Emisi Gas Buang
Emisi gas buang didefinisikan sebagai zat/unsur dari pembakaran di dalam ruang bakar yang dilepas ke udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Pembakaran di ruang bakar yang tidak sempurna menyebabkan emisi yang bersifat polutan, seperti HC, CO, NOx, Pb Sox, dan lainnya.
a. Carbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin.
Pada konsentrasi normal, karbon monoksida di udara bebas tidak berpengaruh besar terhadap property maupun mahluk hidup. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, karbon monoksida dapat secara serius mempengaruhi metabolisme pernapasan manusia. Karbon monoksida mempunyai afinitas terhadap hemoglobin dalam darah (COHb) yang lebih tinggi daripada oksigen; dengan demikian mengurangi kemampuan darah untuk membawa oksigen. Kekurangan oksigen dalam aliran darah dan jaringan tubuh akan menurunkan kinerja tubuh dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan pada organ-organ tubuh. Gejala yang umumnya timbul akibat pemaparan terhadap karbon monoksida dalam konsentrasi tinggi untuk waktu yang lama adalah gangguan sistem saraf, lambatnya refleks dan penurunan kemampuan penglihatan.
b. Nitrogen Oksida (NOx)
Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. NO2 yang mudah larut dalam air dapat membentuk asam nitrit atau asam nitrat menurut reaksi:
2 NO2 + H2O ---- HNO3 + HNO2 (asam nitrat dan asam nitrit)
3 NO3 + HO ---- 2 HNO3 + NO (asam nitrat dan nitrogen oksida)
Asam nitrat dan asam nitrit akan jatuh bersama dengan hujan dan bergabung dengan ammonia (NH3) di atmosfer dan membentuk ammonium nitrat (NH4NO3) yang merupakan sari makanan bagi tumbuhan. Dengan kemampuan yang tinggi untuk menyerap sinar ultraviolet, NO2 memainkan peranan penting dalam pembentukan kontaminan ozon (O3). Tidak seperti gas polutan lainnya yang mempunyai daya destruktif tinggi terhadap kesehatan manusia, NO merupakan gas inert dan ‘hanya’ bersifat racun. Sama halnya dengan CO, NO mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen dibandingkan dengan hemoglobin dalam darah. Dengan demikian pemaparan terhadap NO dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen sehingga tubuh kekurangan oksigen dan mengganggu fungsi metabolisme. Namun NO2 dapat menimbulkan iritasi terhadap paru-paru. Pada tumbuhan, NO tidak bersifat merusak namun NO2 menimbulkan sedikit kerusakan pada tumbuhan. Polutan sekunder dari NOx seperti PAN dan O3 justru mempunyai daya perusak yang lebih tinggi pada tumbuhan. Konsentrasi NO2 yang tinggi pada udara bebas dapat memudarkan warna tekstil, memberi warna kuning pada tekstil berwarna putih, dan mengoksidasi logam.
c. Hidrokarbon (HC)
Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat dalam bahan bakar. Senyawa alifatik terdapat dalam beberapa macam gugus yaitu alkana, alkena, alkuna.
Alkena atau olefin merupakan senyawa tak jenuh dan sangat aktif di atmosfer terhadap reaksi fotokimia. Oleh karena itu penelitian terhadap polutan alkena menjadi sangat penting, terlebih lagi dengan munculnya polutan sekunder yang berasal dari reaksi fotokimia alkena, seperti peroksiasetil nitrat (PAN) dan ozon (O3). Salah satu senyawa alkena yang cukup banyak terdapat pada gas buang kendaraan adalah etilen. Penelitian menunjukkan bahwa etilen dapat mengganggu pertumbuhan tomat dan lada, juga merusak struktur dari anggrek. Alkuna, meskipun lebih reaktif dari alkena namun jarang ditemukan di udara bebas dan tidak menjadi masalah utama dalam pencemaran udara akibat gas buang kendaraan.
d. Pengendalian Emisi Gas Buang
Sistem-sistem untuk pengendalian emisi gas buang adalah sebagai berikut.
1. Sistem injeksi udara
Tujuannya adalah untuk mendorong oksidasi setiap residu hidrokarbon atau karbon monoksida. Instalasi tipikalnya terdiri dari sebuah kompresor yang digerakkan mesin yang mengirimkan udara yang telah tersaring pada tekanan rendah ke setiap port katup pembuangan. Cara kerjanya berlangsung dengan menggunakan rangkaian pipa dan tabung yang terhubung ke sebuah peralatan (manifold), dan selanjutnya terhubung dengan kompresor udara melalui pipa suplai. Oksigen dalam udara itu terkirim sehingga bergabung dengan gas-gas pembakaran yang tidak terbakar untuk memicu pembakaran yang lebih sempurna dan polusi udara yang lebih rendah. Sebuah katup pemeriksa dipasang pada jalan masuk ke peralatan distribusi, sehingga bila tekanan gas pembuangan melebihi udara yang dikirimkan, ia akan menutup dan menghalangi gas-gas buangan mengalir kembali ke kompresor. Katup anti ledakan juga dipasang pada sistem tersebut. Metode kontrol ini berhasil tetapi mahal untuk mengadakannya, selain itu konsumsi bahan bakarnya boros karena harus menggunakan campuran udara dan bahan bakar yang lebih banyak dari biasanya serta memerlukan daya yang lebih besar untuk menggerakkan kompresor.
