Thursday, October 31, 2013

Pengertian Pelatihan Karyawan

Pelatihan Karyawan : Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2009:211-212) mendefinisikan pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori. 

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:301) pelatihan adalah sebuah proses dimana orang memperoleh kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Menurut Ivancevich dan Lee Soo Hoon (2002:145) pelatihan adalah proses sistematis untuk mengubah perilaku karyawan kearah pencapaian tujuan organisasi. Pelatihan adalah program-program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi/perusahaan (Hadari Nawawi, 2005). 

Sedangkan menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright dalam Ahmad Nizam (2008), pelatihan adalah suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian, dan perilaku oleh para pegawai. Menurut Komaruddin Sastradipoera (2006:122) mengatakan bahwa pelatihan adalah salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pengembangan SDM yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu usaha yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan keterampilan kerja karyawannya. 

Suatu perusahaan perlu melaksanakan program pelatihan bagi karyawan baru maupun karyawan lama yang sudah berpengalaman, karena karyawan yang sudah berpengalaman dan menduduki jabatan tertentu diperusahaan, belum tentu mempunyai kemampuan yang sesuai dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan tertentu. Dengan diselenggarakannya pelatihan bagi karyawan, akan diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja di perusahaan dan diharapkan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan karyawan, sehingga kinerja mereka juga dapat meningkat dengan baik. 

Penyampaian Pelatihan 
Apapun jenis pelatihan yang dilakukan, sejumlah pendekatan pelatihan dan metode berbeda dapat digunakan. Pertumbuhan dari teknologi pelatihan memperluas pilihan-pilihan yang tersedia secara berkelanjutan. Apapun pendekatan yang digunakan, berbagai pertimbangan harus diseimbangkan ketika memilih metode-metode pelatihan. Variabel-variabel yang secara umum dipertimbangkan menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:321) adalah : 
· Sifat pelatihan 
· Bahan pelatihan 
· Jumlah peserta pelatihan 
· Individual versus tim 
· Dilakukan sendiri versus dibimbing 
· Sumber-sumber daya pelatihan 
· Biaya-biaya 
· Lokasi geografis 
· Waktu yang diberikan 
· Jangka waktu penyelesaian 

Jenis Pelatihan 
Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat di klasifikasikan kedalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:318) meliputi : 

· Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin 
dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru). 

· Pelatihan pekerjaan/teknis 
memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik (misalnya : pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan hubungan pelanggan). 

· Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah 
Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional (misalnya: komunikasi antar pribadi, keterampilan manajerial/kepengawasan, pemecahan konflik) 

· Pelatihan perkembangan dan inovatif 
Menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan (misalnya : praktik-praktik bisnis, perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional) 
2.1.4 Metode-Metode Pelatihan 

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:327), metode pelatihan terdiri dari : 
· Pelatihan Kooperatif 
Sebuah bentuk dari pelatihan kooperatif internsip (magang kerja) biasanya mengombinasikan pelatihan pekerjaan dengan instruksi di ruang kelas sekolah, perguruan tinggi, dan universitas. Magang menawarkan keuntungan untuk pemberi kerja dan peserta magang. Para pemberi kerja yang mempekerjakan peserta internsip mendapatkan sumber daya yang efektif dalam biaya yang meliputi sebuah kesempatan untuk melihat seorang peserta internsip bekerja sebelum membuat keputusan perekrutan final. 

Bentuk lainnya dari pelatihan kooperatif adalah pelatihan magang (apprentice training). Program pelatihan magang menyediakan seorang karyawan dengan pengalaman pada pekerjaan di bawah bimbingan seorang pekerja yang terampil dan bersertifikat. Pelatihan magang melatih orang-orang untuk pekerjaan-pekerjaan kerajinan yang membutuhkan keterampilan seperti pekerjaan tukang kayu, pekerjaan pipa, pengukiran foto, pemasangan huruf, dan pekerjaan mengelas. Pelatihan magang biasanya memakan waktu dua sampai lima tahun, tergantung pada pekerjaannya. Selama waktu ini, peserta pelatihan magang biasanya menerima imbalan kerja lebih rendah dibandingkan individu-individu yang bersertifikat. 

· Pelatihan Instruktur 
Pelatihan dengan bimbingan instruktur masih merupakan metode pelatihan yang paling umum. Kursus, kuliah, dan pertemuan pendek yang diadakan oleh pemberi kerja, biasanya terdiri atas pelatihan dalam kelas di mana banyak kursus pengembangan karyawan ditawarkan oleh organisasi-organisasi profesional, asosiasi-asosiasi perdagangan, dan institusi-institusi pendidikan adalah contoh-contoh dari pelatihan konferensi. 

