Friday, October 25, 2019

MAKALAH PERNIKAHAN SUKU BATAK KARO

BAB I
PENDAHULUAN


•      Latar Belakang
            Indonesia adalah negara dengan banyak pulau-pulau yang saling terhubung satu sama lain membentuk satu kesatuan yang disebut kepulauan. Maka indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang negaranya terbentuk dari barisan-barisan pulau. Dengan banyaknya pulau di Indonesia tentu saja juga banyak suku masyarakatnya, selain negara kepulauan Indonesia juga terkenal sebagai negara kaya budaya. Karena setiap suku disuatu daerah atau pulau memiliki kebudayaan yang bergam-ragam.
            Salah satu dari sekian banyak pulau yang ada di Indonesia pulau Sumatra adakah salah satunya yang memiliki banyak suku-suku dan kekayaan budaya melimpah. suku yang ada di pulau sumatra antaranya; Asahan, Suku Dairi, Suku Batak, Suku Melayu, Suku Nias, Akit, Hutan, Kuala, Kubu, Laut, Lingga, Riau, Sakai, Talang Mamak, Mentawai, Minangkabau Riau dll.
            Dari banyaknya suku di Indonesia. Suku Batak adalah salah satu yang banyak mendiami daerah Sumatera khususnya Sumatera Utara. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailin. Dengan  banyaknya ragam suku Batak mari kita perdalam tentang salah satu suku batak yang cukup besar dan berpengaruh di sumatra Utara yaitu suku Batak Karo.
            Batak Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo.


TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
  • Agar pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat Batak, khususnya Batak Karo.
  • Agar pembaca dapat memahami salah satu bentuk masalah sosial yang ada dalam masyarakat  Batak Karo.
  • Agar pembaca dapat menelaah sistem interaksi dalam kehidupan keseharian masyarakat  Batak Karo.
  • Agar pembaca dapat mengetahui akan stratifikasi yang ada dalam kehidupan masyarakat Batak Karo.

MANFAAT
Manfaat penulisan setelah menulis makalah ini yang bisa saya ambil diantaranya adalah :
  • Mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan dan adat istiadaat masyarakat Karo.
  • Bertambahnya wawasan tenang keberagaman kebudayaan Indonesia.
  • Menciptakan rasa toleransi antar semua suku.
  • Menciptakan rasa cinta tanah air.

METODE
Data penulisan makalah ini diperoleh melalui studi kepustakaan. Metode studi kepusatakaan yaitu suatu metode dengan cara membaca dan menelaah buku pustaka tentang kebudayaan Suku Batak Karo.

Rumusan Masalah
·         Bagaimana Adat istiadat suku Batak Karo ?
·         Bagimana sistem kekerabantan dan perkawinan di suku Batak Karo, Sumatera Utara?
·         Apakah bahasa yang digunakan di suku Batak Karo, Sumatera Utara adalah bahasa Indonesia atau bahasa yang lain ?

    BAB II
PEMBAHASAN


            Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, Indonesia dan beribukota di Medan. Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km².

Sejarah Prerkembangan Batak Karo
            Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo. Menurut para ahli Darwan Prinst, SH :2004. Batak Karo merupakan sebuah Kerajaan yang mendiami Sumatera bernama  Haru- Karo. Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan".
            Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.
            Sehingga terdapat banyak  suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo.