2. Sistem resirkulasi gas buangan (EGR)
Metode yang efektif untuk mengurangi emisi oksida-oksida nitrogen adalah mencairkan campuran udara dan bahan bakar yang masuk dengan gas buangan yang relatif diam, yang keluar dari peralatan buangan dan dialirkan ke peralatan penyerap. Tujuan dari resirkulasi sekitar 15 persen gas buangan dengan cara ini adalah untuk mengurangi pembentukan awal dari oksida nitrit, oksida utama dari emisi buangan nitrogen, dengan menurunkan kecepatan api dan suhu puncak yang dicapai dalam ruang-ruang pembakaran mesin. Dalam praktiknya, ternyata penting untuk memodifikasi sistem tersebut agar resirkulasi gas buangan dapat dihilangkan di bawah suhu operasi normal untuk meningkatkan respons mesin dan juga selama waktu idle untuk menghindari operasi yang kasar, dan mengurangi operasi dalam full-throttle untuk mendapatkan kinerja mesin maksimum. Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan ini, dipasang sebuah katup pengukur aliran yang biasa disebut katup EGR pada sistem itu dan dibuat agar peka terhadap depresi peralatan penyerap dan suhu pendingin. Jika digunakan sendiri, sistem ini pada akhirnya tidak mampu mencapai level emisi NOx rendah yang dituntut oleh undang-undang Amerika.
3. Sistem reaktor termal
Metode lain untuk membatasi jumlah hidrokarbon yang tidak terbakar dan gas-gas karbon monoksida yang dikeluarkan dari mesin adalah menggantikan manifold pembuangan konvensional dengan reaktor termal yang tertutup rapat dan berkapasitas lebih besar yang berperan sebagai ruang pembakaran sekunder. Jadi ia memungkinkan terjadinya pembakaran lanjutan terhadap gas-gas buangan dengan meningkatkan efek-efek dari suhu dan waktu dalam perjalanan mereka dari mesin ke sistem pembuangan. Untuk membantu oksidasi lanjutan dari hidrokarbon dan karbon monoksida yang masih ada dalam aliran pembuangan, sebuah kompresor penginjeksi udara yang digerakkan oleh mesin kadang-kadang digunakan untuk memaksa udara bersih masuk ke dalam reaktor termal; cara lainnya, mesin adalah mesin dijalankan dengan campuran yang sangat rendah. Ketika menggunakan cara ini, reaktor-reaktor termal dapat dibagi ke dalam reaktor termal besar dan kecil. Suhu internal dari reaktor termal bisa mencapai 10000C dan karena itu perlu dibuat dari material yang mahal, juga menimbulkan macam-macam masalah akibat suhu underbonnet yang sangat tinggi.
4. Konverter Katalitis
Konstruksi sebuah konverter katalitis mirip dengan tampilan eksternal sebuah silencer (peredam) biasa, tetapi di dalamnya sistem katalitis terdiri dari keramik atau elemen sarang lebah metalik yang lebih kuat. Elemen ini dikenal dengan nama berbeda-beda ‘substrat’ atau ‘monolit’ dan area permukaannya yang sangat besar semakin bertambah oleh penggunaan washcoat bertekstur kasar, sebelum dilapisi dengan lapisan katalis halus 40-50 mikron. Lapisan katalis halus biasanya adalah campuran logam-logam mulia (tidak mudah berkarat) dengan platinum, atau palladium, yang digunakan untuk mengakselerasi oksidasi hidrokarbon dan karbon monoksida untuk mengurangi oksida-oksida nitrogen. Substrat keramik ditopang sarung berisi baja nirkarat, yang tidak hanya melindungi elemen itu terhadap vibrasi sistem pembakaran tetapi juga mengakomodasi karakteristik ekspansi dan kontraksi termalnya yang cepat. Substrat dan medium penopangnya selanjutnya ditutup di dalam casing yang terbuat dari baja nirkarat. Sebaliknya, substrat metalik dapat dilas pada casing baja nirkarat agar lebih tahan lama. Casing itu sendiri dibentuk dengan ujung-ujung kerucut yang berhubungan dengan perpipaan sistem pembuangan dan tujuannya adalah untuk membantu aliran gas melalui konverter.
Gambar Catalytic Converter
Dari sistem pengendalian emisi gas buang yang paling efektif adalah Catalytic Converter karena merupakan penyempurna dari sistem-sistem dalam pengendalian emisi gas buang. Dengan lapisan katalis halus yang berupa campuran logam-logam mulia (tidak mudah berkarat) yaitu platinum, atau palladium, yang berguna untuk mengakselerasi oksidasi hidrokarbon, karbon monoksida dan rhodium untuk mengurangi oksida-oksida nitrogen. Untuk mengontrol emisi hidrokarbon dan karbon monoksida dan biasanya digabung dengan injeksi udara dari kompresor yang digerakkan mesin, hal itu bertujuan untuk menyediakan oksigen dalam jumlah yang cukup guna menyempurnakan pembakaran campuran udara-bahan bakar yang banyak mengandung stoikiometri. Selain itu konverter katalitis ditempatkan pada jarak yang dekat dengan manifold pembuangan karena penambahan panas akan mempercepat rekasi kimia, sehingga kurang efektif untuk bekerja sebelum suhunya mencapai sekitar 2500C.
0 komentar:
Post a Comment