BELAJAR MEMBACA DAN MENUMBUHKAN MINAT BACA PADA ANAK
Oleh : Nyoman Darmini, A.Ma.
Membaca, bisa jadi menjadi momok bagi Anda yang memiliki anak yang sedang bersiap memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar atau SD. Kebanyakan sekolah mensyaratkan anak lulus serangkaian tes akademik, salah satunya adalah membaca. Hal ini berlaku terutama untuk sekolah-sekolah favorit dimana jumlah peminat jauh melebihi kapasitas yang tersedia, misalnya di SD Negeri Percontohan. Seakan menjawab kekhawatiran orang tua, sekarang ini banyak ditawarkan produk dan kursus yang seolah mengamini bahwa proses pembelajaran membaca sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Kursus membaca yang menjamur menyediakan kelas untuk anak usia 2 - 3 tahun. Alat bantu yang ditawarkan diklaim bisa digunakan bahkan sejak bayi. Bahkan lebih meluas lagi, kemampuan membaca sejak dini ini dikaitkan dengan kecerdasan anak. Seolah ada kaitan langsung bahwa jika seorang anak bisa membaca lebih cepat dari usia yang seharusnya, maka anak tersebut lebih cerdas dari anak-anak lain di kelompok usianya. Akhirnya, banyak alat bantu dan metoda ditawarkan dengan mengklaim bisa menstimulasi kecerdasan anak atau membentuk anak menjadi cerdas.
Sebetulnya, kapan kemampuan membaca harus dikuasai oleh seorang anak ? Seberapa penting pengajaran membaca dil;akukan sedini mungkin ? Menurut Judith Hudson, developmental psychologist yang mengasuh kolom “Expert Answers” di www.babycenter.com, anak biasanya belum benar-benar membaca sebelum usia 5 atau 6 tahun. Ia berpendapat, sebelum usia itu, pada kebanyakan anak belum terbentuk jaringan syaraf yang memungkinkan anak untuk menerjemahkan huruf dan menyatukannya menjadi sebuah kata. Memang ada beberapa anak yang mampu membaca lebih cepat dari usia itu, tetapi hal ini terjadi begitu saja, bukan karena mereka mempelajarinya lewat metode atau instruksi langsung.
Karena itu, membebani anak dengan suatu metode atau instruksi langsung yang diluar kemampuannya, bisa jadi membuat anak menjadi frustasi. Apalagi bila kemudian kita menambahkan label negatif pada anak tersebut, seperti bodoh (karena anak tidak juga mampu menguasai materi pelajaran membacanya) atau pemalas (karena anak enggan atau bahkan takut untuk mencoba lagi). Lalu apakah anak yang “terlambat” belajar membaca, adalah anak yang tidak cerdas dan tidak akan menjadi sosok yang berhasil di kemudian hari ? Mengutip sebuah buku berjudul Right Brained Children in a Left Brained World tidak ada jaminan seseorang yang lebih dahulu bisa membaca akan lebih sukses di masa depan daripada mereka yang terlambat. Banyak tokoh sukses yang justru terlambat membaca. Albert Einstein, George S. Patton, William Butler Yeats adalah contoh orang-orang yang terlambat membaca, tetapi toh menjadi tokoh terkemuka di masa dewasa mereka. Jadi apa yang lebih tepat untuk dilakukan ? Kunci persiapan membaca adalah melalui instruksi tak langsung. Salah satu caranya adalah mengenalkan anak dengan buku dan membuat mereka tertarik dengan ceritanya. Tugas Anda adalah mengenalkan buku sebagai sesuatu yang penting dan mengasyikkan. Cara terbaik untuk menunaikan tugas ini, adalah dengan membacakan cerita pada anak. Cara ini bisa dimulai sejak anak berusia 6 bulan, bayi biasanya menyenangi buku dengan gambar dan sedikit tulisan. Anak usia 1 – 2 tahun tertarik dengan pengulangan dan kata berirama. Anak usia 2 – 3 tahun mulai menyukai cerita dengan kalimat pendek dan sederhana. Usahakan Anda memegang buku dengan posisi yang memudahkan anak melihat dan menunjuk hal-hal yang menarik hatinya. Buku alfabet dapat membantu anak prasekolah untuk mengenali huruf dan kebanyakan anak dapat mengenali namanya saat ia berumur 3 tahun. Anak dapat pula diajarkan untuk mengenali lambang dan logo yang mereka lihat disekitar mereka. Minta ia untuk menunjuk lambang atau merk eskrim favoritnya, ini adalah langkah penting dari persiapan membaca : ia akan mengerti bahwa kata tertentu mewakili suatu benda.
