk) dan rumput. Ternak yang dipelihara adalah sapi dan babi. Penduduk daerah ini dulu akan ditransmigrasikan; karena berhasil dibina YMTM, tidak jadi ditransmigrasikan. Petani mempunyai perencanaan kebun yang baik, simpan-pinjam kelompok tani laki-laki dan perempuan. Modal awal dari iuran petani Rp 6.600.000,00 dan saat ini berkembang menjadi Rp 18.000.000,00. Yang boleh meminjam hanya anggota kelompok dengan bunga dua persen per bulan. Hasil kebun digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan; hasil sapi digunakan untuk menyekolahkan anak.

YMTM berhasil menggerakkan partisipasi masyarakat melalui pendekatan langsung kepada masyarakat, advokasi, bersama-sama dengan pempinan desa dan tokoh masyarakat setempat. Di lokasi proyek ditempatkan PL yang tinggal di desa proyek. Di Desa Oenain pendamping lapangnya adalah perempuan, yaitu sudah tiga tahun tinggal di desa dan dibangunkan rumah oleh masyarakat untuk tempat tinggalnya.

Peran Sumber Daya Manusia (SDM) Pendamping
Mempelajari dua tipe SDM Pendamping Lapangan (P3EL dan YMTM), Nampak bahwa kualitas dan kinerja SDM Pendamping Pengembangan Masyarakat sangat diperlukan dalam menggerakkan masyarakat. 

Siapa pendamping, menjadi kriteria yang harus diperhatikan terutama dalam hal kualifikasi dan orientasi kerjanya. Di dua lokasi kajian pendidikan PL adalah Sarjana, bahkan relawan PL di Desa Sumberbrantas yang berstatus ibu rumahtangga berpendidikan Sarjana Pertanian, dengan perekonomian yang cukup dan secara sukarela aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di tingkat desa. Petugas di tingkat kota, melakukan pendampingan P3EL karena tugas formalnya di kantor. PL formal ini harus berkomunikasi dengan baik dengan relawan di tingkat desa yang sehari-hari berhadapan langsung dengan masyarakat dan kelompok P3EL khususnya. PL di YMTM – NTT adalah sekelompok anak muda dengan pikiran ideal mengembangkan masyarakat. Orientasi kerjanya tidak semata-mata untuk mendapatkan upah/gaji tetapi bekerja untuk idealisme dan cita-cita memajukan masyarakat. Pilihan pekerjaan itu mula-mula ditentang oleh keluarganya yang melihat aktivitas LSM atau relawan bukan sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Akan tetapi orientasi kerja yang sungguh-sungguh yang didasari keyakinan bahwa bekerja bukan hanya “di kantor” telah memberikan hasil konkrit bagaimana menggerakkan masyarakat. PL yang berorientasi pada tugas tidak secara langsung mampu menggerakkan masyarakat.

Bagaimana kinerjanya, dapat dijelaskan dengan intensitas komunikasi antara PL dan masyarakat atau kelompok dampingan, relasi sosial yang dibangun, umpan-balik yang diberikan oleh masyarakat atau kelompok dampingan sebagai respon terhadap kinerja PL. Dua kajian menunjukkan intensitas kehadiran yang tidak formal dan tidak terbatas jam kerja formalnya telah menunjukkan hasil sangat positif. Relawan ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di lokasi kelompok pendampingan, sehingga intensitas pertemuan secara informal dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan. Relasi sosial yang dibangun dalam berkomunikasi dengan anggota kelompok adalah terbuka atau transparan, dimana anggota dapat mengetahui perputaran modal melalui sistem pembukuan yang tertib. Komunikasi timbal-balik dan reward positif yang diberikan anggota kelompok nampak ketika relawan ingin mengundurkan diri dan tidak diterima oleh kelompok. Hal ini menunjukkan kepercayaan anggota yang tinggi yang menjadi pendorong relawan untuk tetap bertahan melaksanakan pekerjaannya.

