PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pembangunan nasional yang dituangkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah pembangunan seutuhnya. Manusia Indonesia sudah selayaknya menjadi perhatian khusus baik pembinaan intelektualnya, budaya maupun pembinaan mental spritualnya.
Pemerintah khususnya dan masyarakat pada umumnya sudah semakin menyadari bahwa keberhasilan pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia saat ini, tidak hanya tergantung sepenuhnya pada sumber daya alam yang dimiliki ataupun ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan. Akan tetapi faktor sumber daya manusia yang menjadi objek pembangunan ternyata tidak kalah pentingnya.
Dibandingkan dengan negara–negara lain sumber daya manusia sudah begitu tertinggalnya ataupun tergolong rendah, karena orientasi pembangunannya bukan benar–benar tertuju atau berorientasi pada kapasitas individunya. Hal tersebut menciptakan opini dan pandangan masyarakat yang pesimistis karena masih rendahnya penghargaan terhadap kualitas sumber daya manusia.
Di sisi lain disadari peran manusia dalam merancang segala sistem merupakan faktor utama karena tanpa keberadaan manusia peralatan secanggih apapun tidak akan dapat berfungsi dalam suatu sistem.Manusia sangat central dalam setiap organisasi sistem, disamping manusia sebagai perancang, manusia juga sebagai objek sasaran dari sistem yang dibuat.
Rumah Sakit sebagai salah satu sistem organisasi dalam perannya memberikan jasa pelayanan di bidang kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga masyarakat luas mengharapkan agar pihak rumah sakit dapat berperan secara utuh, baik petugas tata usaha rumah sakit, dokter, dan para perawat.
Banyak orang yang pergi ke rumah sakit, menurut Sugiarto (2002) hanya sedikit orang yang senang melakukannya dan hampir setiap orang mempunyai keluhan yang menakutkan tentang kunjungannya ke rumah sakit. Keluhan ataupun kepuasan yang dirasakan pasien tersebut tergantung pada keadaan rumah sakit. (dokter, perawat, apoteker, psikolog, dan sebagainya) dan struktur sistem perawatan kesehatan (biaya–biaya, sistem asuransi, tingkat kepadatan di tempat konsultasi atau kemampuan dan pra sarana rumah sakit). Khususnya para perawat yang didalam tugasnya memberikan perawatan yang kontiniu terutama bagi pasien rawat inap.
Menurut Kariyoso (1994) perawat diharapkan mampu untuk terbuka kepada pasiennya, ramah kepada pasien dan seorang perawat diharapkan mampu untuk bekerja sama dengan pasien dalam memberikan perawatan agar proses penyembuhan dapat tercapai secara baik.
Pentingnya perilaku asertif ini dimiliki oleh setiap perawat, mengingat bahwa perilaku asertif merupakan suatu bentuk perilaku yang didalamnya terkandung berbagai unsur yang bersifat positif seperti kejujuran, berani dan bertanggung jawab. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gunarsa (1992 ) bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar peribadi yang dilibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai oleh adanya kesesuaian sosial dan seorang yang mampu untuk menyesuaikan diri dalam hubungan antar pribadi dilingkungan sosial maupun dimana mereka berada. Kemudian Wolfe (1990) mendifinisikan bahwa perilaku asertif merupakan suatu ungkapan secara tepat, tanpa perasaan cemas terhadap orang lain.
Adapun perilaku asertif yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif menurut Maslow (dalam Goble, 1987) diantaranya adalah jenis kelamin, sikap orang tua, kebudayaan, tingkat pendidikan dan tipe kepribadian.
Master dan Rim (dalam Rakos,1990) juga mengatakan bahwa perilaku asretif merupakan perilaku antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan pernyataan dan pikiran perasaan secara tepat dalam situasi sosial dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan.
Jakubowski dan Lange (1991) asertifitas mencakup usaha untuk mempertahankan hak pribadi mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur, dengan cara yang tepat, serta tidak melanggar hak orang lain.
Perilaku asertif menurut Nelson Jones (1995) bahwa perilaku asertif mencakup pikiran seseorang yang berupa disiplin, dan orientasi kepada tujuan, perasaan dasar yang mantap dan menjaga perasaan menyalahkan diri, pesan verbal yang jelas, suara dan bahasa tubuh yang mampu mendukung pesan verbal anda dengan reaksi yang sesuai, dan jika diperlukan seseorang dapat melakukan dalam bentuk tindakan nyata.
Kemudian Emmons (2001) menyatakan bahwa asertifitas adalah pernyataan diri yang positif, dengan tetap menghargai orang lain, sehingga akan meningkatkan kepuasan kehidupan serta kualitas hubungan dengan orang lain.
Sebab tipe kepribadian dibutuhkan adanya kemampuan menyesuaikan diri antara pribadi dengan lingkungan maupun antara perawat dengan pasienya sebagaimana yang dikemungkakan oleh Gunarsa (1992).
Allport (dalam Suryabrata, 1992) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam berbagai sistem psikofisis yang menentukan cara yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Sesuai dengan orientasi penelitian yang dilakukan, maka pada penelitian ini mendasarkan diri pada bentuk yang dikemukakan oleh Jung yang kemudian dikemukakan oleh Eysenck secara lebih mendalam.
Jung (dalam Suryabrata, 1985) menyatakan bahwa manusia dapat digolongkan atas dasar sikap jiwanya. Sikap jiwa adalah arah dari energi psikis yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Selanjutnya dijelaskan Jung bahwa tidak ada seorangpun yang dimiliki tipe kepribadian ekstrovert ataupun introvert secara murni. Didalam kedua ekstrim ekstrovert dan introvert terdapat suatu rangkain kesatuan dan seseorang bisa saja lebih dekat sisi ekstrovert, tetapi ia juga memiliki beberapa ciri introvert. Sebaliknya, seseorang bisa lebih introvert tetapi ia tetap memiliki sebagian kecil ciri ekstrovert.
Tipe kepribadian ekstrovert dipengaruhi oleh dunia luar dirinya. Orientasi tertuju keluar seperti pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama di tentukan lingkungan sosialnya. Tipe kepribadian ekstrovert ini bersikap positif terhadap masyarakat karena hatinya lebih terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar.
Sedangkan tipe kepribadian introvert dipengaruhi oleh dunia didalam dirinya sendiri. Orientasinya tertuju kedalam perasaan, pikiran. Penyesuaian dengan dunia luar kurang, tertutup, kurang bergaul.
Eysenck (dalam Suryabrata, 1985) menyatakan bahwa tipe ekstrovert akan selalu berusaha untuk mencari stimuli eksternal. Selanjutnya dalam perilaku aktual, ciri – ciri ekstrovert digambarkan sebagai orang yang berhati terbuka, bersikap hangat, optimis, aktif, dinamis, ramah, suka bergaul, memiliki banyak teman, suka lelucon, suka akan perubahan–perubahan, suka tertawa, dan berbicara cenderung agresif, mudah kehilangan ketenagan, perasaan tidak berbeda dibawah kontrol yang ketat, tidak selalu dapat dipercaya, cenderung berubah pendirian, tanggung jawab rendah, bekerja cepat tapi kurang teliti, praktis, semangat, responsif, objektif.
Lawan dari tipe kepribadian ekstrovert adalah introvert yang menurut Eysenck (dalam Suryabrata,1985), mempunyai ambang rangsang yang lebih peka terhadap stimuli dari luar. Kemudian dalam perilaku aktual, orang yang bertipe introvert cenderung pendiam, suka menjauhkan diri dari pergaulan, murung sensitif terhadap kritik, introspektif, menghadapi persoalan sehari hari dengan keseriuasan tertentu, suka hidup teratur, selalu mempertahankan dalam kontrol yang tertutup, sangat tenang, dapat dipercaya, jarang agresif, kadang–kadang pesimis, cenderung mempertahankan pendirian.
Mengacu pada ciri–ciri yang dimiliki tipe kepribadian di atas, yakni introvert dan ekstrovert, maka dapat dilihat kaitannya dengan tingkat asertifitas pada perawat yakni perawat yang dimiliki tipe kepribadian yang introvert akan cenderung kurang memiliki keberanian, pasif, pesimis, tertutup, pendiam, pemurung, menjauhkan diri dari lingkungan sehingga kurang dapat menjalin hubungan yang baik dengan para perawat lainnya bahkan dengan para pasien dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan pasiennya, atau dengan kata lain perawat yang dimiliki sifat introvert cenderung memiliki sikap asertif yang rendah dalam melayani pasien sehingga hal tersebut berdampak buruk bagi perawat itu sendiri dan juga bagi pasien. Mungkin dengan adanya sikap seperti ini ketika pasien atau keluarganya menderita sakit kembali, mereka tidak mau untuk menggunakan jasa Rumah Sakit tersebut. Untuk itu diharapkan setiap perawat mampu mengembangkan kepribadian agar mempunyai sikap asertif tinggi dalam proses penyembuhan pasien agar proses penyembuhan dapat tercapai secara optimal.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di Rumah Sakit Mitra Sejati ditemukan ada beberapa perawat yang kurang ramah atau jarang tersenyum dengan pasien ataupun keluarga pasien, dan kalau dalam bekerja kurang teliti. Dalam melayani pasien juga kurang memiliki keberanian, kurang kerja sama dan penyesuaian diri dengan pasien serta kurang bisa menjalin hubungan yang baik dalam berkomunikasi dengan pasien sehingga pasien kurang puas dalam mendapatkan pelayanan yang diberikan oleh perawat. Tetapi ada juga perawat yang ramah terhadap pasien, sehingga pihak rumah sakit menjadi ingin tahu apa yang menjadi penyebab ketidakpuasan dari pasien tersebut, karena jika dilihat dari segi pendidikan masing-masing perawat memiliki tingkat pendidikan yang sama. Permasalahannya adalah apakah ada perbedaan perilaku asertif dilihat dari tipe kepribadian.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Perbedaan Perilaku Asertif Dilihat dari Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan”.
0 komentar:
Post a Comment