PROSESI PERKAWINAN

    1. Pihak-Pihak Yang Terlibat
Di kalangan orang Karo, Merga Silima, Rakut Sitelu, Tutur Sepuluhsada(berasal dari tutur siwaluh dengan tambahan 3 tutur), dan Perkade-kaden Sisepuluh Dua tambah Sada terdapat suatu keunikan dalam prosesi awal pernikahan, yaiut maba belo selambar/ ngembah belo selambar (secara harafiah berarti membawa sirih selembar) yang dapat dikatakan sebagai prosesi lamaran.
Menuju acara perkawinan agung, ditemukanlah tutur sepuluh sadayang terdiri atas:
Puang Kalimbubu, Kalimbubu, Sembuyak, Senina, Senina Sepemeren, Senina Separibanen,  Senina Sendalanen, Senina Sepengalo, Anak Beru, Anak Beru Menteri, Anak Beru Singukuri.
Senina Sepemeren dan Senina Separibanen adalah anak dari Puang (dari garis keturunan ibu), sedangkan Senina Sepengalon dan Senina Sendalanen berasal dari diri sendiri/keluarga pihak laki-laki pelamar. Kenapa tutur siwaluh menjadi tutur sisepuluhsada? Catatan sejarah menjelaskan bahwa bagi suku Karo, angka 11 lebih keramat dari angka 8.
Dalam acara maba belo selambar ini, pembuka acara adat adalah 5 kampil lengkap berisi daun sirih, tembakau, rokok, pinang, kapur, dan gambir yang harus ada.
Jika akan diadakan perkawinan, maka harus tertulis jelas SIJALAPEN sebagai berikut.
1. Pihak Yang Mengawini (Si Empo)
    Gelar Bapa Simupus (Nama Ayah Ayah Kandung/ Nama Kakek dari Ayah)
    Bapana/Sipempoken (Nama Ayak Kandung)
    Senina
    Anak Beru Singerana
    Anak Beru Cekoh Baka
    Anak Beru iangkip
2. Pihak Yang Dikawini (Si Sereh)
    Gelar Bapa Simupus (Nama Ayah Ayah Kandung/ Nama Kakek dari Ayah)
    Bapana/Sipesereken (Nama Ayah Kandung)
    Senina
    Anak beru Singerana
    Anak Beru Cekoh Baka
    Anak Beru Iangkip
    Kalimbubu
Selain itu perlu juga diketahui BATANG TUMBA sebagai berikut.
    Batang Unjuken = yang menerima adalah orang tua perempuan yang kawin
    Singalo Ulu Emas = kalimbubu/impal dari ayah
    Singalo Bere Bere = mama/ turang dari ibu
    Singalo Perbibin = senina dari ibu
    Sirembah Kulau/Perkembaren = bibi dari ayah/ turang ayah
    Perseninan = senina

    TAHAPAN PROSESI
    Prosesi dan berbagai macam varian yang komplek dari sistem perkawinan dalam adat karo diatas akan sangat jarang kita temui dewasa ini, bahakan mungkin hampir tidak ada lagi Secara umum yang masih berlangsung secara kronologis adalah sebagai berikut :
    1. Sitandaan Ras Keluarga Pekepar/Nungkuni
    Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan, sekaligus orang tua kedua belah pihak akan menyampaikan kepada “Anak Beru” masing-masing untuk menentukan hari yang baik untuk menggelar pertemuan di rumah pihak “Kalimbubu” untuk membahas rencana “Mbaba Belo Selambar”.
    Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan, sekaligus orang tua kedua belah pihak akan menyampaikan kepada “Anak Beru” masing-masing untuk menentukan hari yang baik untuk menggelar pertemuan di rumah pihak “Kalimbubu” untuk membahas rencana “Mbaba Belo Selambar”
    2. Mbaba Belo Selambar
Acara Maba Belo Selambar (membawa selembar daun sirih) , adalah suatu upacara untuk meminang seorang gadis menurut adat Karo yang bertujuan untuk menanyakan kesediaan si gadis dan orangtuanya beserta seluruh sanak saudara terdekat yang sudah ada peranannya masing-masing menurut adat Karo.
Dalam acara ini pihak keluarga pria mendatangi keluarga perempuan dan untuk sarana Maba Belo Selambar tersebut pihak pria membawa:

1. Kampil Pengarihi / Kampil Pengorat
2. Penindih Pudun, Uis Arinteneng, Pudun dan Penindiken Rp. 11.000,00 agar supaya acara menanyakan kesediaan si gadis dapat dimulai maka terlebih dahulu dijalankan Kampil Pengarihi / Kampil Pengorati kepada keluarga pihak perempuan yang artinya sebagai permohonan kepada pihak keluarga perempuan agar bersedia menerima maksud kedatangan pihak pria. Bilamana kedatangan pihak pria sudah dimengerti maksudnya dan pihak keluarga perempuan bersedia menerima pinangan tersebut maka dibuatlah pengikat janji (penindih pudun) berupa uang dan ditentukan kapan akan diadakan acara selanjutnya yaitu Nganting Manok. Pada waktu penyerahan uang penindih pudun tersebut uang dimaksud diletakan pada sebuah piring yang dilapisi dengan uis arinteneng (sejenis kain ulos).
Pada acara maba belo selambar terdapat tiga tingkatan, yaitu:
    1. Tersinget-singet
    2. Sitandaan Ras Keluarga Pekepar/Nungkuni
    3. Maba Belo Selambar

