KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING
Definisi Kemoterapi
Obat-Obat Sitostatika yang direkomendasi FDA untuk Kanker Kepala Leher
Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring
Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi
Cara Pemberian Kemoterapi
Efek Samping Kemoterapi
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh : 16
Status Penampilan Penderita Ca ( Performance Status )
Kemoterapi
adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau
bahkan membunuh sel kanker.
Obat-obat anti kaker ini dapat
digunakan sebagai terapi tunggal (active
single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang
resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis
obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.12
Tujuan Kemoterapi
Tujuan kemoterapi adalah untuk
menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan
untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila
ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang
masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik
agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi
ini.
Beberapa sitostatika yang
mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika) untuk digunakan sebagai terapi
keganasan didaerah kepala dan leher yaitu Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate,
5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin, Cyclophosphamide,
Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan Paclitaxel. Akhir-akhir ini dilaporkan
penggunaan Gemcitabine untuk keganasan didaerah kepala dan leher. 9
Kemoterapi memang lebih
sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagian WHO II yang dianggap
radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring WHO-3
memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO-1 yang
memiliki prognosis paling buruk.13
Adanya perbedaan kecepatan
pertumbuhan (growth) dan pembelahan (division) antara sel kanker dan sel
normal yang disebut siklus sel (cell cycle)
merupakan titik tolak dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika
mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan
duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih
sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat. 10
Berdasar siklus sel kemoterapi
ada yang bekerja pada semua siklus ( Cell
Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan
sel bahkan dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja
pada siklus pertumbuhan tertentu ( Cell
Cycle phase spesific ).10
Obat yang dapat menghambat
replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat
pembelahan sel pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain
Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja
dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara lain
Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA sehingga
mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M),
Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M).10
Dapat dimengerti bahwa zat
dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus tumor yang resisten, karena
obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila
resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain
yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda. 10
Kebanyakan obat anti neoplasma
yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja dengan menghambat sintesis enzim
maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan
mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna pada tumor kepala leher dibagi
sebagai berikut :10
1.
Antimetabolit, Obat ini menghambat
biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh MTX, menghambat pembentukan
folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis timidin.
2. Obat
yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX (
Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi sel.
Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan
menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian
menghambat produksi mRNA.
3.
Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine,
menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.
Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4
cara kerja yaitu :12,14
- Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi.
- Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada
kasus karsinoma stadium lanjut.
- Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau
radiasi
- Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada kasus
kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan
limfoma).
Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu
terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/
komplementer/ profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun
terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus
meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya
lebih sempurna. 13
Terapi adjuvan tidak dapat
diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat
terapi utamanya yang maksimal ternyata :9
-
kankernya
masih ada, dimana biopsi masih positif
-
kemungkinan
besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
-
pada
tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko kekambuhan
dan metastasis jauh).
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan
pada tumor ganas kepala leher dibagi menjadi :9
1. neoadjuvant atau induction
chemotherapy
2. concurrent, simultaneous atau concomitant
chemoradiotherapy
3. post definitive chemotherapy.
Agen
kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah
secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro
intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang
memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi
mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut
mengakibatkan kerontokan rambut.13 Jaringan tubuh normal yang cepat
proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan
mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus
lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh
sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker6
Efek
samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung,
yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik
fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan
ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar
dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping
pemberian kemoterapi.6
Untuk
menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit
sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh
(m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan (kg). Selain itu faktor
yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan
keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali,
tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak, dll), status
penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis, faal
ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya. 9
Penderita
yang tergolong good risk dapat
diberikan dosis yang relatif tinggi, pada poor
risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis
obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ
tersebut lebih minimal. 9 Efek Samping secara spesifik untuk
masing-masing obat dapat dilihat pada lampiran 2.
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh : 16
- Masing-masing
agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu.
(lampiran 2)
- Dosis.
- Jadwal
pemberian.
- Cara
pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).
- Faktor
individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ
tertentu.
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi
Pasien dengan keganasan memiki
kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi dapat
terjadi untolerable side effect.
Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sbb :9
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status penampilan
<= 2
2. Jumlah lekosit >=3000/ml
3. Jumlah trombosit>=120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal
Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60
ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal
Ginjal )
6. Bilirubin <2 batas="" dalam="" dan="" dl.="" faal="" hepar="" mg="" normal="" o:p="" sgot="" sgpt="" tes="">2>
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika
sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70 tahun.
Status penampilan ini
mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyait kanker semakin berat pasti
akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan
faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien dengan sesuai
status penampilannya.
Skala status penampilan menurut ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group)
adalah sbb : 16
- Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk
mengerjakan tugas kerja
dan pekerjaan sehari-hari.
- Grade 1 : hambatan pada perkerjaan berat, namun masih
mampu bekerja kantor
ataupun pekerjaan rumah
yang ringan.
- Grade 2 : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 %
waktunya untuk tiduran
dan hanya bisa mengurus
perawatan dirinya sendiri, tidak dapat
melakukan pekerjaan lain.
- Grade 3 :
Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%
waktunya untuk tiduran.
-
Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa
melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya
di kursi atau tiduran
terus.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. Pignon JP, Bourhis J, Domenge C. Chemotherapy added to locoregional treatment for head and neck squamous-cell carcinoma, The Lancet , 2000; Vol 355: 949-55
2. Chao SS. Modalities of surveillance in treated nasopharyngeal cancer; Otolaryngol Head Neck Surg 2003; 129 :61-4
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Binarupa Aksara, Edisi 13,
6. Cody DT. Kern EB. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan; EGC, Jakarta 1993: 371-2
7. Vijayakumar S, Hellman S;Advances in radiation oncology ; Lancet 1997: 349 (suppl II): 1-3
8. Suwitodiharjo S. Radioterapi pada Tumor Ganas Kepala dan Leher (Squamous Cell Ca ), Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya 2002: 101-7
9. Sukardja IGD. Onkologi Klinik , Edisi 2, Airlaga University Press, 2000 : 243 – 55
10. Lika L. Radiation therapy: Gale Encyclopedia of Medicine. Gale Research, 1999
11. Balkwill F, Mantovani A, Inflammation and cancer: back to Virchow? ; The Lancet Vol 357, 2001; 539-45
12. Kentjono WA, Kemoterapi pada Tumor Ganas THT-Kepala Leher Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya November 2002,108- 21
13. Chan TC, Teo PM ; Nasopharyngeal Carcinoma : Review; Annals of Oncology 13: 2002; 1007-15
14. Quinn FB, Ryan,WM ; Chemotherapy for Head and Neck Cancer; Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology; April 16, 2003
15. Manfred Schwab (Ed) Encyclopedia Refference of Cancer, Springer, Berlin, 2001 : 195
16. Skeel RT, Handbook of Cancer Chemoterapy, 3th Edition, Little, Brown and Company, London, 1987; 59-78
0 komentar:
Post a Comment