Friday, August 2, 2013

PREVALENSI GIZI LEBIH DAN OBESITAS PENDUDUK DEWASA DI INDONESIA


PREVALENSI GIZI LEBIH DAN OBESITAS PENDUDUK DEWASA DI INDONESIA 
Sandjaja1) dan Sudikno1) 

1Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Bogor 

ABTRACT
 There is a trend that the prevalence of overweight and obesity is increasing in Indonesia in the last decade. Overweight and obesity has been shown to increase risk of several degenerative diseases. Using data from household health survey (SKRT), data analysis of 20.137 adults was done, comprised of 9.390 men and 10.747 women from urban and rural areas. Overweight and obesity was defined for body mass index (BMI) > 25.0 – 27.0, while obesity was defined for BMI > 27.0. The study found that the prevalence of overweight was 7.2% among men and 10.4% among women. The prevalence of overweight was higher in urban areas (10.8%) than in rural areas (7.5%). The prevalence of obesity among women was more than twice (13.3%) than among men (5.3%), higher in urban areas (12.8%) than rural areas (7.1%). The peak of overweight and obesity was found at the age range of 45 – 49 years old. In conclusion, the prevalence of overweight and obesity was higher in both aspects, among women than men and in urban areas than in rural areas. The higher prevalence was found at the age of 45-49 years old.

Keywords: overweight, obesity, body mass index

PENDAHULUAN
Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari keadaan normalnya, atau suatu keadaan di mana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal. Sedangkan gizi lebih atau overweight adalah keadaan di mana berat badan seseorang melebihi berat badan normal. Obesitas dan gizi lebih dapat terjadi karena adanya ketidak-seimbangan antara energi dari makanan  yang masuk lebih besar dibanding dengan energi yang digunakan tubuh. Masalah obesitas dan gizi lebih tidak hanya terjadi di negara yang sudah maju, tetapi mulai meningkat prevalensinya di negara berkembang.
Indonesia dan negara berkembang lainnya sedang menghadapi transisi epidemiologi, demografi, dan urbanisasi. Di bidang gizi telah terjadi perubahan pola makan seperti rendahnya konsumsi buah dan sayur, tingginya konsumsi garam dan meningkatnya konsumsi makanan yang tinggi lemak serta berkurangnya aktivitas olahraga pada sebagian masyarakat terutama di perkotaan 1) Susenas 2004 mendapatkan bahwa 60% penduduk umur > 15 tahun kurang mengkonsumsi buah dan sayur menurut standar WHO yaitu minimal 5 porsi, dan 24% tidak tiap hari mengkonsumsi sayur dan buah 2) Perubahan pola makan dan aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu yang mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas 3)
Gizi lebih dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner disamping faktor risiko lainnya, seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, stres, dan kurang olahraga 12) Penelitian Manson dkk. (1990) dalam Suyono (1994) terhadap 115.886 wanita berumur 30-55 tahun, setelah diikuti selama 8 tahun, ternyata risiko relatif (RR) penderita gizi lebih berkisar antara 1,0 sampai 3,3 kali, sedangkan pada indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29 risiko relatif 3,3 kali terjadinya penyakit jantung koroner. Dengan demikian makin tinggi IMT makin besar resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Risiko relatif ini diperoleh setelah dilakukan penyesuaian terhadap faktor umur dan kebiasaan merokok 9).
Hasil penelitian survei Indeks Massa Tubuh (IMT) di 12 Kota di Indonesia tahun 1995 mendapatkan prevalensi gizi lebih sebesar 10,3% dan prevalensi obesitas sebesar 12,2%  7) Prevalensi gizi lebih ini mengalami peningkatan pada tahun 1999 sebesar 14% dan tahun 2000 sebesar 17,4% 5)
Pada tahun 2004, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) juga mengumpulkan data tentang berat badan dan tinggi badan pada 10.000 rumahtangga di semua provinsi di Indonesia, yang mencakup daerah perkotaan dan perdesaan. Dengan demikian informasi tentang prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas pada SKRT ini dapat memberikan gambaran masalah tersebut menurut daerah, jenis kelamin dan umur.

BAHAN DAN CARA
Penelitian dilakukan dengan melakukan analisis data sekunder yang tersedia dalam kuesioner Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Sampel SKRT sebanyak 10.000 rumahtangga di seluruh provinsi di Indonesia yang merupakan sub-sampel dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik.
Survei SKRT dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih oleh Tim Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas), Badan Litbang Kesehatan. Salah satu variabel yang dikumpulkan adalah pengukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan) untuk semua anggota rumahtangga terpilih. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 Kg, sedangkan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 Cm.
Untuk tulisan ini, hanya sampel dewasa umur 18 tahun ke atas yang diolah datanya. Untuk wanita ditambah kriteria inklusi hanya yang tidak sedang hamil. Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan berat badan (Kg) dibagi tinggi badan kuadrat (M2). Dari hasil penghitungan IMT, dikategorikan menjadi obesitas dengan IMT lebih besar dari 27,0 dan gizi lebih dengan IMT antara lebih besar dari 25,0 sampai dengan 27,0 (Depkes, 2003). Setiap sampel diberi bobot tertimbang (weighted) sesuai dengan daerah/provinsi.
Analisis krostabulasi dilakukan untuk menghitung proporsi gizi lebih dan obesitas menurut daerah perdesaan perkotaan, jenis kelamin dan kelompok umur. 

HASIL DAN BAHASAN
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar sampel berada di wilayah perdesaan, yaitu 56,6%. Sampel perempuan sebesar 53,4%, lebih besar daripada sampel laki-laki (46,6%). Sedangkan dari kelompok umur sampel tampak bahwa kelompok umur sampel < 25 tahun (16,5%) lebih tinggi dari kelompok umur lainnya.

Ditulis Oleh : Unknown // 5:06 AM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment