PENGERTIAN PENCEMARAN AIR
1. Apa yang disebut Pencemaran Air
?
Istilah pencemaran
air atau polusi air dapat
dipersepsikan berbeda oleh satu orang dengan orang lainnya mengingat banyak
pustaka acuan yang merumuskan definisi istilah tersebut, baik dalam kamus atau
buku teks ilmiah. Pengertian pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan
Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang
didefinisikan dalam undang-undang. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran
lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai
pencemaraan dari komponen-komponen lingkungan hidup, seperti pencemaran air,
pencemaran air laut, pencemaran air tanah dan
pencemaran udara. Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada
definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU tentang lingkungan hidup
yaitu UU No. 23/1997.
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter kualitas air minum/air bersih yang terdiri dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam PERMENKES 416/1990 (Achmadi, 2001).
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter kualitas air minum/air bersih yang terdiri dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam PERMENKES 416/1990 (Achmadi, 2001).
2.2. Indikator Pencemaran Air
Indikator atau tanda
bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang
dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
-
Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran
air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan
adanya perubahan warna, bau dan rasa
-
Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran
air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
-
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran
air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya
bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan
pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen
biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand,
BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical
Oxygen Demand, COD).
pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung
besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam,
sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan
bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu
kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH
yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat
pada table di bawah ini :
Tabel : Pengaruh pH Terhadap Komunitas
Biologi Perairan
Nilai pH
|
Pengaruh Umum
|
6,0 – 6,5
|
1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami
perubahan
|
5,5 – 6,0
|
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami
perubahan yang berarti
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
|
5,0 – 5,5
|
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton
dan
bentos semakin besar
2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan
bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
|
4,5 – 5,0
|
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton
dan bentos semakin besar
2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
|
Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi,
2003
Pada pH < 4, sebagian besar
tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada
sejenis algae yaitu Chlamydomonas
acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen
terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen
terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen
dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang
dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang
terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat
tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan
tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan
oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah
8,32 mg/L (Warlina, 1985).
Kadar oksigen
terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan
dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup
banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam
berta yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme
akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam
berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita
(Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003).
Pada siang hari,
ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang
berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang
dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar
oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam
hari, tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan
kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada
lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan
minimum pada pagi hari.
Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Dekomposisi bahan
organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi anorganik
dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang
stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat
(nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag
berperan, sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat
pengganggu.
Dengan demikian, BOD
adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan
air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi
karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organic
berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses
penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme
atau oleh bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n
+ a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2
– 3c/2) H2O + c NH3
Bahan organic oksigen bakteri aerob
Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap
lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan selam 5
hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5.
Selain memperpendek waktu yang diperlukan, hal ini juga
dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang menggunakan
oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% - 80% bahan organic
telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung
pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme
lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan
buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin,
detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya
juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan
indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah kadar
maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan
menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L berdasarkan
UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5
untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L
dan golongan II adalah 150 mg/L.
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
COD adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi
melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang
sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium
bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O
serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O7
2- + H +
→ CO2 + H2O + Cr 3+
Jika
pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis,
misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan
pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat
dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam,
diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD,
perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan
dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari
20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada
limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
Daftar Pustaka nya mana?
ReplyDelete