Friday, June 21, 2013

STUDI KASUS KEHARMONISAN RUMAH TANGGA

KEHARMONISAN RUMAH TANGGA TKI/TKW
(Pengalaman TKI dari Kabupaten Ponorogo)
Oleh: Umu Hilmy
Pendahuluan
Mencari kehidupan di negeri orang sebenarnya merupakan alternatif terakhir bagi seseorang, kecuali di sekitar tempat kediamannya tidak terdapat kesempatan kerja. Oleh karenanya berburuh ke negara lain merupakan alternatif kesempatan kerja bagi daerah-daerah yang kekurangan kesempatan kerja terutama yang disebabkan karena kondisi alamnya.

Namun demikian dalam sepuluh tahun terakhir ini di Indonesia persoalan TKI ke luar negeri menjadi semakin penting, terutama ketika krisis ekonomi melanda negara kita yang dengan cepatnya menurunkan kesempatan kerja dan terjadilah pemutusan hubungan secara besar-besaran, bukan hanya di industri besar tetapi juga industri kecil maupun rumah tangga. Seperti juga di negara-negara lain dan waktu-waktu yang lain, jumlah buruh perempuan yang terkena PHK lebih banyak dari laki-laki. Dengan banyaknya jumlah buruh yang diPHK, maka kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang baru juga semakin menurun jumlahnya, sehingga jumlah mereka yang mencari pekerjaan semakin jauh lebih besar dari pada peluang kerjanya. Hal inilah yang merupakan salah satu hal yang mendorong mereka untuk mencari pekerjaan apa saja dan di mana saja. Menjadi TKI ke luar negeri merupakan salah satu kesempatan kerja yang menarik, karena dari pengalaman teman, tetangga, sanak saudara mereka yang pernah bekerja di luar negeri, pendapatannya antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) kali lipat dari pendapatan di dalam negeri. Lagi pula pendidikan bukan menjadi syarat utama bagi mereka, sehingga kesempatan kerja ini dengan mudah dapat diakses oleh keluarga yang punya sedikit uang untuk proses rekruting sampai pemberangkatan. Walaupun di sisi pertumbuhan ekonomi menguntungkan, tapi dengan meningkatnya jumlah TKI yang ke luar negeri, sebelum maupun setelah krisis, jumlah kasuspun meningkat pula dengan cepat, demikian pula jumlah korbannya.

Kasus yang terjadi tidak hanya ketika perekrutan, di penampungan atau ketika pemberangkatan maupun saat di negara tujuan bekerja, tetapi juga saat pulang kembali. Selama proses awal sampai akhir tersebut penelitian atau tulisan-tulisan yang ada kebanyakan mengemukakan tentang TKW/TKI sebagai korban oleh PJTKI, pengurus BLK atau penampungan, dan majikan, pegawai pelayanan serta aparat penegak hukum di Indonesia maupun di negara tujuan bekerja. Jarang yang menulis tentang rumah tangga TKW/TKI kecuali tentang dampak ekonominya. Tulisan ini akan mengetengahkan hal itu.

Kasus-kasus yang terjadi
1) Saat rekruting
  • Pengambilan keputusan tentang bekerja ke luar negeri, maka ada keluarga yang melarang dan ada keluarga yang memaksa anak atau istrinya untuk bekerja ke luar negeri.
  • Negara tujuan bekerja juga menjadikan keluarga berselisih.
  • Biaya yang harus ditanggung menjadikan calom TKW/TKI terbebani, cara mencukupi biaya tersebut, penjualan aset seringkali menyebabkan keluarga berselisih atau paling tidak mengalami ketegangan.
Pengalaman dari seorang TKW
Beberapa pengalaman dari TKW/TKI
  1. Memperbaiki ekonomi kerakyatan dengan menciptakan lapangan kerja di pedesaan; kredit untuk rakyat dipermudah dan mencari pasar untuk hasil produksi rakyat kecil.
  1. Iklan-iklan di media cetak maupun elektronik harus diatur oleh pemerintah, dibatasi jam tayangnya dan diimbangi dengan iklan-iklan untuk hidup hemat dan sederhana serta pendidikan untuk usaha mandiri.
  1. Dalam hal menyelesaikan masalah keharmonisan rumah tangga, pendidikan untuk mengelola komunikasi, kebutuhan seksual juga sangat penting untuk diadvokasikan, terutama kepada keluarga mantan, yang TKW/TKInya sedang sedang di negara tujuan maupun calon.

Kasus-kasus yang terjadi diungkapkan untuk digunakan sebagai belajar dari pengalaman orang lain, baik supaya dapat dicontoh ketika orang mengalamami masalah yang mengenai diri mereka sendiri.
Saat rekruting sering kali sudah ada dampak terhadap keharmonisan rumah tangga, antara lain:

“Saya pernah kerja di Taiwan selama 3 tahun melalui PJTKI yang berada di Wlingi dimana sebelum berangkat saya hutang dengan rentenir dengan bunga  5% per bulan. Karena rumah yang ditempati suami dan anak, saya jaminkan ke rentenir, maka anak dan suami saya harus pindah dari rumah kami. Nanti kalau kembali dari bekerja di Taiwan di tebus lagi”. (Sumber: data primer: Ibu Dwt, Oktober 2003 dalam laporan penelitian PPHG).

2) Prosedur Rekruting:
q  Prosedur rekruting sangat rumit berdampak pada: (1) masa menunggu yang lama; (2) biaya yang tinggi, pada hal Calon TKI sangat membutuhkan kesempatan kerja.
q  Tahapan yang rumit tersebut membuka kesempatan bagi Calo, Sponsor, PJTKI maupun para Pengawas, Pejabat Pemerintah menggunakan kesempatan untuk melakukan penipuan, pemalsuan dokumen, pemerasan, menarik biaya siluman, pelecehan seksual sampai pemerkosaan.
q  Karena lama dan rumitnya banyak TKI yang mengambil keputusan untuk mengambil jalan pintas dengan bekerja ke luar negeri tanpa dokumen atau atau hanya menggunakan dokumen kunjungan. Akibat selanjutnya adalah terjadinya deportasi dan penghukuman karena pelanggaran keimigrasian.
q  Lama menunggu di penampungan membuat calon TKW/TKI berhutang biaya hidup kepada PJTKI, sehingga kalau tidak jadi berangkat keluarganya harus membayarnya, kalau jadi berangkat, TKW/TKI harus membayar dengan memotong upahnya dalam jangka waktu yang lama.
q  Ketika di penampungan dilarang berkomunikasi dengan keluarga, kunjungan dari keluarga juga dibatasi.
q  Rentang waktu di penampungan kebanyakan sekitar 3-11 bulan; bagi calon yang sudah menikah ini mengganggu sekali keharmonisan RTG.

3) Masa Pemulangan Kembali ke Daerah Asal:
v  Kewajiban PJTKI lebih banyak untuk kepentingan administrasi, tidak secara langsung melindungi TKI.
v  Kewajiban PJTKI, Mitra Usaha dan Perwalu hanya sampai di bandara Indonesia, pasa hal kasus-kasus yang terjadi seringkali dalam perjalanan antara bandara di Indonesia ke desa asal, seperti pemerasan oleh pengangkut, penipuan penukaran mata uang, perampokan, dll.
v  Pemulangan sering dicari-cari alasannya, dilakukan sebelum masa kontrak habis, tapi pemotongan upah sudah lunas. Keadaan ini juga dapat mengganggu keharmonisan keluarga, karena sudah lama meninggalkan keluarga tanpa membawa uang.
v  Sampai di rumah, TKW/TKI karena sudah lama terpisah, seringkali mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan pasangan kawinnya, memerlukan waktu, apalagi kalau selama proses pemberangkatan, saat bekerja maupun saat pemulangan mengalami perlakukan buruk. Hal ini masih ditambah pula kalau pasngan kawinnya juga melakukan hubungan dengan orang ketiga.

4) Perpanjangan Kontrak:
Ø  Pengaturan perpanjangan baik yang dilakukan melalui PJTKI maupun yang dilakukan sendiri oleh TKW/TKI merugikan pihak TKW/TKInya.
Ø  Untuk perpanjangan yang dilakukan melalui oleh PJTKI, pengguna dibebani biaya-biaya legalisasi perpanjangan, asuransi, company fee dan biaya cuti menyebabkan Pengguna tidak melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu banyak kasus terjadi kehilangan kontak, karena Pengguna memperpanjang demikian saja tanpa mematuhi peraturan tentang perpanjangan. Akibat selanjutnya panjangnya waktu di luar negeri tanpa pulang untuk cuti, membuat keharmonisan semakin memudar, dan bahkan bisa hilang.

Demikian rincian analisis dampak pengaturan hukum yang berlaku tentang Penempatan TKI. Pada dasarnya dampak negatif yang terjadi karena pengaturannya yang kurang rinci dalam pengaturan perlindungan dan pembelaan terhadap TKI. Pengaturan tersebut (Kepment No.104A Th.2002) lebih banyak mengatur masalah administrasinya dari pada perlindungan dan pembelaannya. Selain tidak rinci juga tidak memperhitungkan kebutuhan untuk menjaga hubungan TKW/TKI dengan keluarganya, sehingga akibat-akibat yang terjadi bukan hanya berhenti pada TKW/TKI-nya tetapi juga kepada keluarganya.

Kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Yustitiana (2004)
Tidak semua TKW/TKI pergi keluar negeri mencari uang, seperti yang dilakukan oleh Sr. Orang tuanya terpandang di desanya, memiliki sawah tang luas, suaminya usaha bakso yang cukup besar karena memiliki banyak anak buah yang memasarkan baksonya. Suatu hari dia didatangi seorng calo yang mengajaknya bekeja ke luar negeri. Karena rayuan calo dan 3 (tiga) orang temannya juga ikut, maka Sr mengambil keputusan untuk ikut juga. Pada mulanya orang tua dan suaminya keberatan, tapi keinginan Sr sudah bulat dan tidak bisa ditahan lagi. Setelah 11 bulan di Arab Saudi Sr dipulangkan tanpa alasan oleh majikannya. Lagi pula upah yang dia dapatkan di Arab Saudi tidak dapat menutup biaya yang telah dikeluarkan untuk berangkat. Dari keempat TKW tersebut hanya satu yang beruntung, dapat menyelesaikan kontraknya dan pulang dengan membawa uang. Setelah pulang, hubungan antara Sr dan suaminya mulai retak, dan memulihkannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Sp seorang TKW yang bekerja di Arab Saudi menceritakan bahwa walaupun dia mengalami kemudahan untuk menelpon suaminya karena dia punya HP sndiri dan suaminya juga disuruh membeli HP supaya mudah dihubungi, tapi menurut pengalamannya, seringkali suminya mematikan Hpnya sehingga dia sulit menghubungi. Lagi pula menurut dia ketika dia menelpon, seringkali mereka bertengkar dari pada mengucapkan hal-hal lain, mengemukakan kekangenannya atau kesehatan dan keadaan mereka serta anak-anak mereka. Celakanya ketika Sp pulang suaminya tidak ada, dia bersama dengan perempuan itu pergi tanpa bilang mau kemana. Ternyata mereka sudah punya anak, dan anaknya ditinggal di rumah mertua. Akhirnya anak ini dirawat oleh Sp, ibunya bekerja sebagai PSK. Sp ingin cerai, tetapi suaminya tidak mau, sampai sekarang mereka masih menjadi suami istri.

Rb dan Kt menikah pada tahun 1998, setahun setelah punya anak, atas persetujuan semua keluarga, Kt bekerja sebagai PRT di Arab Saudi. Setelah 2 (dua) tahun, kontraknya habis, Kt pulang selama 3 (tiga) minggu. Atas kesepakatan keluarga pula Kt memperpanjang kontraknya. Pada masa bekerja yang kedua ini, suami Kt kumpul kebo dengan keponakannya, yang kemudian dengan memakai uang kiriman Kt, Rb dan keponakannya tersebut melarikan diri ke Sumatra. Sebenarnya pada bulan ke delapan pada kepergian Kt yang kedua kalinya, keluarganya telah memberitahukan ulah Rb tersebut kepada Kt, tapi Kt tidak dapat pulang karena dia terikat kontrak. Setelah selesai kontrak Kt baru dapat pulang.

Tm seorang istri yang bekerja ke Arab Saudi. Dia punya anak 2 (dua). Suaminya sakit-sakitan dan tidak bisa bekerja. Di Arab Saudi majikannya memperkosanya, sehingga dia hamil dan dipulangkan. Sampai di rumah, suami dan keluarganya masih mau menerima anak tersebut dan merawatnya.

Pn dan An, suami istri, dimana istrinya bekerja ke Arab Saudi. Ketika  An bekerja yang kedua kalinya, Pn kumpul kebo dengan tetangganya, ketahuan oleh masyarakat sekitarnya dan dihukum untuk memperbaiki jalan (ngurug dalan) sepanjang 1 km. Setelah An datang mereka bertengkar terus menerus.

Penutup
Dari pengalaman beberapa TKW/TKI tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1.      Penyebab dari bekerja ke luar negeri kebanyakan dorongan ekonomi.
2.      Keinginan untuk hidup menurut standar merupakan dorongan untuk kembali bekerja di luar negeri lebih dari satu kali, sehingga keharmonisan lama-lama juga terganggu.
3.      Komunikasi merupakan masalah yang banyak dialami, terutama oleh suami istri.
4.      Kebutuhan seksual, kebanyakan dari suami, eringkali menyebabkan keharmonisan rumah tangga terganggu.
5.      Pengelolaan hasil tidak maksimal, karena pemerintah tidak membuat program-program ekonomi kerakyatan (skala kecil) yang jelas, termasuk meningkatkan ketrampilan keluarga TKW/TKI.

Rekomendasi:
  
Malang, 26 September 2004

                                                                                                Umu Hilmy
                                                                                  
Kepustakaaan
Syafa’at, Rachmat, dkk.2003; “Kaji Tindak Model Alternatif Kebijakan Perlindungan Hukum dan Sosial Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri di Kabupaten Blitar”; Laporan Penelitian; dilaksanakan Pusat Pengembangan Hukum dan Gender bekerja sama dengan Balitbangda Kabupaten Blitar.

Bud Yustitiana; 2004; “Implikasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Perempuan yang Bekerja di Luar Negeri terhadap Keutuhan Perkawinan (Studi di Kabupaten Ponorogo)”; Sripsi; Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Hilmy, Umu; 2001; “Poligami di Kalangan Buruh Perempuan (Studi pada Buruh Industri dan Buruh Migran)”; Makalah yang dipresentasikan dalam Seminar tentang “Sosial Ekonomi Buruh Migran Indonesia” di Blitar yang dilaksanakan oleh kerjasama antara Balitbangda Kabupaten Blitar dan Yayasan Sahabat Pekerja Migran pada bulan Juli 2002.

Ditulis Oleh : Unknown // 9:11 PM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment