Aspek Hukum KIPI
(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
Maraknya kesadaran masyarakat akan hakhaknya, dalam sisi positif termasuk kesadaran terhadap hak atas informasi dan hak penentuan nasib sendiri, mengiringi perkembangan hukum kedokteran dan kesehatan di dunia; sedangkan dari sisi negatif dapat menyebabkan timbulnya beberapa ekses. Ekses tersebut antara lain berupa mulai seringnya dokter diadukan, dituntut atau digugat oleh pasien (beserta pengacaranya). Ekses ini agaknya “lebih membekas” atau bahkan “mencekam” kalangan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, ketimbang berbuat hatihati dan teliti sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Malahan sebagian dokter bersikap defensif.
Reaksi seperti ini secara sosiopsikologis adalah normal, karena para dokter yang selama berabad-abad telah “menikmati” alam kebebasan/otonomi paternalistik (baca : dokter lebih merupakan ayah, sedangkan pasien merupakan anak-anaknya) tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran dengan klien/pasiennya.
Terdapat kesan bahwa hukum dianggap mencari-cari kesalahan dokter.1 Padahal persepsi tersebut dalam hukum yang adil tidaklah demikian. Justru hukum berfungsi untuk melindungi termasuk tenaga kesehatan yang bersikap profesional dan lege artis, sampai kapan pun dan di mana pun, serta terhadap siapa saja.2 Dengan demikian hukum yang adil pun pasti akan melindungi dokter di barisan paling depan (PTT atau Inpres di Puskesmas) beserta tenaga kesehatan bawahannya dari gugatan masyarakat yang terkena atau korban KIPI.
Hukum ini pun diwujudkan dan akan selalu dijunjung tinggi oleh pemerintah, termasuk aparat penegak hukumnya seperti kepolisian, kejaksaan, dan aparat lainnya, yang pada gilirannya (bila peradilan tak bisa dihindari), juga oleh hakim di pengadilan.
Kedudukan Hukum
KIPI ditinjau dari segi medis merupakan fakta empirik yang menyatu dalam suatu fenomena yang disebut tindakan medik. KIPI merupakan side-effect dan atau adverse effect dari tindakan medik berupa imunisasi (pengebalan). Yang dimaksud dengan tindakan medik di sini adalah dalam arti sempit, yakni suatu intervensi terhadap badan (tubuh) dan jiwa klien (pasien) dalam rangka suatu pencegahan, proteksi spesifik, diagnostik, terapi, dan rehabilitasi dalam rangka tujuan medik.
Imunisasi merupakan tindakan medik dalam aspek pencegahan dan proteksi spesifik yang ditujukan kepada orang (anak) sehat, bukan anak sakit, jadi ditujukan kepada klien. Oleh karena itu, hubungan (hukum) yang ada pada tindakan imunisasi adalah hubungan tenaga kesehatan - klien, yang pada peristiwa (hukum) KIPI hubungan tersebut dapat tetap atau segera berubah menjadi hubungan dokter - pasien. Pada KIPI si klien yang semula sehat telah berubah menjadi sakit (disebut pasien), yang bahkan - dalam keadaan tertentu, sebagaimana risiko tindakan medik lainnya - dapat sakit, cacat, fatal, sehingga terdapat gugatan (disebut korban).
Kejadian KIPI walaupun amat jarang4 dapat terjadi dimana saja, pada siapa saja dan oleh petugas kesehatan siapa saja.3 KIPI dapat terjadi pada program imunisasi massal maupun hingga kini masih (hampir semua) dilakukan oleh pemerintah, namun dapat juga ditemukan pada kejadian imunisasi perorangan (oleh dokter atau tenaga kesehatan pada saat praktek swasta).
Pada imunisasi massal (menyangkut jutaan orang), secara numerik kemungkinan KIPI akan semakin terungkap ke permukaan. Beberapa di antaranya berpotensi menjadi sengketa medik. Yang dibahas dalam tulisan ini adalah KIPI pada program imunisasi massal yang dilakukan oleh pemerintah.
Tatanan Hukum
Program imunisasi massal sifat hukumnya adalah hukum publik, yakni menyangkut hubungan hukum (baca kepentingan) antara pemerintah/negara dengan warganegara/penduduknya. Program imunisasi dijalankan sebagai kewajiban (akrab disebut : tugas) pemerintah dalam suatu negara demi kepentingan rakyatnya (dikenal sebagai : hak rakyat).4 Dalam perkembangannya saat ini setiap orang wajib dan bertanggungjawab tentang kesehatan (termasuk imunisasi), yang ditandai adanya peran swasta (termasuk profesi dokter praktek swasta) dalam program kesehatan.6 Karenanya sifat hukumnya adalah menyelenggarakan upaya kesehatan dalam rangka
kesejahteraan umum, melalui (sistem) pemerintahan sebagai tugas administrasi negara, sehingga kajian program imunisasi massal termasuk dalam hukum administrasi negara.
0 komentar:
Post a Comment