Busana Tradisional Amarasi, Timor Amarasi, Timor Traditional Dress
Penulis Biranul Anas
Amarasi termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Kupang, Timor. Masyarakat Amarasi merupakan bagian dari suku Dawan yang tersebar di seluruh kabupaten di Timor bagian barat. Sebagaimana dengan kebiasaan serta budaya yang ada pada daerahdaerah lain di Nusa Tenggara Timor pelapisan sosial kemasyarakatan yang dahulu kala amat kuat dianut, dewasa ini sudah jauh berkurang. Hal ini tampak nyata pada ungkapan berbusana masyarakatnya yang sehari-hari memakai pakaian bergaya barat akibat pengaruhpengaruh asing yang masuk ke daerah tersebut sudah lama. Sebagian besar penduduknya dewasa ini pun memeluk agama Nasrani. Namun hal-hal tersebut tidak menghilangkan tradisi untuk mengungkapkan ungkapan budaya asli mereka. Bentuk-bentuk kepercayaan lokal masih mewarnai kehidupan sehari-hari seperti ritus-ritus penghormatan terhadap Usi Neno, wujud tertinggi penguasa jagad raya, pencipta mahluk hidup sumber segala yang ada. Selain itu manifestasi tradisi kebudayaan asli juga masih hidup dalam tatacara berpakaian khususnya dalam menghadapi pesta-pesta adat atau upacara-upacara penting lainnya.
Kain-kain tenunan dalam teknik futus dan sotis dalam paduan warna-warna putih, coklat, biru dan merah bata yang ditunjang oleh berbagai aksesoris di kepala, telinga, tangan dan pinggang diperagakan dengan keindahan yang amat mempesona pada peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas.
Pakaian Adat Pria
Secara mendasar pria mengenakan komponen-komponen busana yang sama dengan daerah-daerah lain di Nusa Tenggara Timur yaitu kain penutup badan yang terdiri atas beti atau taimuti, dan po`uk. Corak khas pada beti gaya Amarasi adalah dominasi warnawarna coklat dengan bidang tengah berwarna putih sebesar ± 3040 cm. Po`uk sebesar ± 30 cm bercorak garis-garis, memanjang dalam paduan warna-warna jingga, merah bata, putih dan biru. Di kepala dikenakan pilu dari batik. Sedangkan kalung dileher terbuat dari logam dengan hiasan berbentuk lingkaran dari logam berukir bergaris tengah 10 cm, dikenal dengan sebutan iteke. Suatu kebiasaan yang umum di Nusa Tenggara Timur khususnya Timor (dan Sumba) adalah disandangnya kapisak atau aluk yang terbuat dari anyaman-anyaman daun atau kain persegi empat dengan corak geometris dan muti sebagai hiasannya. Terkadang aluk juga sebagian berhiaskan ornamen perak. Pakaian serta perhiasan dan perlengkapan busana pria ini oleh masyarakat setempat dianggap dapat memberikan sifat keagungan, kejantanan serta kesucian bagi penyandangnya.
Pakaian Adat Wanita
Wanita Amarasi memakai dua lembar tenunan sebagai penutup badannya. Pertama adalah tais atau tarunat yang dipasang setinggi dada hingga mata kaki. Corak-coraknya berwarna meriah paduan jingga, kuning, putih dan biru tua dalam lajur bergaris sempit yang dipadukan dengan corak-corak ikat putih berlatar hitam/biru tua.
Lembar kedua adalah selempang yang terikat di depan dada berbentuk huruf V dengan kedua ujungnya terletak di kedua bahu bagian belakang.
Di kepala terdapat seperangkat perhiasan yang tersemat pada sanggul yaitu kili noni dan tusuk-tusuk konde. Hiasan logam kening di dahi berbentuk bulan sabit, berukiran dan terkenal dengan istilah pato eban. Kedua telinga dihiasi falo noni.
Di depan dada tergantung kalung dengan bentuk hiasan bulat dari logam (emas, perak atau sepuhannya) yang disebut noni bena. Pergelangan tangan dihiasi dengan niti keke, sedangkan pinggang dililit oleh futi noni.
Hakekat pemakaian busana dan perhiasan pelengkapnya di Nusa Tenggara Timur erat kaitannya dengan berbagai kefungsiannya dalam peri kehidupan penyandangnya.
Corak tenunan menunjuk pada status sosial alam fikiran serta kepercayaan yang dianut. Perhiasan dan bahan-bahan pembuatnya selain mencerminkan status sosial juga menyatakan kemampuan ekonomi. Emas, perak, gading dan manik-manik amat dihargai dan bernilai tinggi, baik sebagai citra kehormatan diri maupun dalam konteks hubungan sosial kekeluargaan, khususnya pada adat istiadat perkawinan dimana barang-barang tersebut merupakan mas kawin pihak lelaki kepada pihak perempuan. Sebaliknya pun, dalam membalas pihak lelaki, pihak wanita menyerahkan kain tenunan. Demikianlah oleh terbentuk dasar hubungan kekeluargaan yang erat dan saling mendukung dalam berbagai permasalahan kehidupan.
0 komentar:
Post a Comment