· Pelatihan Jarak jauh 
Peguruan tinggi dan universitas dalam jumlah yang semakin bertambah telah menggunakan beberapa bentuk dukungan kursus berbasis internet. Blackboard dan webCT, dua dari beberapa paket pendukung yang populer telah digunakan oleh ribuan dosen perguruan tinggi untuk menyediakan bahan kuliah mereka untuk para siswa, memungkinkan bincang-bincang secara virtual, dan pertukaran file diantara para peserta kursus. Mereka juga meningkatkan kontak antara instruktur dan murid. Banyak perusahaan besar maupun perguruan tinggi dan universitas menggunakan televisi dua-arah interaktif untuk menyampaikan pelajaran dalam kelas. Media tersebut memungkinkan seorang pelajar disatu tempat untuk melihat dan merespons sebuah “kelas” yang terdapat di sejumlah lokasi lain. Dengan sebuah sistem yang diatur sepenuhnya, para karyawan dapat mengikuti kursus dari tempat manapun di dunia. 

· Pelatihan dan Teknologi 
Ledakan pertumbuhan teknologi informasi dalam beberapa tahun terakhir telah merevolusi cara bekerja semua individu, termasuk bagaimana mereka dilatih. Hari ini, pelatihan-pelatihan berbasis komputer melibatkan teknologi media dalam cangkupan luas-termasuk suara, gerakan (video dan animasi), grafik, dan hiperteks-untuk melibatkan indera pelajar. Adanya video streaming memungkinkan video klip dari materi pelatihan untuk disimpan dalam server jaringan perusahaan. Para karyawan kemudian dapat mengakses materi tersebut dengan menggunakan intranet perusahaan. Di samping itu, teknologi-teknologi baru yang digunakan dalam penyampaian pelatihan juga memengaruhi rancangan, administrasi, dan dukungan dari pelatihan. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan berinfestasi dalam registrasi elektronik dan sistem penyimpanan datan yang memungkinkan para pelatih untuk meregistrasi peserta, mencatat hasil ujian, dan memantau kemajuan pelajaran. 

Evaluasi Pelatihan 
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:330), evaluasi pelatihan mambandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada tujuan-tujuan yang di harapkan oleh para manajer, pelatih, dan peserta pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan dengan sedikit pemikiran untuk mengukur dan mengevaluasinya untuk melihat seberapa baik hasilnya. Karena pelatihan memakan waktu dan biaya, maka evaluasi harus dilakukan. 

· Reaksi 
Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan dengan melakukan wawancara atau dengan memberikan kuesioner kepada mereka. asumsikan 30 orang manajer menghadiri sebuah lokakarya selama dua hari pada keterampilan wawancara yang efektif. sebuah ukuran tingkat reaksi dapat dikumpulkan dengan melakukan survei terhadap para manajer tersebut dengan meminta mereka untuk menilai pelatihan, gaya instruktur, dan manfaat dari pelatihan tersebut bagi mereka. tetapi, reaksi-reaksi segera hanya dapat mengukur seberapa banyak orang menyukai pelatihan tersebut daripada seberapa banyak manfaatnya bagi mereka atau bagaimana pelatihan ini memengaruhi cara mereka melakukan wawancara. 

· Pembelajaran 
tingkat-tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan mengukur seberapa baik peserta latihan telah mempelajari fakta, ide, konsep, teori, dan sikap. ujian-ujian pada materi pelatihan secara umum digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran dan dapat diberikan sebelum atau setelah pelatihan untuk membandingkan hasilnya. jika hasil ujian mengindikasikan adanya masalah pembelajaran, maka para instruktur akan mendapatkan umpan balik dan kursus-kursus tersebut dapat dirancang ulang sehingga isi pelatihan dapat disampaikan secara lebih efektif. tentu saja, pembelajaran yang cukup untuk melewati ujian tersebut tidak menjamin bahwa peserta pelatihan akan mengingat isi pelatihan berbulan-bulan setelahnya atau akan mengubah perilaku-perilaku pekerjaan. 