3. Nganting Manuk
    Menjelang hari nganting manuk, kedua belah pihak yang terlibat dudah menyampaikan undangan terhadap golongan adat yang mempunyai kedudukan dalam masalah yang bakal dilaksanakan.
    Acara Nganting Manok, adalah merupakan musyawarah adat antara keluarga pengantin pria dan wanita guna membicarakan ganta tumba/unjuken ras mata kerja yang artinya adalah tentang masalah pesta dan pembayaran (uang mahar) yang harus diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Dalam adat masyarakat Karo didalam membuat atau merancang suatu pesta ada hak dan kewajiban dari pihak-pihak Kalimbubu (pihak perempuan) yang terdiri dari, Singalo bere-bere, Singalo perkempun, Singalo perbibin.
Adapun golongan adat yang berkompeten dari pihak laki-laki dalam merundingkan perkawinan adalah sebagai:
1. Sukut Siempo (Pihak yang kawin dari si pria)
2. Senina Silako Runggu (saudara yang ikut bermusyawarah)
3. Senina Sepemeren, Separibanen, Sepengalon
4. Anak Beru dan Anak Beru Menteri
5. Kalimbubu Singalo Ulu Emas
6. Kalimbubu Singalo Perkempun (Puang Kalimbubu)
Sedangkan golongan adat pihak perempuan adalah:
1. Sukut Sinereh
2. Senina Silako Runggu
3. Anak Beru dan Anak Beru Menteri
4. Kalimbubu Singalo Bere Bere
5. Kalimbubu Singalo Perninin
6. Kalimbubu Singalo Perbibin
7. Sirembah Kulau
Untuk acara musyawarah “nganting manuk” ini, maka kelengkapan untuk acara makan bersama ditanggung oleh pihak laki-laki. Musyawarah atau Runggu dimulai setelah selesai acara makan bersama, Adapun tokoh yang berbicara dari masing-masing pihak adalah “Anak Beru Tua”. Ditampilkan dalam runggu ialah: Anak Beru Tua, Anak Beru Cekoh Baka, Senina, Kalimbubu, dan Puang Kalimbubu.
Di awal runggu, pertama kali anak beru laki-laki mempersembahkan 5 kampil (tempat sirih) lengkap dengan isinya. Adapun isi kampil tersebut adalah sirih, gambir, kapur, pinang, tembakau, kacip (pembelah pinang), dan toktok sirih. Kampil tersebut diterima anak beru dari pihak perempuan lalu membaginya masing-masing satu kampil kepada: Sukut Sinereh, Kalimbubu Singalo Bere Bere, Kalimbubu SIngalo Perbibin, Senina Silako Runggu dan Anak Beru. Dalam runggu ada beberapa hal yang harus dibicarakan, yaitu:
1. Berapa jumlah uang hantaran/ batang unjuken.
2. Berapa uang hantaran kepada Kalimbubu Singalo Bere Bere
3. Berapa uang hantaran kepada Kalimbubu Singalo Perbibin
4. Berapa uang hantaran kepada Kalimbubu Singalo Perninin.
5. Berapa uang hantaran kepada Anak Beru.
Pihak Kalimbubu berhak menerima tukor (uang mahar) dari pihak laki-laki yang kawin tersebut dan disamping itu berkewajiban pula membayar utang adat berupa kado (luah) kepada pengantin. Hak dari Kalimbubu tadi antara satu daerah/wilayah dengan wilayah yang lain bisa berbeda jumlahnya tergantung kebiasaan setempat.
Kalau didaerah wilayah Singalor Lau (Tiga Binanga) yang harus diberikan kepada Kalimbubu Singalo Bere-Bere Rp. 86.000, Kalimbubu Singalo Perkempun Rp. 46.000, dan Kalimbubu Singalo Perbibin Rp. 24.000 . Tapi bilamana yang melakukan perkawinan tersebut dianggap keturunan ningrat (darah biru / Sibayak) dan berada (kaya) maka uang mahar diatas biasa ditambahi dengan jumlah tertentu sesuai kesepakatan.
Tetapi hal ini tidak terjadi patokan karena tidak ada keharusan membayarkan uang tersebut tetapi hal dimaksud hanya sekedar sebuah penghargaan (jile-jile) atau sebuah pernyataan kepada masyarakat bahwa yang kawin tersebut bukan orang sembarangan. Sesungguhnya uang mahar tadi masih ada yang berhak tetapi sesuai tujuan tulisan yang akan diulas hanyalah uang mahar yang menjadi hak dari Kalimbubu pihak perempuan tersebut. Disisi lain pihak Kalimbubu ini juga mempunyai kewajiban untuk membawa kado (luah).
Dirundingkan juga kapan hari pesta perkawinan. Biasanya setelah sampai waktu sebelas hari setelah nganting manuk, bagaimana bentuk pesta (dalam Karo ada 3 tingkatan pesta perkawinan yaitu pesta singuda, yakni hanya mengundang kerabat terdekat, pesta sintengah yaitu pesta yang mengundang seluruh keluarga dan diadakan di jambur dengan perhitungan beras yang dimasak sekitar 15 kaleng, dan pesta sintua, yang diharuskan memorong sapi dengan ukuran kira-kira 7-8 kaleng sebagai lauknya.) Jika diadakan pesta sintua, maka tulang putur diberikan kepada Kalimbubu, tulang ikur jepada Anak Beru, dan tulang tagan kepada pengual.
Untuk memperkuat apa yang telah dirundingkan, terutama tentang hari-H perkawinan dan sebagainya, disediakan tiga helai daun pandan oleh Anak Beru laki-laki, diserahkan kepada pihak wanita,yaitu untuk Kalimbubu, Anak Beru, dan Orang Tua wanita. Selain itu diberikan juga “penindih pudun” (uang jaminan atas persetujuan yang telah disepakati). Nanti setelah selesainya acar perkawinan “penindih pudun”akan dikembalikan kepada keluarga laki-laki.
Jika terjadi pengingkaran terhadap hasil nganting manuk tadi, jika yang mengingkari adalah pihak laki-laki maka ia tidak berkewajiban mengganti apa pun kepada keluarga wanita, tapi jika yang ingkar adalah keluarga wanita,maka mereka harus membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dalam prosesi nganting manuk dengan berlipat ganda.
Tingkatan Pesta ada tiga pilihan yaitu ;
- Singuda, pesta adatnya dilakukan dirumah saja,
- Sintengah, bila kumpul seluruh sanak family,
- Sintua, bila ditambah pengantin rose, (berpakaian adat lengkap) ergendang (musik tradisional) dan memotong lembu atau kerbau.
Pesta Pernikahan terbagi atas tiga jenis :
Kerja Erdemu Bayu, bila jumpa impal, ngumban ture buruk, jumpa kalimbubu ayah, kembali kepada kampahnya bila jumpa kalimbubu nini.
Kerja Petuturken, jumpa kelularga yang baru, terlebih dahulu bertutur.
Kerja Ngeranaken, bila ada yang harus dimusyawarahkan, misal tuturnya turang impal, tutur sepemeren, ada yang harus diperbaiki sabe ataupun denda, nambari pertuturen.
4. Pasu-Pasu/Nikah
Perkawinan dalam suku karo dilakukan untuk mendapat pengakuan dari adat dan juga agama. Maka sebelum prosesi adat dilakukan dilangsungkan pernikahan bagi yang menganut agama Islam atau pemberkatan bagi yang beragama Kristen.
5. Kerja Adat
    Pelakasanaan Kerja Adat biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan. Tempat pelaksanaan Kerja Adat biasanya dilakukan di Balai Desa atau yang biasa juga disebut dengan istilah “Jambur” atau “Lost”
    Ini adalah tahapan terakhir mensyahkan telah diselesaikan adat pernikahan. Telah syah menjadi satu keluarga yang baru. Semua akan berkumpul pada pesta adat seperti yang telah disepakati bersama. Dahulu tempat pesta tidak ada dirumah pasti tidak muat jadi pesta dilaksanakan di tempat lapang atau dibawah kayu rindang. Bila pada saat pesta panas terik maka anak beru kedua belah pihak akan mendirikan tempat berteduh yang terbuat dari kayu, daun rumbia atau daun/pelepah kelapa. Tikar tempat duduk dan kayu bakar telah dipersiapkan oleh pihak siwanita. Dikarenakan pada saat itu fasilitas apapun tidak ada, maka diminta kepada penduduk desa untuk memasak makanan, masing-masing 2-3 tumba berikut dengan sumpitnya (tempat nasi) dan membawanya ketempat pesta dilaksanakan.
Lauk pauk (daging) langsung dibagi lima, dua bagian untuk pihak pria, dua bagian untuk pihak wanita dan satu bagian untuk singalo bere-bere. Jadi jelaslah bagi kita bahwa ketiga komponen inilah yang berperan penting. Sukut si empo (pihak pria) bersama sangkep nggelunya, begitu juga pihak wanita. Tidak ketinggalan singalo bere-bere bersama sangkep nggeluhnya inilah yang disebut dengan Kalimbubu Si Telu Sedalanen (hal ini akan kita bicarakan dilain waktu)
Masing-masing ketiga kelompok ini membawa anak berunya untuk menyiapkan makanan seperti yang telah dibagikan tadi.
Yang perlu ditempuh dan diselesaikan serta menjadi keharusen secara menyeluruh dalam acara adat Karo hanya berkisar tentang pelaksanaan : tukur (mas kawin/utang mahar) , bebere, perkempun, perbibin, perkembaren. Selain itu perlu diketahui gantang tumba sebagai berikut : batang unjuken, yang menerima adalah orang tua perempuan. Singalo ulu emas, kalimbubu/impal dari bapak. Singalo bere-bere, mama/turang dari Nande/Ibu. Singalo perbibin, senina dari nande/ibu. Sirembah kulau/perkembaren, bibi turang ayah/bapak. Perseninan, senina.
Pemberian tersebut tidak terikat dalam adat, namun merupakan simbol kegembiraan dan doa restu belaka. Setelah suami-istri selesai di-osei , begitu pula upacara adat kepada keturunan/anak mereka, acara selanjutnya sebagai berikut : pengantin pria/wanita bersama keturunan/anak mereka dipersatukan bersama kedua pengantin , kemudian diselimuti bersama dengan uis gatip (kain adat Karo) di iringi doa restu dari kedua pihak kalimbubu. Acara selanjutnya kedua pengantin/anak mereka di jemput dan diarak beramai-ramai oleh anak beru menuju pentas pelaminan (di daulat kembali sebagi pengantin baru).
Agenda acara kemudian adalah pemberian kata sambutan (petuah- tuah) sesuai dengan jadwal yang telah di persiapkan sebelumnya sebagai berikut : ngerana sukut, sembuyak, sipemeren, siparibanen kemudian landek/menari bersama kedua pengantin sekeluarga. Ngerana kalaimbubu singalo ulu emas/bere-bere, kalimbubu singalo perkempun, singalo perbibin, dilanjutkan landek/menari bersama pengantin sekeluarga. Ngerana kalimbubu, puang kalimbubu, kalimbuibu singalo ciken-ciken, seterusnya landek bersama kedua pengantin sekeluarga. Ngerana Anak beru, anak beru Menteri, disambung landek bersama kedua pengantin sekeluraga. Ngerana mewakili tamu undangan dan teman meriah, kemudian landek bersama pengantin sekeluarga. Ngerana yang mewakili dari pihak pemuka agama (Geraja bagi yang beragama Kristen dan Pengurus Majelis Taklim bagi yang beragama Islam)di lanjutkan dengan menari bersama. Ngerana kedua pengatin, guna ngampu ranan e kerina (menyambut seluruh kata sambutan yang disampaikan tersebut diatas).
Pihak Kalimbubu ini juga mempunyai kewajiban untuk membawa kado (luah) berupa:
    Lampu Menyala, maknanya adalah agar rumah tangga (jabu) yang baru dibentuk tersebut menjadi terang kepada sanak keluarga (kade-kade) pada khususnya dan terhadap semua orang pada umumnya.
    Kudin Perdakanen ras Ukatna, maknanya adalah sebagai modal awal membangun rumah tangga baru tersebut dengan harapan agar kedua pengantin rajin bekerja mencari makan.
    Pinggan Perpanganen, maknanya adalah agar kedua mempelai mendapat berkat dari Yang Maha Kuasa.
    Beras Meciho (page situnggong tare mangkok dan naroh manok kemuliaan), maknanya adalah agar kedua mempelai tersebut selalu serasi dan mendapatkan kemuliaan.
    Manok Asuhen (manok pinta-pinta), maknanya adalah agar keluarga yang baru tersebut diberi rezeki yang baik dan apapun yang dicita-citakan berhasil.
    Amak Dabuhen (amak tayangen ras bantal), maknanya adalah agar keluarga baru tersebut dapat menikmati kebahagiaan.
Demikian juga singlo perempuan membawa kado (luah) berupa:
    Satu buah amak (amak cur)
    Satu buah bantal
    Satu ekor ayam (manok asuhen)
    Dua buah piring

Seterusnya sing perlinbin  memberikan kado (luah) berupa:
    Selembar uis gara (perembah pertendin)
    Selembar tikar kecil (amak cur)
Acara makan siang bersama dilakukan tepat jam 13.00, seandainya acara memberi nasehat/petuah belum selesai sebelum acara makan, maka pemberian nasehat/petuah di lanjutkan selesai makan bersama, biasanya upacara selesai jam 16.00 kalau anak berunya tepat mengaturkan waktunya. Ada kalanya dalam acara adat perkawinan dimeriahkan seperangkat gendang sarune atau keyboard, lajim juga setelah pemberian petuah/nasehat oleh terpuk keluarga disambung menari bersama terpuk tersebut. Juga biasa dilakukan setelah selesai “pedalan tembe tembe” dimana pengantin wanita dijemput oleh “terpuk si empo” (keluargta pengantin laki- laki) diadakan menari bersama, kemudian menari dan menyanyi kedua pengantinnya. pada saat itu banyak keluarga memberikan”sumbangan langsung untuk perjabun pengantin berupa lembaran- lembaran uang” kadang kadang sumbangan itu mencapai jutaan rupiah.
    6. Persadan Tendi/Mukul
    Pelaksanaan Persadan Tendi dilakukan pada saat makan malam sesudah siangnya dilakukan Kerja Adat bagi pengantin pria dan wanita. Dalam pelaksaan Persadan Tendi ini akan disiapkan makanan bagi kedua pengantin yang tujuannya adalah untuk memberi tenaga baru bagi

pengantin. Pengantin akan diberi makan dalam satu piring yang sudah siapkan.
    Setelah acara pesta selesai diadakan, dilanjutkan dengan acara makan bersama (mukul) kedua pengantin yang dibarengi sanak keluarga terdekat. Acara ini diadakan dirumah kedua pengantin dan kalau rumahnya belum ada, diadakan dirumah orang tua pengantin laki-laki tetapi kalau didaerah Langkat acara mukul ini diadakan dirumah pengantin perempuan. Acara ini dilaksanakan sebagai upacara mukul atau persada tendi (mempersatukan roh) antara kedua suami istri baru tersebut. Untuk acara tersebut oleh Kalimbubu Singalo Bere-Beredisiapkanmanoksangkepberikutsebutirtelurayam
    Untuk tempat makan disiapkan pinggan pasu beralaskan uis arinteneng diatas amak cur. Didaerah Langkat acara Mukul ini diawali dengan kedatangan kedua pengantin dan rombongan dari rumahnya menuju rumah orangtua pengantin perempuan dan sesampai dipintu rumah orangtua pengantin perempuan, kedua pengantin berhenti sejenak untuk ditepung tawari dengan ngamburken beras meciho kepada kedua pengantin. Hadirin lalu “ralep-alep” dan “ndehile” dan ketika nepung wari (njujungi beras) ini Kalimbubu memberi petuah atau berkat (pasu-pasu) : “Enda amburi kami kam alu beras meciho, maka piher pe beras enda, piherenlah tendi ndu duana”. (ini kami hamburkan/tuangi kalian dengan beras putih bening, karena itu keras(kuat) pun beras ini lebih keras(kuat) Roh kalian berdua.
    Setelah itu baru masuk kerumah dan dilanjutkan dengan acara suap-suapan antara kedua pengantin. Bibi pengantin kemudian memberi sekepal nasi kepada masing-masing pengantin dan si suami menyuapkan nasi yang ditangannya ke mulut istrinya, lalu diikuti si istri menyuapkan nasi yang ditangannya ke mulut suaminya. Sebelum makan biasanya makanan ayam dan telur sebutir untuk kedua pengantin tersebut diramal dulu maknanya oleh guru (dukun/paranormal) dan biasanya guru tersebut meramalkan masa depan kedua suamiistriyangbarutersebut.
    Bahwa didalam semua upacara adat Karo dalam proses melamar, membayar utang adat kepada Kalimbubu semua sarana-sarana kelengkapan adat seperti misalnya belo bujur diletakkan diatas uis arinteneng yang diletakan diatas piring dan amak cur. Belo bujur ini bermakna supaya diberkati Tuhan dan uis arinteneng tersebut bermakna supaya roh-roh     Melihat proses-proses perkawinan tersebut penuh dengan simbol-simbol yang bermakna kepercayaan maka benarlah hasil penelitian A. Van Gennep seorang Sosiolog bangsa Perancis yang mengatakan perkawinan pada masyarakat Karo adalah bersifat religius. Dan seperti apa yang dikutip oleh Darwan Prinst S.H, dalam bukunya adat Karo sifatnya religius dari perkawinan adat Karo dimaksud terlihat dengan adanya perkawinan maka perkawinan tersebut tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang hadir saja, tapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua-kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka.
    7. Ngulihi Tudung
    Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari Pesta Adat berlalu. Orang tua pihak laki-laki kembali datang kerumah Orang tua pihak perempuan (biasanya pihak orang tua laki-laki membawa makanan dan lauk). Dalam prosesi Ngulihi Tudung dilakukan untuk mengambil kembali pakaian-pakaian adat pihak laki-laki yang mungkin ada tertinggal di Desa pihak perempuan disaat pesta adat digelar.
  