Serupa dengan P3EL di Jawa Timur adalah kinerja PL dalam aktivitas YMTM di NTT. Seorang Sarjana perempuan muda tinggal di desa pendampingan, sehingga memungkinkan secara intensif berkomunikasi dengan petani atau masyarakat yang didampingi sesuai permasalahan yang dihadapi. Tinggal di desa ini pada awalnya bukan suatu pilihan, tetapi keinginan kelompok dampingan yang bergotong royong membuatkan rumah tinggal untuk pendamping. Suatu respon yang membanggakan bagi relawan yang bekerja di desa. Komunikasi secara langsung, menangani masalah bersama-sama dengan masyarakat, bekerja profesional dan berjejaring dengan petugas formal terkait adalah modal dasar menggerakkan masyarakat.

Komunikator dan fasilitator adalah dua peran penting PL dalam menggerakkan masyarakat. Sebagai komunikator berarti harus mampu menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat, tidak menggurui, menunjukkan keteladanan dan kejujuran. Mengkomunikasikan dan menjabarkan program kegiatan sampai dimengerti dan dipahami masyarakat yang didampingi. Kasus P3EL dengan aktivitas simpan pinjam pada saat sekarang sangat berisiko untuk tidak dikembalikan oleh masyarakat yang merasa bahwa uang dari pemerintah adalah uang rakyat sehingga tidak perlu dikembalikan. Disinilah peran komunikator sangat penting bahwa kalau uang tidak dikembalikan, maka aktivitas akan berhenti. Keterbukaan dalam kelompok memberikan sangsi berupa “rasa malu” bagi anggota yang tidak mengangsur uang pinjamannya. Untuk melatih disiplin, PL harus tega mengingatkan anggota yang menunggak pinjamannya, pada saat mereka mengadakan pertemuan sebulan sekali. Sebagai fasilitator, PL menempatkan diri sebagai mitra, bukan guru, membiarkan anggota kelompok berkembang dengan usaha kecilnya, dengan kepercayaannya akan mengembalikan pinjamannya.

YMTM berpendapat bahwa PL sangat penting, maka di lokasi proyek harus ada PL yang secara intensif memberikan advokasi/ pendampingan pada masyarakat. PL menempatkan diri sebagai mitra petani, bersama-sama melakukan pekerjaan di lokasi, membuat perencanaan melalui musyawarah, melakukan pembuatan teras, embung, menanam pohon secara bergiliran di antara anggota, merawat tanaman dan merencanakan pemasaran. Petani berkomunikasi dengan PL tentang masalah-masalah yang dihadapi. PL mengkomunikasikan apa yang terjadi di masyarakat dampingan dengan pihak terkait, terutama mencari jalur jalur pemasaran hasil. Secara ringkas PL dengan perannya sebagai mitra tani, advokator, fasilitator dan komunikator sangat penting dalam menggerakkan petani untuk secara mandiri meningkatkan kualitas hidupnya.

Strategi Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan Pendamping Lapang
Proses transfer inovasi kepada masyarakat sebagai sasaran memerlukan agen pembawa inovasi yang berkemampuan, sifat inovasi yang ditransfer berpengaruh terhadap cepat-lambatnya penerimaan masyarakat. Modal sosial merupakan modal dasar yang penting dalam proses tersebut. Adapun ciri inovasi akan mudah diadopsi dengan memperhatikan apakah inovasi tersebut baru atau belum dikenal sasaran; secara teknis dapat dikerjakan; secara ekonomis terjangkau; tidak bertentangan dengan nilai dan norma serta adat istiadat setempat.

Bagaimana mempertahankan dan meningkatkan kapasitas modal sosial, adalah apabila modal sosial dapat bertahan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi institusi/pranata yang dibutuhkan. Meningkatkan kapasitas modal sosial perlu strategi asimilasi dengan pesan-pesan pembangunan yang sesuai. PL yang berkepekaan sosial dan berempati dengan kondisi masyarakat sasaran. Strategi yang cocok adalah mendorong partisipasi masyarakat dan fasilitasi secara intensif.

PL dapat berasal dari dalam komunitasnya, ataupun dari luar. Pendamping lapang dari dalam mempunyai kelebihan terhadap pengenalan masyarakat, tetapi kedekatan juga berpengaruh terhadap kewibawaan pendamping lapang. Pendamping dari luar mempunyai ketajaman untuk mengenali masalah sasaran, tetapi kurang mengenal secara mendalam. Mempertukarkan kekurangan dan kelebihan menjadikan keseimbangan pendamping lapang yang ideal dalam menggerakkan masyarakat melalui pengembangan modal sosial yang ada.

Kasus desa binaan YMTM menunjukkan bagaimana strategi yang diambil oleh PL sehingga berhasil menggerakkan masyarakat. Hasilnya sebagai berikut:

Desa Oenain
Desa Oenain adalah daerah kering, tandus dan terjal, dengan sistem terasering telah ditanami berbagai jenis tanaman pakan, kayu bangunan dan tanaman pangan seperti, gamal, gala-gala, canegrass, lamtoro, mahoni, kemiri, ubi kayu, pisang dan nenas, sedangkan jagung dan kacang-kacangan merupakan tanaman sela telah dipanen.

Pengurus kelompok memberikan penjelasan bahwa kelompok binaan MTM di Desa Oenain dimulai sejak tahun 2000 sampai sekarang (2009). Dalam kurun waktu 2000-2003, menghijaukan areal seluas delapan ha. Mulanya hanya dua kelompok binaan di desa ini, menyusul empat kelompok dan tambah lagi tiga kelompok, sehingga sampai dengan saat ini berjumlah sembilan kelompok. Pada periode 2003-2009 telah menghijaukan areal seluas 110 ha, dari target 2000 ha yang akan diselesaikan pada tahun 2014.

Tenaga kerja berasal dari dalam kelompok dan bekerja secara bersama-sama (gotong-royong) atau secara bergantian (shift). Setiap dua jam berganti ke areal milik anggota yang lain. Shift ini tidak sulit dilaksanakan karena lokasinya terletak pada satu hamparan. Peralatan yang digunakan adalah peralatan sederhana seperti  parang, linggis dan cangkul.

Penjelasan lebih lanjut disampaikan oleh seorang ibu anggota dari ‘KELOMPOK INGIN MAJU’. Setelah mendapatkan sosialisasi, penjelasan dan latihan, anggota dapat melakukan sendiri. Iuran sebesar Rp 5.000,00 per anggota untuk memupuk kas kelompok. Melalui kelompok dirasakan ada perbaikan taraf hidup rumah tangga. Hasil usaha kelompok digunakan untuk membeli babi, sapi, kambing dan juga usaha tenun kain. Sampai sekarang dalam kelompok memiliki sapi 12 ekor, babi delapan ekor dan modal kelompok Rp 13.000.000,00. Modal kelompok dapat dipinjam oleh anggota untuk kebutuhan biaya anak sekolah atau kebutuhan lain yang sangat mendesak. Besar pinjaman maksimal Rp 1.000.000,00 dengan bunga dua persen dengan jangka waktu pengembalian lima bulan. Penjelasan dilanjutkan lagi oleh salah seorang ibu (Fransiska Besi) mewakili anggota yang lainnya merasakan ada manfaat yang besar setelah masuk dalam kelompok binaan MTM, yaitu manfaat memupuk kas kelompok dari setiap anggota sejumlah Rp 5.000,00. Sekarang memelihara babi 18 ekor dan sapi 18 ekor. Modal kelompok Rp 6.650.000,00 dapat dipinjam oleh anggota untuk kebutuhan biaya anak sekolah atau kebutuhan lain yang sangat mendesak. Besar pinjaman maksimal Rp 1.000.000,00 dengan bunga dua persen dengan jangka waktu pengembalian lima bulan.