· Perilaku 
mengevaluasi pelatihan pada tingkat perilaku berarti : (1) mengukur pengaruh pelatihan terhadap kinerja pekerjaan melalui wawancara kepada peserta pelatihan dan rekan kerja mereka, dan (2) mengamati kinerja pada pekerjaan. misalnya, sebuah evaluasi perilaku dari para manajer yang berpartisipasi dalam lokakarya wawancara dapat dilakukan dengan mengamati mereka melakukan wawancara sebenarnya terhadap para pelamar pekerjaan dalam departemen mereka. jika para manajer tersebut menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajarkan dalam pelatihan dan menggunakan pertanyaan lanjutan yang sesuai, maka indikator perilaku dari pelatihan wawancara tersebut dapat diperoleh. tetapi bagaimanapun, perilaku lebih sulit untuk diukur daripada reaksi dan pembelajaran. meskipun perilaku berubah, hasil yang diinginkan manajemen mungkin tidak tercapai. 

· Hasil 
para pemberi kerja mengevaluasi hasil-hasil dengan mengukur pengaruh dari pelatihan pada pencapaian tujuan organisasional. karena hasil-hasil seperti produktifitas, perputaran, kualitas, waktu, penjualan, dan biaya secara relatif konkret, jenis evaluasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan data-data sebelum dan setelah pelatihan. untuk pelatihan wawancara, data dari jumlah dari individu yang dipekerjakan terhadap penawaran pekerjaan yang diajukan sebelum dan sesudah pelatihan dapat dikumpulkan. 

Analisis Kebutuhan Pelatihan 
Proses pelatihan akan berjalan lebih optimal jika diawali dengan analisa kebutuhan pelatihan yang tepat. Dalam hal ini terdapat tigas jenis analisa kebutuhan pelatihan atau training need analysis  menurut Scott Snell dan George Bohlander (2010:308) yang bisa dieksplorasi, yakni : task analysis, person analysis, dan organizational analysis. 

· Task Analysis 
Analis yang berfokus pada kebutuhan tugas yang dibebankan pada satu posisi tertentu. Tugas dan tanggungjawab posisi ini dianalisa untuk diketahui jenis ketrampilan apa yang dibutuhkan. Dari sini, kemudian dapat ditentukan jenis pelatihan semacam apa yang diperlukan. Jadi dalam analisa ini, yang menjadi fokus adalah tugas posisi, bukan orang yang memegang posisi tersebut. Melalui metode task analysis ini, kita kemudian bisa menyusun semacam kurikulum pelatihan yang bersifat standar dan terpadu. Artinya, melalui analisa tugas dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh setiap posisi, maka kita kemudian bisa merumuskan jenis-jenis pelatihan tertentu untuk setiap posisi tersebut. Beragam jenis pelatihan ini kemudian distandardkan dan menjadi pelatihan yang wajib diikuti oleh setiap orang yang menduduki posisi tersebut. 

· Person Analysis 
Analis yang berfokus pada level kompetensi orang yang memegang posisi tertentu. Analisa ditujukan untuk mengetahui kekurangan dan area pengembangan yang dibutuhkan oleh orang tersebut. Dari sini, kemudian dapat disusun jenis pelatihan apa saja yang diperlukan untuk orang tersebut. Dalam analisa ini biasanya telah ditetapkan beragam jenis kompetensi dan juga standar level kompetensi yang diperlukan untuk suatu posisi tertentu. Misal, untuk posisi manajer diperlukan penguasaan terhadap 8 jenis kompetensi (misal, kompetensi leadership, communication skills, dll). Kemudian juga telah ditetapkan, bagi para manajer maka standar level untuk kedelapan jenis kompetensi itu adalah 5 (dari skala 1 – 5). Langkah berikutnya adalah para manajer akan di katagorikan untuk melihat level kompetensinya, apakah ia sudah berada pada level 5 untuk semua jenis kompetensi itu atau belum. Jika belum, pada jenis kompetensi apa saja. Misal, ia masih perlu perbaikan dalam kompetensi communication skills. Maka bagi yang bersangkutan diberikan pelatihan mengenai communication skills. 

· Organizational Analysis 
Analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan strategis perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategis perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok : Corporate Strategy dan Corporate Values. Sebagai misal, sebuah bank akan lebih agresif untuk memasuki pasar usaha kecil dan menengah. Untuk itu diperlukan keahlian dalam membidik pasar UKM. Disini pihak pengelola pelatihan bisa merancang serangkaian training yang ditujukan untuk membekali para bankirnya dengan kemampuan teknis mengenai UKM.

Ditulis Oleh : kumpulan karya tulis ilmiah // 10:11 AM
Kategori:

1 komentar:

  1. terima kasih atas sharingnya, pelatihan karyawan memang sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan

    ReplyDelete