 8. Ertaktak
Pelaksanaan ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu yang sudah ditentukan, biasanya seminggu setelah kerja adat. Disini dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan pesta adat dilaksanakan. Dibicarakan pula tenang pengeluaran kerja adat yang sudah dibayar terlebih dahulu oleh pihak anak beru, sembuyak dan juga Kalimbubu. Setelah acara Ertaktak dilaksanakan, maka semua pihak baik Kalimbubu, Sembuyak, dan Anak Beru akan makan bersama-sama.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan   
            Batak Karo merupakan salah satu dari suku diindonesia yang sampai sekarang masih menjunjung tinggi kebudayaannya. Banyak diantara kita yang mengganggap suku -suku diindoneisa adalah orang-orang primitif. Tapi kita harus menyadari bahwa merekalah awal dari sebuah perkembangan.Perbedaan sebuah suku bukanlah hal yang menjadi alasan kita untuk bercerai berai. Namun ini adalah adalah satu batu loncatan demi perkembang Indonesia kedepannya
Saran
            Sebagai bangsa indonesia kita harus lebih cinta tanah air dan menghargai suku bangsa serta merawat kekayaan budayanya. Karena mereka adalah awal sebuah perkembangan.

MANJUAH JAUH!!!

Ditulis Oleh : kumpulan karya tulis ilmiah // 9:54 PM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment