PREVALENSI GIZI LEBIH DAN OBESITAS PENDUDUK DEWASA DI INDONESIA
Sandjaja1) dan Sudikno1)
1Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Bogor
ABTRACT
There
is a trend that the prevalence of overweight and obesity is increasing in
Indonesia in the last decade. Overweight and obesity has been shown to increase
risk of several degenerative diseases. Using data from household health survey
(SKRT), data analysis of 20.137 adults was done, comprised of 9.390 men and
10.747 women from urban and rural areas. Overweight and obesity was defined for
body mass index (BMI) > 25.0 – 27.0, while obesity was defined for BMI >
27.0. The study found that the prevalence of overweight was 7.2% among men and
10.4% among women. The prevalence of overweight was higher in urban areas
(10.8%) than in rural areas (7.5%). The prevalence of obesity among women was
more than twice (13.3%) than among men (5.3%), higher in urban areas (12.8%)
than rural areas (7.1%). The peak of overweight and obesity was found at the
age range of 45 – 49 years old. In conclusion,
the prevalence of overweight and obesity was higher in both aspects, among
women than men and in urban areas than in rural areas. The higher prevalence
was found at the age of 45-49 years old.
Keywords:
overweight, obesity, body mass index
PENDAHULUAN
Obesitas
atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas jaringan lemak
tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari keadaan normalnya,
atau suatu keadaan di mana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih
sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal. Sedangkan gizi lebih atau
overweight adalah keadaan di mana berat badan seseorang melebihi berat badan
normal. Obesitas dan gizi lebih dapat terjadi karena adanya ketidak-seimbangan antara
energi dari makanan yang masuk lebih
besar dibanding dengan energi yang digunakan tubuh. Masalah obesitas dan gizi
lebih tidak hanya terjadi di negara yang sudah maju, tetapi mulai meningkat
prevalensinya di negara berkembang.
Indonesia dan negara berkembang lainnya sedang menghadapi transisi
epidemiologi, demografi, dan urbanisasi. Di bidang gizi telah terjadi perubahan
pola makan seperti rendahnya konsumsi buah dan sayur, tingginya konsumsi garam
dan meningkatnya konsumsi makanan yang tinggi lemak serta berkurangnya
aktivitas olahraga pada sebagian masyarakat terutama di perkotaan 1)
Susenas 2004 mendapatkan bahwa 60% penduduk umur > 15 tahun kurang
mengkonsumsi buah dan sayur menurut standar WHO yaitu minimal 5 porsi, dan 24%
tidak tiap hari mengkonsumsi sayur dan buah 2) Perubahan pola makan
dan aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu yang
mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas 3)
Gizi lebih dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
jantung koroner disamping faktor risiko lainnya, seperti hipertensi, diabetes
melitus, merokok, stres, dan kurang olahraga 12) Penelitian Manson
dkk. (1990) dalam Suyono (1994) terhadap 115.886 wanita berumur 30-55 tahun,
setelah diikuti selama 8 tahun, ternyata risiko relatif (RR) penderita gizi
lebih berkisar antara 1,0 sampai 3,3 kali, sedangkan pada indeks massa tubuh
(IMT) lebih dari 29 risiko relatif 3,3 kali terjadinya penyakit jantung
koroner. Dengan demikian makin tinggi IMT makin besar resiko terjadinya
penyakit jantung koroner. Risiko relatif ini diperoleh setelah dilakukan
penyesuaian terhadap faktor umur dan kebiasaan merokok 9).
Hasil penelitian survei Indeks Massa Tubuh (IMT) di 12 Kota di Indonesia
tahun 1995 mendapatkan prevalensi gizi lebih sebesar 10,3% dan prevalensi
obesitas sebesar 12,2% 7)
Prevalensi gizi lebih ini mengalami peningkatan pada tahun 1999 sebesar 14% dan
tahun 2000 sebesar 17,4% 5)
Pada tahun 2004, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) juga mengumpulkan
data tentang berat badan dan tinggi badan pada 10.000 rumahtangga di semua
provinsi di Indonesia, yang mencakup daerah perkotaan dan perdesaan. Dengan
demikian informasi tentang prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas pada SKRT
ini dapat memberikan gambaran masalah tersebut menurut daerah, jenis kelamin
dan umur.
BAHAN DAN
CARA
Penelitian dilakukan dengan melakukan analisis data sekunder yang
tersedia dalam kuesioner Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Sampel SKRT
sebanyak 10.000 rumahtangga di seluruh provinsi di Indonesia yang merupakan
sub-sampel dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik.
Survei SKRT
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih oleh Tim Survei Kesehatan
Nasional (Surkesnas), Badan Litbang Kesehatan. Salah satu variabel yang
dikumpulkan adalah pengukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan) untuk
semua anggota rumahtangga terpilih. Pengukuran berat badan dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 Kg, sedangkan pengukuran
tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 Cm.
Untuk tulisan ini, hanya sampel dewasa umur 18 tahun ke atas yang diolah
datanya. Untuk wanita ditambah kriteria inklusi hanya yang tidak sedang hamil.
Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan berat badan (Kg) dibagi tinggi badan
kuadrat (M2). Dari hasil penghitungan IMT, dikategorikan menjadi
obesitas dengan IMT lebih besar dari 27,0 dan gizi lebih dengan IMT antara
lebih besar dari 25,0 sampai dengan 27,0 (Depkes, 2003). Setiap sampel diberi
bobot tertimbang (weighted) sesuai dengan daerah/provinsi.
Analisis krostabulasi dilakukan untuk menghitung proporsi gizi lebih dan
obesitas menurut daerah perdesaan perkotaan, jenis kelamin dan kelompok umur.
HASIL DAN
BAHASAN
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar sampel berada di
wilayah perdesaan, yaitu 56,6%. Sampel perempuan sebesar 53,4%, lebih besar
daripada sampel laki-laki (46,6%). Sedangkan dari kelompok umur sampel tampak
bahwa kelompok umur sampel < 25 tahun (16,5%) lebih tinggi dari kelompok
umur lainnya.
0 komentar:
Post a Comment