Berikut ini adalah beberapa keterampilan yang harus dikuasai anak sebagai persiapan belajar membaca (dikutip dari Nakita) : Ketrampilan mengenali bunyi. Dimana, anak dapat membedakan bunyi lafal kata, misal ”dadah”, ”mama”, ”papa”, dan sebagainya. Kemampuan ini biasanya mulai muncul di usia bayi. Orangtua hendaknya bisa menstimulasi dengan mengenalkan benda-benda yang ada di sekitar anak. Umumnya dimulai di usia bayi. Di usia batita anak sudah dapat dikenalkan pada konsep bentuk yang nantinya diperlukan dalam pengenalan huruf, seperti, bentuk bulat, kotak, lurus, segitiga, oval, dan sebagainya. Setelah anak mengenal konsep bentuk, kenalkanlah berbagai simbol, misal: lingkaran yang dikelilingi garis tegak lurus sebagai matahari, tokoh dongeng favorit, dsb. Anak mampu mengenal bentuk huruf / tulisan dan bunyi. Keterampilan Mengenal Huruf dan Suku Kata. Ketika anak mampu mengenal huruf dan suku kata untuk menggabungkannya menjadi kata, maka dia dapat dikatakan siap membaca
Jadi, pada anak usia dini yang utama bukanlah mengajarinya bisa membaca, tapi bagaimana cara kita untuk menumbuhkan minat baca buah hati kita. Untuk dapat mencintai kegiatan membaca, maka anak perlu memahami apa yang dibacanya. Jadi, membaca bukan hanya sekedar mampu melafalkan tulisan saja. Kegiatan membaca buku merupakan kegiatan kognitif yang mencakup proses penyerapan pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dengan terbiasa melakukan kegiatan itu, pengetahuan, imajinasi, dan krativitas anak terbuka lebar. Tidak berlebihan jika buku disebut sebagai jendela dunia sekaligus investasi masa depan. Anak boleh membaca buku apa saja selama isinya membawa nilai – nilai kebaikan. Jangan lupa, sifat pembelajar adalah salah satu kunci sukses di masa depan.
Di sini kami uraikan tentang menumbuhkan minat baca pada anak, di antaranya adalah sebagai berikut : Bagaimana Anda dapat mengharapkan anak menjadi pencinta buku, kalau ia melihat orangtuanya hampir tidak pernah menyentuh buku ? Ingatlah bahwa anak adalah peniru ulung. Ia dengan serta merta akan meniru aktivitas apapun yang Anda lakukan dengan penuh semangat dan kecintaan.
Anda dapat membuat perpustakaan pribadi di rumah. Rumah Anda tidak besar ? Jangan khawatir, cukup relakan satu pojok yang nyaman untuk meletakkan satu rak penuh buku. Atau sediakan rak kecil khusus bagi si kecil untuk menyimpan koleksi pribadinya. Jadikan acara ke toko buku sebagai salah satu agenda akhir minggu keluarga. Atau Anda bisa membacakan cerita sebagai salah satu ritual sebelum tidur si kecil.
Saat Anda membacakan cerita untuk anak, jangan malu dan ragu untuk bertingkah seru dan konyol sekalipun. Hidupkanlah cerita yang Anda bacakan. Kalau perlu, berdandanlah dengan kostum buatan sendiri. Si kecil dijamin akan menyukai aktivitas ini.
Bisa jadi, seseru apapun aktivititas yang Anda rancang untuk kegiatan membaca, ternyata si kecil lebih tertarik untuk bermain dengan koleksi mainannya ketimbang melirik buku yang baru Anda belikan untuknya. Jangan paksa dia. Berikan ia kebebasan untuk memilih. Atau biarkan ia memilih buku yang sesuai dengan keinginannya. Walaupun menurut Anda cerita singa yang lepas dari Kebun Binatang jauh lebih menarik dari cerita ikan yang berenang di sungai, bisa jadi si kecil memiliki sudut pandang dan imajinasi yang berbeda dengan Anda.
Katakan kalimat seperti, ”Aduh, rajinnya anak Mama…” bila Anda melihat si kecil tengah asyik memegang buku (Anda kan tidak akan mengatakan hal yang sama bila mendapati si kecil asyik dengan mainannya, misalnya). Atau, jadikan buku sebagai hadiah, reward, atau permintaan kategori istimewa. Seperti dikatakan Shahnaz Haque dalam wawancaranya dengan Inspired Kids,” Mainan belum tentu dikabulkan, tetapi buku selalu boleh.” Dengan demikian, ia menempatkan buku pada posisi yang istimewa.
Bacakan buku tentang tempat-tempat asyik yang belum pernah dikunjungi anak. Atau buku tentang benda atau binatang yang hanya bisa dilihat di buku. Katakan, ”Hmm… untung kita baca buku ini ya… Kita bisa tahu ada tempat/benda/binatang yang seasyik/seunik/selucu ini……” Menumbuhkan minat baca pada anak, ternyata tidak hanya berguna untuk menyiapkan anak belajar membaca. Tetapi juga berguna untuk menumbuhkan kecintaan anak pada buku dan ilmu.
Anak yang cinta buku, cinta ilmu, diharapkan akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas untuk menghadapi tantangan hidupnya di dunia yang semakin keras. Bukankah ini jauh lebih berguna daripada ”sekedar” membentuk anak
0 komentar:
Post a Comment