FOTOKIMIAWI PENGLIHATAN WARNA
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut.
Baik sel batang maupun kerucut mengandung bahan kimia yang akan terurai bila terpajan cahaya, dan dalam prosesnya, akan merangsang serabut-serabut saraf yang berasal dari mata. Bahan kimia peka cahaya di dalam sel batang disebut rodopsin; bahan kimia peka cahaya di dalam sel kerucut, disebut pigmen kerucut, atau pigmen warna, memiliki komposisi sedikit berbeda dari rodopsin. Perbedaannya hanya terletak pada bagian protein, atau opsin-yang disebut fotopsin dalam sel kerucut-sedikit berbeda dengan skotopsin dalam sel batang. Bagian retinal semua pigmen visual yang ada dalam sel kerucut sama persis dengan sel batang. Berdasarkan hal tersebut, pigmen peka terhadap warna dari sel kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin(Guyton, 2007).
Pada sel kerucut, hanya satu dari tiga jenis pigmen warna yang berbeda, sehingga menyebabkan sel kerucut mempunyai kepekaan yang selektif terhadap berbagai warna seperti warna biru, hijau, dan merah. Masing-masing pigmen warna ini disebut pigmen peka warna biru, pigmen peka warna hijau, dan pigmen peka warna merah. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang cahaya, berturut-turut sebesar 445, 535, dan 570 nanometer. Panjang gelombang ini juga merupakan panjang gelombang untuk puncak sensitivitas cahaya untuk setiap tipe sel kerucut, yang dapat mulai digunakan untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna (Guyton, 2007).
Untuk melihat warna, manusia harus memiliki sedikitnya dua kelas spektrum berbeda dari sel kerucut. Pada mata manusia normal, ada tiga tipe sel kerucut dimana ketiganya merupakan tiga sistem cone-opsin. Tiga sistem cone-opsin tersebut adalah sel kerucut short-wavelength-sensitive (S), middle-wavelength-sensitive (M), dan long-wavelength-sensitive (L)(Gupta et al, 2011). Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut tersebut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna.
ETIOLOGI
Buta warna adalah kondisi yang seringkali diturunkan secara genetik, tetapi dapat juga didapat karena disebabkan oleh kerusakan pada mata, nervus, atau otak. Buta warna yang diturunkan secara genetik dibawa oleh kromosom X pada perempuan, dan diturunkan pada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang diturunkan oleh ayah atau ibu.
Buta warna karena yang diturunkan dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna.
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Buta warna hampir tidak pernah terjadi pada perempuan karena setidaknya satu dari dua kromosom X akan hampir selalu memiliki gen normal untuk setiap jenis sel kerucut (Shah et al, 2013). Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, gen yang hilang dapat menyebabkan buta warna. Karena kromosom X pada laki-laki selalu diturunkan dari ibu, dan tidak pernah dari ayahnya, buta warna diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya, dan ibu tersebut dikatakan sebagai carrier buta warna; keadaan tersebut terjadi pada sekitar 8% dari seluruh perempuan (Guyton, 2007). Menurut salah satu riset, 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia.
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave)yang menyandi pigmen hijau (Deeb, S.S., & Motulsky, A.G., 2011).
Sementara, buta warna yang didapat, dapat terjadi pada :
- Trauma. Kecelakaan atau pukulan yang menyebabkan kerusakan pada mata dapat menyebabkan buta warna.
- Obat. Beberapa antibiotik (obat-obat anti TBC),barbiturat, obat-obat hipertensi.
- Toksin industri. Bahan-bahan kimia dengan kadar tinggi dapat menyebabkan buta warna, seperti karbon monoksida, karbon disulfida.
- Umur. Pada umur di atas 60 tahun dapat terjadi perubahan dalam kapasitas pengelihatan warna.
Buta warna yang di dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008). Buta warna yang didapat bisa karena pengaruh dari kerusakan daerah otak bagian atas (cranial) karena daerah otak bagian atas memiliki peran dalam identifikasi warna yang meliputi “parvocellular pathway” dari nuklei lateral geniculate dari talamus, visual area V4 dari korteks penglihatan. Buta warna yang didapat tidak sama dengan buta warna karena pengaruh genetik, misalnya, sangat mungkin mengalami buta warna pada satu porsi dari daerah penglihatan warna namun daerah lainnya berfungsi normal. Penurunan penglihatan warna merupakan indikator sensitif untuk beberapa bentuk dari kelainan makula yang didapat atau penyakit saraf, seperti pada optik neuritis atau tekanan saraf optik oleh karena adanya massa, kelainan penglihatan warna lebih awal muncul dibanding penurunan tajam penglihatan.
0 komentar:
Post a Comment