Desa Fafinisufi
Di desa ini MTM membentuk 13 kelompok binaan beranggotakan 176 orang (terdiri dari enam kelompok ibu-ibu dan tujuh kelompok bapak-bapak). Seorang ibu, wakil dari ‘KELOMPOK STELA MARIS’ menyampaikan bahwa setelah mengikuti MTM keadaannya dirasakan lebih baik dari sebelumnya. Keluarga ini menanam jagung, kacang-kacangan, singkong, ubi jalar, talas, nenas, sayur-sayuran, mente, kemiri dan pisang. Masing-masing anggota memelihara sapi, babi, kambing, dan ayam. Terdapat 12 ekor sapi yang siap timbang. Setiap anggota kelompok menanam 1000 pohon mahoni. Masih tersedia lahan untuk usahatani, namun perlu dipikirkan pemisahannya (sertifikat). Hal lainnya telah memupuk modal kelompok yang dapat dipinjam oleh anggota untuk kebutuhan biaya anak sekolah atau kebutuhan lain yang sangat mendesak. Besar pinjaman maksimal Rp 1.000.000,00 dengan bunga dua persen dengan jangka waktu pengembalian tiga bulan.

Kondisi yang baik tersebut merupakan hasil kerja keras dengan strategi yang tepat melalui peran pendamping lapang. Serupa dengan kondisi NTT adalah strategi Pendamping Lapang P3EL di Desa Sumberbrantas, sebagai “orang dalam” tidak terlalu sulit untuk berempati kepada sasaran dampingan, tetapi harus disiplin, tertib administrasi, jujur dan memberikan keteladanan.

KESIMPULAN
Modal sosial dalam proses pembangunan masyarakat berperan sangat penting, maka diperlukan aktor pendamping masyarakat yang berkemampuan meningkatkan kapasitas modal sosial dan partisipasi masyarakat.

SDM pendamping pengembangan masyarakat berperan dalam meningkatkan kapasitas peran modal sosial sebagai komunikator, fasilitator dan advokator, dengan prinsip kemitraan. Bekerja secara sukarela, tidak semata-mata berorientasi keuntungan, aktif, partisipatif dan berempati. Hubungan eksternal yang baik menempatkan Petugas Lapang hendaknya berperan sebagai mediator antara sasaran dan pihak luar terkait dan menggerakkan masyarakat agar mandiri dimana PL perlu bekerjasama dan memberikan keteladanan dan jujur.

Strategi peningkatan kapasitas modal sosial sebagai motor penggerak pembangunan, diarahkan pada penempatan modal sosial yang dapat bertahan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi institusi/pranata yang dibutuhkan. Meningkatkan kapasitas modal sosial perlu strategi asimilasi dengan pesan-pesan pembangunan yang sesuai dengan Petugas Lapang yang berkepekaan sosial dan berempati dengan kondisi masyarakat sasaran. Strategi yang cocok adalah mendorong partisipasi masyarakat dan fasilitasi secara intensif.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman M. 2009. Dinamika Rasionalitas–Petani dan Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan Pedesaan. Disertasi PPS Fak. Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Bordieu P. 2003. The Forms of Capital. Review, Universitas Brawijaya.

Fukuyama F. 2000. Modal Sosial. Jakarta: LP3ES.

Hidayati S. 2009. Dinamika Perbahan Masyarakat di Sekitar Suramadu. Makalah, PPS Fak. Pertanian Universitas Brawijaya.

Mahdi EH. 2006. Social Capital Review. Universitas Brawijaya Malang.

Sukesi K. 2007. Pendampingan P3EL di Provinsi Jawa Timur. Laporan Pendampingan. BAPEMAS Prov. Jawa Timur.

Sukesi K, Seran S. 2009. Analisis Dinamika Masyarakat NTT. Laporan Penelitian.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang

Ditulis Oleh : Unknown // 11:11 PM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment